Lalu apa contoh kata penutup yang seharusnya dikatakan oleh seorang penyiar?
 "Bagaimanakah kisah selanjutnya? Mampukah Brama Kumbara menghadapi Nyi Basinga yang memiliki ilmu kanuragan? Simak esok hari pada waktu dan gelombang yang sama di radio kesayangan anda," kata Basaruddin memberi contoh.
Terlepas dari semua itu, yang jelas, siaran radio adalah media penyampai informasi paling praktis dan cepat. Pangsa pasarnya tidak terbatas, mencakup seluruh lapisan masyarakat. Oleh karena itu, dipastikan bahwa siaran radio cukup tepat digunakan sebagai media kampanye budaya sadar bencana.Â
Dalam kondisi darurat bencana pun sudah terbukti, radio sebagai sumber informasi utama warga. Kenapa? Siaran radio mampu menjangkau pendengar di kawasan terdampak bencana. Bahkan, melalui gelombang MW atau SW jangkauan siarannya akan sampai ke kawasan terpencil sekalipun.Â
Oleh karena itu, saya sependapat dengan Kepala BNPB Willem Rampangilei yang mengatakan dalam acara Kompasiana Nangkring di Graha BNPB, Selasa (6/6/2017) lalu, bahwa "radio dapat digunakan sebagai penyambung hidup atau lifeline ketika krisis dan saat bencana terjadi."Â
Akhirnya, semua kita berharap semoga ADB2 menyisakan kesan dan pesan mendalam bagi masyarakat. Dan, sekaligus berhasil menumbuh kembangkan budaya sadar bencana bagi seluruh rakyat Indonesia. Salam tangguh!
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H