Mohon tunggu...
Muharningsih
Muharningsih Mohon Tunggu... Guru - Pengurus IGI Kab. Gresik-Pengurus KOMNASDIK KAB. Gresik-Editor Jurnal Pendidikan WAHIDIN

Linguistik-Penelitian-Sastra-Pendidikan

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Artikel Utama

Nilai Masih Menjadi Barometer Pertanyaan Wali Murid Saat Ambil Rapor, Kelirukah?

12 Desember 2023   22:11 Diperbarui: 13 Desember 2023   14:21 1135
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi ambil rapor (KOMPAS.id)

Sangat lazim terjadi di kebanyakan sekolah, perihal kalimat tanya tersebut. Bayangkan jika satu kelas terdiri dari 32 siswa, maka kalimat serupa terngiang di telinga guru berulang sampai detik akhir proses pengambilan rapor. 

Menanyakan nilai anak merupakan hal wajar. Sebagian besar orangtua masih miliki anggapan bahwa deret angka di rapor sebagai gambaran kualitas belajar si anak. Jika di bawah KKM (Kriteria Ketuntasan Minimal) dianggap 'petaka', tetapi sebaliknya nilai di atas KKM masih juga dirasa kurang. Impian orangtua, nilai anak mencapai sempurna.

Jika kita telisik, olahan nilai yang tertera di rapor adalah perjalanan progres si anak mengikuti pelajaran. Kurikulum merdeka prioritaskan proses untuk menuju hasil. Jadi, diusahakan guru menstimulus secara edukasi terhadap orangtua bahwa nilai rapor tidak semata-mata barometer baik dan buruk si anak. 

Guru bisa mengarahkan pembicaraan bahwa nilai akademik anak bisa jadi turun, tapi tercatat untuk hal perilaku sudah tidak tidur di kelas, ada perkembangan mampu kuasai diri tidak merundung teman, mulai menghormati perbedaan pendapat, sudah berani presentasi tanpa lihat catatan, terampil kelola kelas saat kegiatan akhir tahun, dan sebagainya. 

Hal tersebut membuka serta mendorong wawasan orangtua supaya tidak hanya fokus pada hal akademik saja. Nilai akademik, nonakademik, dan sikap sama pentingnya serta diusahakan bisa berjalan secara balance. 

3. Sampaikan keluh kesah anak ketika di rumah

Bukan wali murid andai tidak menceritakan keluh kesah anaknya ketika di rumah. Ibarat mengadu kepada orangtua kedua, guru seolah dibebani cerita panjang lebar. 

Tanpa disadari, lingkungan dan pembiasaan di lingkup keluarga tentukan sikap anak. Siswa religius misalnya, di rumah sudah menanamkan budaya disiplin waktu tuk ibadah. Hal tersebut relevan dengan keterlambatan siswa. Siswa terlambat masuk sekolah karena di rumah tidak dibangunkan untuk salat subuh, setidaknya menunaikan ibadah salat, anak terbiasa bangun pagi dan dapat melanjutkan aktivitas seperti mandi, makan, lalu berangkat sekolah.

Sikap guru menanggapi cerita atau laporan objektif wali murid, dapat berikan saran dan trik terhadap permasalahan yang terjadi. Contohnya, siswa SMP mengonsumsi rokok, guru dapat sampaikan bagi anggota keluarga terutama ayah atau kakak dari siswa bersangkutan menjadi role model dilarang merokok di rumah. Jangan sampai mengenalkan rokok kepada anak. Jauhkan pergaulan anak terhadap teman atau tetangga 'perokok berat'. 

Berikan uang saku sewajarnya, bertujuan supaya tidak dibelanjakan untuk rokok. Cek tas anak secara berkala, jika ditemui bau rokok, maka bertanyalah dengan lembut. Beri pemahaman kalau rokok selain merusak organ tubuh, menguras uang, butuh terapi dan waktu lama agar sembuh dari rokok, dan yang paling mengerikan yaitu awal mula masuk gerbang narkoba. Sekolah pun dapat menanggulanginya dengan cek kesehatan khusus identifikasi konsumsi rokok dengan mendatangkan pihak puskesmas.

4. Berikan buah tangan

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun