Sangat lazim terjadi di kebanyakan sekolah, perihal kalimat tanya tersebut. Bayangkan jika satu kelas terdiri dari 32 siswa, maka kalimat serupa terngiang di telinga guru berulang sampai detik akhir proses pengambilan rapor.Â
Menanyakan nilai anak merupakan hal wajar. Sebagian besar orangtua masih miliki anggapan bahwa deret angka di rapor sebagai gambaran kualitas belajar si anak. Jika di bawah KKM (Kriteria Ketuntasan Minimal) dianggap 'petaka', tetapi sebaliknya nilai di atas KKM masih juga dirasa kurang. Impian orangtua, nilai anak mencapai sempurna.
Jika kita telisik, olahan nilai yang tertera di rapor adalah perjalanan progres si anak mengikuti pelajaran. Kurikulum merdeka prioritaskan proses untuk menuju hasil. Jadi, diusahakan guru menstimulus secara edukasi terhadap orangtua bahwa nilai rapor tidak semata-mata barometer baik dan buruk si anak.Â
Guru bisa mengarahkan pembicaraan bahwa nilai akademik anak bisa jadi turun, tapi tercatat untuk hal perilaku sudah tidak tidur di kelas, ada perkembangan mampu kuasai diri tidak merundung teman, mulai menghormati perbedaan pendapat, sudah berani presentasi tanpa lihat catatan, terampil kelola kelas saat kegiatan akhir tahun, dan sebagainya.Â
Hal tersebut membuka serta mendorong wawasan orangtua supaya tidak hanya fokus pada hal akademik saja. Nilai akademik, nonakademik, dan sikap sama pentingnya serta diusahakan bisa berjalan secara balance.Â
3. Sampaikan keluh kesah anak ketika di rumah
Bukan wali murid andai tidak menceritakan keluh kesah anaknya ketika di rumah. Ibarat mengadu kepada orangtua kedua, guru seolah dibebani cerita panjang lebar.Â
Tanpa disadari, lingkungan dan pembiasaan di lingkup keluarga tentukan sikap anak. Siswa religius misalnya, di rumah sudah menanamkan budaya disiplin waktu tuk ibadah. Hal tersebut relevan dengan keterlambatan siswa. Siswa terlambat masuk sekolah karena di rumah tidak dibangunkan untuk salat subuh, setidaknya menunaikan ibadah salat, anak terbiasa bangun pagi dan dapat melanjutkan aktivitas seperti mandi, makan, lalu berangkat sekolah.
Sikap guru menanggapi cerita atau laporan objektif wali murid, dapat berikan saran dan trik terhadap permasalahan yang terjadi. Contohnya, siswa SMP mengonsumsi rokok, guru dapat sampaikan bagi anggota keluarga terutama ayah atau kakak dari siswa bersangkutan menjadi role model dilarang merokok di rumah. Jangan sampai mengenalkan rokok kepada anak. Jauhkan pergaulan anak terhadap teman atau tetangga 'perokok berat'.Â
Berikan uang saku sewajarnya, bertujuan supaya tidak dibelanjakan untuk rokok. Cek tas anak secara berkala, jika ditemui bau rokok, maka bertanyalah dengan lembut. Beri pemahaman kalau rokok selain merusak organ tubuh, menguras uang, butuh terapi dan waktu lama agar sembuh dari rokok, dan yang paling mengerikan yaitu awal mula masuk gerbang narkoba. Sekolah pun dapat menanggulanginya dengan cek kesehatan khusus identifikasi konsumsi rokok dengan mendatangkan pihak puskesmas.
4. Berikan buah tangan