Mohon tunggu...
Muhammad Yusuf Ansori
Muhammad Yusuf Ansori Mohon Tunggu... Petani - Mari berkontribusi untuk negeri.

Bertani, Beternak, Menulis dan Menggambar Menjadi Keseharian

Selanjutnya

Tutup

Money Pilihan

Memanfaatkan Harta Konglomerat

26 Desember 2018   08:12 Diperbarui: 27 Desember 2018   18:05 231
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Majalah Forbes sudah merilis daftar 50 Orang Terkaya di Indonesia 2018. Lantas, apakah daftar itu sekedar cara untuk "pamer kekayaan"? Saya pikir justru ini untuk meyakinkan bahwa Indonesia masih punya orang yang "bisa membangun negerinya sendiri". Hanya saja, apakah mereka mau menginvestasikan lebih banyak dananya untuk pembangunan nasional?

***

Investasi di Daerah

Di media sosial, saya merasa pusing juga membaca makian netizen pada konglomerat. Mereka dianggap serakah karena menguasai kekayaan Indonesia. Apalagi, jika makian itu sudah berbau SARA. Saya menjadi bertanya-tanya, benarkah mereka begitu? Apakah kekayaan para konglomerat itu tidak mempunyai "dampak positif" bagi pembangunan nasional?

Sebagian orang mungkin tidak paham bahwa negara ini menganut sistem demokrasi ekonomi dimana setiap orang mempunyai hak untuk mengembangkan usahanya. Sebagaimana demokrasi politik, "suara terbanyak" selalu menang!

Para konglomerat ini, bagaimanapun, dibutuhkan dalam sistem ekonomi yang sedang kita anut. Sayangnya, jurang kaya-miskin yang begitu dalam membuat iri kalangan masyarakat ekonomi bawah. Saya tidak tahu persis mengapa itu terjadi. Namun, saya menyaksikan sendiri betapa mereka "enggan" berinvestasi di daerah karena berbagai alasan.

 Setidaknya, di daerah saya begitu jarang perusahaan nasional yang beroperasi kecuali perusahaan jasa seperti perbankan dan perusahaan ritel seperti minimarket. Sedangkan perusahaan manufaktur yang bisa mempekerjakan banyak orang, masih sedikit.

Pembangunan daerah tanpa adanya investasi terlihat sangat lambat. Begitu banyak orang mendambakan pekerjaan yang berpenghasilan tinggi, maka orang desa berduyun-duyun pergi ke kota. Kota besar menjadi begitu sesak sedangkan desa-desa lengang tanpa pembangunan.

Apabila Presiden getol mengundang investor asing untuk menanamkan modalnya di Indonesia, apakah orang-orang kaya warganya sendiri tertarik berinvestasi? Investasi di daerah bukan sekedar cara untuk "menumpuk kekayaan", tetapi juga menggerakan kehidupan. Di desa, rentan terjadi kecemburuan jika ada perusahaan asing beroperasi. Namun, apabila pengusaha lokal dilibatkan maka diharapkan kecemburuan sosial bisa meredup. Investasi dengan niat yang tulus untuk membangun negeri, dalam operasionalnya tidak akan "menyerobot" hal-hak warga lokal. Justru, jika dijalankan dengan baik investasi akan "menolong" banyak orang untuk mengatasi masalah kehidupan sehari-hari.

Investasi pun perlu disertai empati. Dengan empati, investor tidak hanya berpikir tentang kepentingan dirinya sendiri tetapi juga berpikir kepentingan orang lain.

Apabila kemiskinan di pedesaan bisa diselesaikan dengan pola investasi, maka investor akan menjalankan perusahaan yang bisa "membantu menyelesaikan" masalah kemiskinan itu sendiri. Sistem bisnis yang dibangun, benar-benar melibatkan orang lokal baik sebagai karyawan atau penentu keputusan.

Investor tidak akan gegabah memanfaatkan potensi alam pedesaan, tetapi hanya sekedar menghancurkan. Begitulah, ketika investasi dipersepsikan sebagai "bentuk penjajahan gaya baru".

Investasi di sektor riil memang punya resiko tersendiri. Kalau sekedar berpikir untuk "mengamankan" kekayaan maka investasi di fortopolio lebih menjanjikan. Tetapi, prinsip "mengundang kekayaan dengan menolong orang" rasanya bisa diterapkan ketika berinvestasi di sektor riil.

Investasi sektor riil ini bisa dilihat secara kasat mata. Meskipun, masalah manajemen bisa "menghantui" kepastian usaha. Ya, anggap saja ini sebagai bentuk pembelajaran bagi orang-orang sekitar.

Orang desa perlu contoh bagaimana sebaiknya membangun. Para konglomerat ini adalah contoh kongkrit bagaimana sebuah perubahan struktur kehidupan bisa mengarah pada kesejahteraan.

Ada banyak teori yang mengatakan bahwa pembangunan daerah harus berawal dari inisiatif orang lokal. Namun, ketika inisiatif itu mandeg maka konglomerat itu harus punya inisiatif. Inisiatif itu datang karena ada besarnya harapan dan cita-cita akan kemajuan. Di daerah, apakah harapan itu ada?

Memperbanyak Kawasan Ekonomi Khusus

Kawasan ekonomi khusus bisa memperjelas arah pembangunan suatu kawasan. Dengan sebuah perencanaan yang khusus, maka arah pertumbuhan dan perkembangan suatu daerah bisa dikontrol. (Untuk lebih tahu tentang Kawasan Ekonomi Khusus)

Investasi di kawasan ekonomi khusus setidaknya memberikan sedikit kepastian. Berbeda, apabila suatu daerah tidak ditetapkan sebagai kawasan ekonomi khusus.  Pola perkembangan suatu daerah belum tentu bisa terarah dengan baik.

Apa yang telah diusahakan Pemerintah saat ini sebaiknya diperluas. Wilayah Indonesia yang sangat luas perlu pemetaan pembangunan yang melibatkan banyak pihak. Ketidakpastian pembangunan suatu wilayah menyulitkan banyak pihak termasuk investor sendiri untuk memperluas usahanya. Apabila pengusaha lokal enggan berinvestasi di daerah, maka dapat dimengerti jika mereka berinvestasi di luar negeri.

Pemetaan kawasan untuk berinvestasi jangan dianggap sebagai bentuk "penyerobotan" wilayah dari warga setempat. Pemetaan kawasan justru untuk mempercepat pembangunan. Konsep pembangunan tanpa bantuan investasi sepertinya kurang menggenjot pertumbuhan ekonomi.

Kawasan ekonomi khusus bisa menjadi "jalan pembuka" bagi masuknya ilmu pengetahuan dan teknologi yang bisa menggerakan ekonomi. Bukan saatnya lagi di daerah bertumpu pada sumberdaya alam.

Teknologi perlu disebar hingga ke pelosok. Namun, tentu saja teknologi hanya dimiliki oleh para investor atau Pemerintah yang punya kekuatan dana dan sumberdaya manusia. Teknologi terkadang seperti "mesin penyedot" sumberdaya alam di daerah, tetapi juga sebagai katalisator pembangunan dimana zaman sudah menuntut akan perubahan.

Menikmati Pembangunan

Di akhir tulisan ini, saya ingin mengajak pada semua pihak untuk bisa menikmati pembangunan bukan malah "menyesali" pembangunan. Persiapan untuk menghadapi maraknya investasi harus sudah dimulai sejak usia dini. Mengubah pola pikir bahwa investasi harus dimanfaatkan bukan dihamburkan mesti dimulai sejak saat ini. Apabila tidak ada persiapan, ketika waktunya telah datang jangan sampai kita hanya jadi penonton perubahan peradaban.

Sumber:

ML. Jhingan,  Ekonomi Pembangunan dan Perencanaan, Rajawali Pers, Jakarta: 1993.

Jimly Asshiddiqie, Konstitusi Ekonomi, Penerbit Kompas, Jakarta: 2010.

Yoshihara Kunio. Kapitalisme Semu Asia Tenggara. LP3ES. Jakarta: 1991.

kek.go.id

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun