Ajaran Ki Ageng Suryomentaram yang menekankan pentingnya pemahaman diri sebagai kunci kebahagiaan sejati (bedjo). Ia mengajarkan Kawruh Jiwa yang meliputi penerimaan diri, pengendalian nafsu, kesederhanaan, dan kebebasan batin. Prinsip "Enam SA" (sebutuhnya, seperlunya, secukupnya, sesungguhnya, semestinya, dan seenaknya) memberikan panduan hidup sederhana untuk mencapai keseimbangan dan ketenangan.
Selain itu, ajaran tentang "Mulur dan Mungkret" menyoroti dinamika keinginan manusia yang perlu dikendalikan agar hidup tidak terjebak dalam ambisi berlebihan atau kekecewaan. Filosofi ini relevan dalam kehidupan modern yang sering dipenuhi tekanan material dan status sosial.
Dalam konteks kepemimpinan, nilai-nilai seperti pengendalian diri melalui tirakat, kejujuran, kebijaksanaan, dan empati menjadi dasar penting. Konsep kepemimpinan Nusantara yang menekankan spiritualitas, integritas, dan hubungan harmonis dengan sesama serta lingkungan tetap relevan hingga saat ini.
Melalui ajaran ini, manusia diajak untuk menjalani hidup yang lebih damai, bermakna, dan berfokus pada nilai-nilai luhur yang membawa kebahagiaan sejati.
DAFTAR PUSTAKA
1. Suryomentaram, Ki Ageng. (1962). Kawruh Jiwa: Ajaran Tentang Pemahaman Diri dan Kebahagiaan Sejati. Yogyakarta: Penerbit Gaya.
2. Pohan, Robert. (2010). Filosofi Kepemimpinan dalam Tradisi Nusantara. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama.
3. Wijaya, R. D. (2015). Edukasi dan Etika Kepemimpinan dalam Konteks Tradisi Jawa. Surakarta: Universitas Sebelas Maret Press.
4. Mangkunegara IV. (1930). Serat Wedhotomo: Panduan Moral dan Etika dalam Kepemimpinan. Yogyakarta: Pustaka Suryanegara
5. Suryanto, G. (2008). Kearifan Lokal dalam Kepemimpinan dan Kehidupan Sosial Masyarakat Jawa. Malang: Penerbit Al-Qur'an.
6. Sujatmiko, S. (2003). Kepribadian dan Kepemimpinan dalam Konteks Budaya Indonesia. Bandung: Pustaka Cendekia.