Mohon tunggu...
Muhammad Yusuf Ansori
Muhammad Yusuf Ansori Mohon Tunggu... Petani - Mari berkontribusi untuk negeri.

Bertani, Beternak, Menulis dan Menggambar Menjadi Keseharian

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Kegamangan Anak Muda di Desa Peralihan

14 Maret 2024   21:07 Diperbarui: 14 Maret 2024   22:41 149
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Sayangnya, tidak setiap orang paham bahwa pembagian tugas lumrah adanya. Berdasarkan pengalaman saya, masih banyak orang tua yang tidak mengarahkan anaknya sesuai dengan minat dan bakat. Potensi alami manusia belum banyak diungkap. Mungkin karena tidak tahu apakah pengembangan diri dan potensi itu penting untuk sebuah profesi yang akan dijalani. 

***

Upaya ke arah sana bukan tidak ada sama sekali. Sekolah kejuruan atau pun pelatihan kerja sudah sering digelar. Namun, ada hal yang dilupakan. Pemuda tidak diberi alasan kenapa spesialisasi itu ada. Tidak terbentuk pola pikir jika penjurusan dibutuhkan oleh masyarakat dalam cakupan yang luas. Bukan karena "disuruh-suruh" Pemerintah setempat. 

Pemerintah hanyalah memberikan alternatif. 

Warga pun bukanlah objk dari seabrek kegiatan pembangunan dari semua lini. Itu hanyalah serangkaian alternatif yang ditawarkan. Pilihan ada dalam pikiran setiap warga. Tentu memilih dengan motif yang berbeda. 

Ketika saya berbicara tentang "warga" dalam perkara pembangunan di desa peralihan, hal yang dimaksud adalah semua orang yang memiliki kepentingan. Termasuk investor, warga kota yang jauh dari lokasi desa peralihan, karena semuanya akan terkena dampaknya andaikan kami tidak "ditangani" dengan baik. 

Kemacetan, kesemrawutan kota tentu imbas dari pola mobilitas warga kota-desa tidak lancar. Apabila Anda tinggal di sebuah apartemen pada wilayah Jakarta Pusat, bukan berarti tidak terhubung dengan warga desa sama sekali. Makanan yang dikonsumsi dan pakaian yang dikenakan bukti jika kami ada untuk Anda. Atau, Abang ojek daring yang mengantarkan pesanan makanan cepat saji adalah warga desa yang sedang "mengadu nasib" di kota besar. Cek saja KTP-nya!

Maksud saya, siapa pun dan di manapun Anda, cobalah untuk menawarkan aneka alternatif pilihan bagi warga di desa peralihan. Transfer informasi dengan segala saluran menjadi hal yang kami butuhkan. Ketika alternatif banyak tersaji maka ilusi tentang kegemerlapan kota bukan lagi satu-satunya titik tujuan. 

Ya, jika menjadi warga kota telah siap secara mental dan fisik, tidak apa. Lantas, bagaimana dengan orang-orang yang tidak pernah siap? Gagap kemudian malah menjadi korban dari kegamangan. 

----------

Bahan bacaan:

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun