Melalui analisis sejarahnya, Pramoedya mempertanyakan apakah masyarakat Tionghoa di Indonesia akan terus dipisahkan oleh kebijakan dan stigma sosial, ataukah mereka bisa sepenuhnya membaur sebagai bagian dari bangsa Indonesia.
Buku ini mengungkap bagaimana orang Tionghoa sering dijadikan kambing hitam dalam berbagai konflik sosial dan politik. Mendorong pemikiran bahwa semua kelompok etnis di Indonesia seharusnya diperlakukan sama tanpa ada pemisahan sosial dan politik. Bacaan reflektif yang membuka wawasan tentang hubungan antara etnis Tionghoa dan bangsa Indonesia secara keseluruhan. Dengan analisis sejarah yang kuat, Pramoedya mengajak pembaca untuk berpikir kritis tentang integrasi dan keadilan sosial di Indonesia.
Kelima, Buku Kronik Revolusi IndonesiaÂ
Buku Kronik Revolusi Indonesia ini terdiri menjadi empat, saya hanya membaca jilid yang pertama saat mata kuliah Sejarah Indonesia Baru, Buku Kronik Revolusi Indonesia adalah kumpulan catatan sejarah yang mendokumentasikan peristiwa-peristiwa penting dalam perjuangan kemerdekaan Indonesia, mulai dari tahun 1945 hingga 1950. Buku ini terjilid yang secara rinci mencatat peristiwa politik, militer, dan sosial yang terjadi selama revolusi.
Sebagai seorang sejarawan dan sastrawan, Pramoedya menyusun buku ini berdasarkan berbagai sumber, seperti arsip, surat kabar, dan catatan sejarah lainnya. Ia mencoba menghadirkan perspektif yang lebih dekat dengan rakyat kecil dan para pejuang di lapangan, bukan hanya sudut pandang elite politik.
Buku ini memberikan gambaran mendalam tentang konflik bersenjata antara Indonesia dan Belanda, diplomasi internasional, serta dinamika sosial yang terjadi di dalam negeri. Dengan gaya penulisan yang khas, Pramoedya menyoroti semangat perjuangan rakyat dalam mempertahankan kemerdekaan yang baru saja diproklamasikan.
Keenam, Buku Korupsi
Buku ini adalah novel yang saya pada masa ingin tahu bagaimana gambaran akan korupsi bisa terjadi, Novel Korupsi mengisahkan seorang pegawai negeri bernama Bakir, yang awalnya merupakan pria sederhana dan idealis. Namun, setelah mendapat jabatan tinggi di pemerintahan pasca-kemerdekaan, ia tergoda oleh kekuasaan dan kesempatan untuk memperkaya diri.
Bakir mulai melakukan korupsi untuk memenuhi gaya hidup mewah keluarganya, seperti membeli rumah besar dan barang-barang mahal. Seiring waktu, ia semakin tenggelam dalam praktik kotor tersebut, meskipun dihantui oleh perasaan bersalah. Novel ini menggambarkan bagaimana kekuasaan dan sistem yang korup dapat mengubah seseorang yang awalnya baik menjadi serakah dan tidak bermoral.
Pesan yang bisa diambil dari buku ini :
- Korupsi sebagai penyakit sosial, Pramoedya menunjukkan bagaimana korupsi bukan hanya masalah individu, tetapi juga sistem yang memungkinkan dan mempermudah kejahatan ini terjadi.
- Kehancuran moralitas, Kisah Bakir mencerminkan bagaimana manusia bisa kehilangan nilai-nilai moral ketika dihadapkan pada godaan kekuasaan dan kekayaan.
- Kritik terhadap birokrasi, Novel ini memberikan gambaran tentang bagaimana sistem pemerintahan pasca-kemerdekaan masih diwarnai oleh praktik korupsi, yang menghambat pembangunan negara. Novel yang tajam dalam mengkritik praktik korupsi di Indonesia.
Dengan gaya penulisan yang lugas dan menggugah, Pramoedya memperingatkan bahwa tanpa integritas, seseorang bisa dengan mudah jatuh ke dalam kebiasaan korupsi. Buku ini masih relevan hingga sekarang, mengingat korupsi tetap menjadi masalah besar di berbagai negara, termasuk Indonesia.