Mohon tunggu...
Muhammad Zanuar Habibi
Muhammad Zanuar Habibi Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

Mas Biii.

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Asuransi Jiwa dalam Prespektif Hukum Ekonomi Syariah

1 Oktober 2024   00:13 Diperbarui: 1 Oktober 2024   03:31 18
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Studi Kasus : Asuransi Jiwa Dalam Prespektif Hukum Ekonomi Syariah 

A. Kaidah Hukum Asuransi Jiwa Dalam Prespektif Hukum Ekonomi Syariah.

 1. Kaidah Larangan Riba (Bunga)

   - Asuransi jiwa dalam syariah harus bebas dari unsur riba, yaitu pengambilan keuntungan dari penambahan nilai yang tidak sesuai dengan ketentuan Islam. Premi yang dibayarkan oleh peserta asuransi tidak boleh diinvestasikan dalam sektor-sektor yang mengandung riba.

 2. Kaidah Larangan Gharar (Ketidakpastian)

   - Syariah melarang adanya gharar atau ketidakpastian yang berlebihan dalam transaksi. Dalam asuransi konvensional, terdapat unsur ketidakpastian mengenai jumlah klaim dan kapan klaim akan terjadi. Pada takaful, peserta dan perusahaan berbagi risiko, dengan akad atau perjanjian yang jelas mengenai pembayaran dan tanggung jawab.

 3. Kaidah Larangan Maisir (Perjudian)

   - Dalam asuransi konvensional, terdapat potensi unsur perjudian (maisir), karena pihak peserta dapat membayar premi tetapi tidak mendapat manfaat jika tidak ada klaim, sedangkan perusahaan asuransi mendapatkan keuntungan dari premi tersebut. Pada takaful, premi yang dibayarkan diakui sebagai bentuk tabarru' (dana sosial) yang digunakan untuk membantu peserta lain yang terkena musibah.

B. Norma Asuransi Jiwa Dalam Prespektif Hukum Ekonomi Syariah 

1. Norma Tabarru' (Dana Sosial)

Dalam asuransi jiwa syariah, norma tabarru' mengatur bahwa premi yang dibayarkan oleh peserta diakui sebagai sumbangan (tabarru') yang ditujukan untuk menolong peserta lain yang mengalami musibah. Peserta setuju untuk menyisihkan sebagian dana mereka untuk membantu sesama, sehingga prinsip tolong-menolong ini sesuai dengan ajaran Islam.

2. Norma Akad Syariah

Setiap transaksi asuransi jiwa syariah harus menggunakan akad (perjanjian) yang sesuai dengan syariah, seperti akad tabarru' dan mudharabah. Norma ini menuntut kejelasan dalam akad agar tidak ada pihak yang dirugikan. Misalnya, akad mudharabah digunakan ketika keuntungan investasi dari dana peserta dibagi berdasarkan kesepakatan.

3. Norma Keadilan (Al-'Adalah)

Prinsip keadilan merupakan norma penting dalam hukum syariah. Dalam asuransi jiwa syariah, norma ini mengharuskan semua transaksi dilakukan dengan adil dan transparan. Perusahaan asuransi harus mengelola dana peserta dengan amanah, dan setiap peserta mendapatkan hak yang sesuai dengan kontribusi yang mereka berikan.

C. Aturan Hukum Asuransi Jiwa Dalam Prespektif Hukum Ekonomi Syariah


1. Fatwa Dewan Syariah Nasional (DSN-MUI)
   - Fatwa DSN-MUI No. 21/DSN-MUI/X/2001 tentang Pedoman Umum Asuransi Syariah. Fatwa ini merupakan pedoman dasar mengenai asuransi syariah, termasuk asuransi jiwa, yang mengatur berbagai aspek seperti akad, pengelolaan dana, dan aturan investasi yang sesuai syariah.
   - Fatwa DSN-MUI No. 52/DSN-MUI/III/2006 tentang Akad Takaful dalam Asuransi Syariah, yang menjelaskan tata cara dan prinsip-prinsip akad dalam asuransi syariah. Dalam fatwa ini, akad yang digunakan dalam asuransi jiwa syariah harus berdasarkan konsep tolong-menolong (ta'awun) dan bebas dari unsur riba, gharar, serta maisir.

 2. Akad dalam Asuransi Syariah
   - Akad Tabarru' (Sumbangan): Dalam asuransi jiwa syariah, premi yang dibayarkan oleh peserta diakui sebagai sumbangan (tabarru'), yang akan digunakan untuk membantu peserta lain yang terkena musibah. Dengan adanya akad tabarru', peserta asuransi tidak lagi berorientasi pada keuntungan individu, melainkan saling membantu.
   - Akad Mudharabah (Bagi Hasil): Dana yang terkumpul dari peserta dapat diinvestasikan oleh perusahaan asuransi pada sektor-sektor yang halal. Keuntungan dari hasil investasi ini akan dibagi antara peserta dan perusahaan sesuai dengan nisbah (rasio pembagian) yang telah disepakati.

3. Peraturan Otoritas Jasa Keuangan (OJK)
   - Peraturan OJK No. 72/POJK.05/2016 tentang Tata Kelola Perusahaan yang Baik bagi Perusahaan Asuransi Syariah dan Unit Usaha Syariah. Peraturan ini mengatur tata kelola asuransi jiwa syariah agar sesuai dengan prinsip-prinsip syariah, termasuk dalam aspek pengelolaan risiko, manajemen investasi, dan transparansi.
   - Peraturan OJK No. 69/POJK.05/2016 tentang Perizinan dan Kelembagaan Perusahaan Asuransi Syariah dan Unit Usaha Syariah, yang mengatur aspek kelembagaan, perizinan, dan kewajiban perusahaan asuransi syariah dalam operasionalnya, termasuk kewajiban untuk mematuhi prinsip-prinsip syariah dalam setiap kegiatan bisnis.

 4. Pengawasan oleh Dewan Pengawas Syariah (DPS)
   - Setiap perusahaan asuransi syariah, termasuk yang menyediakan asuransi jiwa, diwajibkan memiliki Dewan Pengawas Syariah (DPS). DPS berfungsi untuk memastikan bahwa produk, layanan, dan investasi yang dilakukan oleh perusahaan asuransi sesuai dengan prinsip-prinsip syariah.
   - DPS juga memberikan nasihat dan bimbingan untuk menghindari transaksi yang melibatkan unsur riba, gharar, dan maisir, serta memastikan bahwa akad yang digunakan sesuai dengan ketentuan syariah.

D. Pandangan aliran hukum positivisme dan social jurisprodensi dalam Asuransi Jiwa dalam prespektif hukum ekonomi syariah

 
Pandangan aliran hukum positivisme dan social jurisprudence dalam konteks asuransi jiwa dalam perspektif hukum ekonomi syariah memberikan sudut pandang yang berbeda mengenai bagaimana asuransi jiwa dapat dipahami dan diimplementasikan sesuai dengan prinsip-prinsip syariah. Berikut adalah analisis dari kedua aliran hukum tersebut:


1. Pandangan Aliran Hukum Positivisme

   - Hukum Positivisme berfokus pada hukum yang bersifat formal, tertulis, dan terlepas dari nilai-nilai moral** atau keyakinan agama. Aliran ini menganggap hukum sebagai kumpulan aturan yang ditetapkan oleh negara atau otoritas berwenang, dan hukum harus dipatuhi karena kekuatan otoritas tersebut, tanpa memandang apakah aturan itu adil atau tidak secara moral.

   

   Dalam konteks asuransi jiwa syariah:

   - **Hukum Positivis** akan melihat aturan terkait asuransi jiwa syariah hanya berdasarkan pada peraturan formal yang ditetapkan oleh negara atau lembaga yang memiliki kewenangan, seperti Otoritas Jasa Keuangan (OJK) dan Undang-Undang Perasuransian.

   - Dari perspektif ini, selama asuransi jiwa syariah diatur oleh peraturan yang tertulis dan diterapkan oleh otoritas resmi, maka ia sah dan harus dipatuhi. Aspek religius atau moral syariah, seperti larangan riba, gharar, dan maisir, mungkin kurang dianggap relevan dalam pendekatan positivisme.

   - Positivisme tidak terlalu memedulikan apakah asuransi tersebut sesuai dengan nilai-nilai syariah, melainkan lebih kepada apakah asuransi tersebut sesuai dengan undang-undang yang berlaku. Jika hukum yang berlaku menetapkan prinsip-prinsip syariah dalam asuransi jiwa, maka itu diikuti karena telah menjadi hukum yang formal.


 Kritik dari Perspektif Positivisme terhadap Asuransi Syariah:

   - Aliran positivisme mungkin memandang penerapan prinsip-prinsip syariah dalam asuransi sebagai pengaruh dari luar sistem hukum yang formal. Positivisme dapat berargumen bahwa aturan-aturan agama seperti syariah tidak perlu menjadi dasar dari peraturan formal negara, kecuali telah ditetapkan secara resmi dalam undang-undang.

   - Dalam konteks ini, asuransi jiwa syariah dianggap sah selama berada dalam kerangka hukum yang diakui oleh negara, tanpa harus merujuk pada nilai-nilai moral atau keyakinan agama yang mendasarinya.


 2. Pandangan Aliran Social Jurisprudence

   - Social Jurisprudence adalah aliran yang melihat hukum sebagai instrumen sosial yang berkembang dan dipengaruhi oleh dinamika sosial, budaya, dan moral masyarakat. Aliran ini menekankan bahwa hukum harus mencerminkan kebutuhan, nilai, dan norma masyarakat serta berfungsi untuk mencapai keadilan sosial.

   

   Dalam konteks asuransi jiwa syariah:

   - Aliran Social Jurisprudence akan melihat asuransi jiwa syariah sebagai manifestasi dari kebutuhan masyarakat Muslim untuk memiliki instrumen perlindungan yang sesuai dengan nilai-nilai agama dan moral mereka.

   - Dari perspektif ini, penerapan prinsip syariah seperti larangan riba, gharar, dan maisir  dalam asuransi syariah dianggap penting, karena hukum harus mencerminkan nilai-nilai yang dianut oleh masyarakat yang mayoritas Muslim.

   - Social jurisprudence mendukung gagasan bahwa hukum ekonomi syariah, termasuk asuransi jiwa syariah, harus berkembang berdasarkan perubahan sosial dan tuntutan masyarakat yang menghendaki sistem keuangan yang sesuai dengan syariah. Hal ini termasuk pengelolaan dana yang bebas dari unsur haram, serta adanya keadilan dan transparansi dalam transaksi asuransi.


Kritik dan Kontribusi dari Perspektif Social Jurisprudence:

   - Social Jurisprudence akan mengkritik pendekatan positivisme yang kaku dan formalistik karena tidak memperhatikan nilai sosial dan moral yang berkembang di masyarakat. Dalam konteks ini, pendekatan hukum positivis mungkin dianggap terlalu terbatas karena tidak memedulikan konteks sosial dan religius dari asuransi jiwa syariah.

   - Social jurisprudence menekankan bahwa asuransi jiwa syariah adalah bagian dari perkembangan hukum yang responsif terhadap tuntutan masyarakat Muslim yang menginginkan produk asuransi yang sesuai dengan ajaran agama mereka. Oleh karena itu, pengaturan asuransi syariah harus memperhatikan konteks sosial dan keadilan yang diinginkan oleh masyarakat.

   - Dari perspektif ini, penerapan prinsip-prinsip syariah dalam asuransi jiwa dianggap penting karena mencerminkan keadilan sosial, kesejahteraan bersama, dan nilai-nilai Islam yang dipegang teguh oleh masyarakat.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun