Pencegahan yang dilakukan pada waktu itu adalah dengan melakukan pencampuran bahan-bahan rempah seperti kamphor, mint, pala, cengkeh, dan kemenyan pada udara busuk yang dihirup masyarakat. Bahan-bahan ini dibakar dan uapnya disebar untuk mensterilkan udara. Agar terhindar dari Black Death, dokter pada masa itu menggunakan topeng khusus yang berikan bahan rempah tersebut. Baju yang dipakai mereka merupakan bentuk awal dari pakaian Alat Pelindung Diri (APD) yang kita kenal sekarang.
Cara lain untuk mencegah wabah ini adalah dengan menahan para pelaut untuk tetap berada di kapal selama 30 hari sampai terbukti tidak sakit, dan dikenal dengan istilah trentino. Kemudian waktu penahanan diperlama menjadi 40 hari, dan dikenal dengan istilah quarantine asal mula kata yang digunakan untuk istilah karantina dalam menghadapi wabah.
Wawancara (20/04/2020) penulis dengan Drs. Teuku Abdullah, S.H., MA yang kerap disapa T.A Sakti, ia merupakan salah satu pegiat hikayat dan manuskrip Aceh, serta pensiunan dosen Pendidikan Sejarah, FKIP, Unsyiah. Rumahnya yang beralamat di Tanjung Selamat, Darussalam, seakan disulap jadi perpustakaan pribadinya dengan segudang buku-buku klasik, manuskrip, dan lembaran-lembaran hikayat yang tergolong usang. Masalah yang paling ditakuti dalam menjaga lembaran kertas usang adalah serangan kutu buku. T.A Sakti memiliki ramuan sakti yang dibeberkan kepada saya.
“Ramuan tersebut adalah dengan menaburkan cengkeh pada rak-rak buku. InsyaAllah kutu buku akan lari terbirit-birit mencium aroma cengkeh yang menyengat,” begitu ungkap T.A Sakti lelaki yang berusia 67 tahun, dan tergolong antik.
Penanggulangan wabah Plague of Justinian dan Black Death setidaknya menjadi acuan pembelajaran masyarakat dunia dalam menghadapi coronavirus dewasa ini. Setidaknya rempah-rempah pernah dijadikan obat untuk menangkal virus mematikan sebelum corona melanda (rempah yang lumbungnya ada di Indonesia negeri zamrud khatulistiwa).
Lantas kenapa kita sebagai orang Indonesia merasa risau menghadapi corona, dan seakan acuh terhadap manfaat dari rempah dalam menghadapi virus tersebut. Laksana tukang bangunan yang sibuk mencari pensil tukangnya, lupa ia, pensil tersebut disematkan di atas daun telinganya sendiri-. Belajar dari sejarah merupakan hal yang perlu, serta didukung oleh penelitian medis lanjutan untuk mengungkap kebenaran rempah sebagai obat penangkal virus yang telah merenggut ribuan nyawa manusia di muka bumi.
Sudah setahun lebih penduduk planet bumi hidup berdampingan dengan Covid-19. Kita hanya bisa berusaha dan berdoa, semoga bumi segera sembuh, perekonomian penduduk bumi kembali pulih, anak-anak kembali pintar setelah lama menetap di rumah tidak sekolah. Amin (7x).
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H