Mohon tunggu...
M Yusrizal
M Yusrizal Mohon Tunggu... Guru - Baguskan niat, kita akan selamat

M Yusrizal, ia lelaki yang dilahirkan di tepian rimba Sumatra, pedalaman Aceh. 'Abuzal' merupakan nama sapaan yang melekat untuknya. Masa kecil hingga remaja Abuzal habiskan dengan petualangan pedesaan, maklum ia dilahirkan dari keluarga petani. Tumbuh di kawasan dingin dan teduh telah melatih kepekaan Abuzal dalam berbagai bidang. Maka tak heran jiwa sastranya tumbuh 'lumayan' subur dibarengi dengan kegemarannya dalam berseni. Tak hanya itu, Abuzal juga peka terhadap pelestarian alam. Ia pernah bekerja sebagai jurnalis pada salah satu media lokal di Aceh, dan wara-wiri masuk-keluar hutan-kota melakukan liputan pers. Kini ia memilih jalan menjadi seorang pendidik di salah satu SMAN Kota Banda Aceh.

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Rempah Nusantara Mampu Tangkal Corona, Benarkah?

28 Mei 2021   15:01 Diperbarui: 28 Mei 2021   15:16 325
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Kepulauan Indonesia secara geografis merupakan jalur strategis dalam pelayaran yang menghubungkan dunia barat dan timur. Kapal-kapal para pedagang luar banyak melempar sauh dan berlabuh di berbagai kepulauan di Indonesia, inilah ihwal jalur perdagangan Indonesia menjadi jalur pelayaran ter sibuk tempo dulu. 

Bukan tidak beralasan Indonesia dikunjungi oleh para pedagang dari berbagai penjuru dunia, alasan historis yang sudah tidak asing lagi terdengar adalah dikarenakan Indonesia (Nusantara ketika itu) memiliki rempah sebagai komoditas pemikat bagi dunia. Kegunaan rempah ini sendiri dipergunakan untuk obat-obatan, bumbu masakan, serta untuk pengawetan makanan (dikarenakan pada musim dingin Eropa harus menyembelih semua binatang ternak, dan dagingnya diawetkan dengan rempah) bahkan mumi pada masa Mesir kuno diyakini diawetkan dengan rempah-rempah Nusantara.

Kegunaan rempah yang cukup vital bagi masyarakat dunia menyebabkan harga rempah di pasar Eropa sama dengan harga emas, sehingga timbul semboyan rempah sebagai "Emas Hitam dari Timur". Analoginya, segenggam rempah senilai dengan harga segenggam emas. Maka berlomba-lombalah bangsa Barat memburu rempah ke Nusantara dengan cara berdagang bahkan secara ekspansi kolonialisme.

Maluku Utara dinobatkan sebagai pusat dari rempah Nusantara, dengan hadirnya empat kerajaan besar sebagai bandar niaga; Ternate, Tidore, Jailolo, dan Makian. Dan Maluku Utara sendiri merupakan wilayah penghasil cengkeh nomor wahid di dunia.

Aceh kala itu juga tidak kalah dilirik pedagang dan negara kolonial, dengan komoditi rempah andalan berupa lada. Kekayaan lada di Aceh dapat disangkut pautkan dengan pepatah “troh kapai pula lada” (ketika kapal sudah merapat ke pelabuhan baru kita tanam lada). Persebaran lada di Aceh hampir menyeluruh, seperti halnya Aceh timur, Aceh Utara, Aceh Besar dan beberapa wilayah lainnya. Maluku Utara dan Aceh hanyalah contoh saja dari banyaknya daerah di Indonesia yang menghasilkan rempah, sehingga timbul pula semboyan The Spice Islands (pulau rempah-rempah) untuk Nusantara.

Pandemi dan rempah sebagai penangkal

Bumi sekarang sedang sakit, Coronavirus 2019 atau juga dikenal dengan COVID 19 seakan melumpuhkan aktivitas manusia di muka bumi, virus ini dikategorikan pandemi. Ilmuwan dunia kini sedang bersusah payah mencari vaksin penyembuh untuk virus mematikan tersebut, namun tampaknya belum juga membuahkan hasil yang 'menggembirakan' bagi kesembuhan bumi. Penyebaran virus ini cukup masif dan telah dinyatakan tiba di Indonesia pada 03/03/2020 (Kompas.com), dan sampai dengan 21/04/20 saja telah menjangkit 7.135 jiwa dan merenggut 616 nyawa penduduk Indonesia. Diakui atau tidak, virus ini menjadi momok yang menakutkan bagi siapa saja, ia akan melahap si kaya dan si miskin, si berpangkat dan si tidak berpangkat.

Menilik ke belakang mengenai pandemi yang pernah menyerang bumi sebelum corona. Kasus penyebaran penyakit pes dikarenakan bakteri Yersinia Pestis pertama sekali muncul pada tahun 542 Masehi di Konstantinopel, ibukota Kekaisaran Romawi. Pandemi ini diberi nama Plague of Justinian, sesuai dengan nama kaisar Romawi yang berkuasa pada saat itu, Justinianus I.  Plague of Justinian menyebar ke kawasan Afrika Utara, Timur Tengah, dan Eropa.

Konstantinopel merupakan kota termakmur dan terbesar di Eropa kala itu. Afrika Utara mengekspor berbagai komoditi ke Konstantinopel seperti kertas, minyak, gading, budak, hingga beras yang menjadi sarang favorit tikus dan kutu. Sesampainya di Konstantinopel tikus-tikus ini memasuki wilayah-wilayah kerajaan, yang menyebabkan kaisar pun terserang virus tersebut, beruntungnya ia menjadi salah satu yang selamat di antara 30-50 juta orang yang meninggal akibat virus Plague of Justinian. Pada saat itu dikenal istilah humorism treatment, yaitu perawatan secara alami dengan gaya hidup sehat. Keterbatasan medis membuat sebagian dari yang terjangkit memilih melakukan perawatan sendiri, seperti mandi dengan air dingin, memakai jimat dan cincin, dan menggunakan berbagai jenis obat dan bubuk khusus yang mengandung rempah-rempah.

Pada tahun 1347-1351 Masehi, Eropa kembali dilanda wabah pes yang disebut dengan Black Death (Maut Hitam). Wabah ini dinyatakan telah membinasakan sepertiga hingga dua pertiga populasi Eropa, atau sekitar 75-200 juta nyawa manusia di seluruh dunia. Penyakit pes yang mendunia ini disebabkan oleh bakteri Yersinia Pestis, berasal dari tikus-tikus yang menyelinap ke berbagai kapal dagang dan bersembunyi di berbagai muatan kapal.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun