Saya serahkan KTP kepada resepsionis, tidak lama kemudian, lelaki muda itu menyerahkan buku tabungan berkulit hijau muda. Langkah pertama yang saya lakukan adalah memeriksa saldo tabungan, berapa lagi gerangan dana yang tersisa ditabungan saya? Mata saya terbelalak melihat angka Rp 914.149 tercetak dihalaman tabungan itu. Saya tanya kepada si resepsionis itu: “Apakah angka ini tidak salah?” Dia menyatakan “tidak, pertambahan saldo itu berasal dari bagi hasil atau musyarakah.”
“Hebat,” kata saya sambil menyalami si resepsionis. Hari itu, tanggal 30 Mei 2014, saya telah membuktikan kehebatan bank syariah sebagaimana disampaikan oleh narasumber DR H Saparuddin Siregar. Teori dan dalil yang dijelaskan dalam sosialisasi Management of Sharia Rural Bank sangat tepat dan tidak meleset sama sekali. Atas hasil itu, tiga hari kemudian, saya menambah saldo tabungan dan konsisten menempatkan uang pada BPRS Renggali sampai detik ini.
Paling menarik adalah pertambahan angka bagi hasilnya. Setiap bulan pasti berbeda, terkadang naik dan sering juga turun. Contohnya, saldo saya terakhir Rp 24.113.943, pernah angka bagi hasil hanya Rp 97.769. Namun, pada bulan berikutnya naik mencapai Rp 170.308. Perbedaan itu memperlihatkan bahwa terjadi pasang surut laba usaha yang diperoleh si nasabah, orang yang diberi pembiayaan. Kalaupun satu saat kita tidak memperoleh bagi hasil, harus dipahami, barangkali si nasabah sedang mengalami kerugian. Itulah resiko dari prinsip “laba sama dirasa buntung sama ditanggung.” Pastinya, aku makin mencintai keuangan syariah!
Saran
Dalam SEBI Nomor 10/14/2008 disebutkan bahwa “bank sebagai mitra usaha dapat ikut serta dalam pengelolaan usaha sesuai dengan tugas dan wewenang yang disepakati seperti melakukan review, meminta bukti-bukti dari laporan hasil usaha yang dibuat oleh nasabah berdasarkan bukti pendukung yang dapat dipertanggungjawabkan.”
Bank dapat ikut serta dalam pengelolaan usaha artinya bank dapat menempatkan seorang konsultan bisnis untuk mendampingi nasabah dalam mengelola usahanya. Tugas konsultan bisnis ini membantu nasabah dalam hal pembukuan, manajemen keuangan, pengelolaan usaha secara benar, sampai kepada pemasaran.
Keberadaan konsultan bisnis itu, selain sebagai langkah antisipatif mengurangi resiko kerugian, juga sebagai upaya meningkatkan profesionalitas si nasabah. Pasalnya, sebagian besar nasabah BPRS atau bank syariah lainnya adalah pedagang kecil, petani, usaha industri rumah tangga maupun usaha kecil menengah. Tentu saja pengetahuan bisnis mereka masih sangat minim. Umumnya, roda bisnis dikelola secara “bakat alam” dan pengalaman belaka, bukan dengan ilmu dan pengetahuan bisnis.
Disamping itu, kehadiran konsultan bisnis akan membuka lapangan kerja baru bagi lulusan sekolah bisnis [ekonomi]. Kehadiran mereka sekaligus sebagai perpanjangan tangan bank untuk mengawasi kesepakatan penggunaan pembiayaan. Bagi penerima pembiayaan, konsultan bisnis menjadi “guru,” tempat bertanya dan berkonsultasi. Diyakini, dikemudian hari para penerima pembiayaan ini akan tumbuh menjadi pengusaha profesional.
Lalu, dari mana sumber dana untuk menggaji konsultan bisnis itu? Dari prosentase dana bagi hasil bagian bank sesuai hasil kesepakatan, bukan bagian nasabah. Artinya, makin besar laba yang peroleh nasabah makin besar [peluang] bagi hasil yang akan diterima bank. Imbasnya apa? Dengan sendirinya akan terdongkrak prosentase fee [gaji] yang diterima oleh konsultan bisnis, termasuk dana bagi hasil untuk penabung. Menarik bukan?
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H