Mohon tunggu...
Syukri Muhammad Syukri
Syukri Muhammad Syukri Mohon Tunggu... Administrasi - Menulis untuk berbagi

Orang biasa yang ingin memberi hal bermanfaat kepada yang lain.... tinggal di kota kecil Takengon

Selanjutnya

Tutup

Money Pilihan

Laba Sama Dirasa Buntung Sama Ditanggung

30 April 2016   11:14 Diperbarui: 2 Mei 2016   08:27 314
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sebaliknya, pembiayaan menurut UU Nomor 21 Tahun 2008 tentang Perbankan Syariah adalah penyediaan dana atau tagihan yang dipersamakan dengan itu berupa: [a] transaksi bagi hasil dalam bentuk mudharabah dan musyarakah; [b] transaksi sewa menyewa dalam bentuk ijarah atau sewa beli dalam bentuk ijarah muntahiya bittamlik; [c] transaksi jual beli dalam bentuk piutang qaradh; dan [e] transaksi sewa menyewa jasa dalam bentuk ijarah untuk transaksi multijasa berdasarkan persetujuan atau kesepakatan antara bank syariah dan/atau unit usaha syariah [UUS] dan pihak lain yang mewajibkan pihak yang dibiayai dan/atau diberi fasilitas dana untuk mengembalikan dana tersebut setelah jangka waktu tertentu dengan imbalan ujrah, tanpa imbalan, atau bagi hasil.

Perbincangan makin menarik manakala narasumber membahas pembiayaan musyarakah. Landasan hukumnya adalah Fatwa DSN-MUI Nomor 08/DSN-MUI/IV/2000 tanggal 13 April 2000, Peraturan Bank Indonesia [PBI] Nomor 9/19/PBI/2007 dan Nomor 10/16/PBI/2008, serta Surat Edaran Bank Indonesia [SEBI] Nomor 14/10/DPbS tanggal 17 Maret 2008. Dalam Fatwa DSN-MUI, musyarakah didefinisikan sebagai pembiayaan berdasarkan akad kerjasama antara dua pihak atau lebih untuk suatu usaha tertentu, dimana masing-masing pihak memberikan kontribusi dana dengan ketentuan bahwa keuntungan dan resiko akan ditanggung bersama sesuai dengan kesepakatan. Sementara menurut PBI dan SEBI, pembiayaan mudharabah adalah penyediaan dana atau tagihan yang dipersamakan dengan itu berupa transaksi bagi hasil dalam bentuk musyarakah.

Dari sisi pelaku, menurut SEBI Nomor 10/14/2008, bank dan nasabah masing-masing bertindak sebagai mitra usaha dengan bersama-sama menyediakan dana dan/atau barang untuk membiayai suatu kegiatan usaha tertentu. Bagaimana dengan modal? [1] Pembiayaan atas dasar akad musyarakah diberikan dalam bentuk uang dan/atau barang, serta bukan dalam bentuk piutang atau tagihan; [2] Dalam hal pembiayaan atas dasar akad musyarakah diberikan dalam bentuk uang harus dinyatakan secara jelas jumlahnya; [3] Dalam hal pembiayaan atas dasar akad musyarakah diberikan dalam bentuk barang maka barang tersebut harus dinilai atas dasar harga pasar [net realizable value] dan dinyatakan secara jelas jumlahnya.

Kemudian, pembagian hasil usaha dari pengelolaan dana dinyatakan dalam bentuk nisbah yang disepakati. Nisbah bagi hasil yang disepakati tidak dapat diubah sepanjang jangka waktu investasi, kecuali atas dasar kesepakatan para pihak.

Bagaimana bentuk pembagian keuntungan? Pembagian hasil usaha berdasarkan laporan hasil usaha nasabah berdasarkan bukti pendukung yang dapat dipertanggungjawabkan. Lalu, bagaimana jika mengalami kerugian? Bank dan nasabah menanggung kerugian secara proporsional menurut porsi modal masing-masing.

Paling menarik terkait dengan manajemen. Dalam hal ini, nasabah bertindak sebagai pengelola usaha dan bank sebagai mitra usaha dapat ikut serta dalam pengelolaan usaha sesuai dengan tugas dan wewenang yang disepakati seperti melakukan review, meminta bukti-bukti dari laporan hasil usaha yang dibuat oleh nasabah berdasarkan bukti pendukung yang dapat dipertanggungjawabkan.

Saldo Tabungan Bertambah

Sejenak saya tercenung mendengar penjelasan itu, sungguh sebuah pola kongsi yang saling tidak menindas. Pola ini sering ditemukan dalam kehidupan sehari-hari masyarakat di pedesaan, terutama kongsi antara petani dan pemodal. Teringat pada waktu menyerahkan aplikasi pembukaan tabungan, si resepsionis pernah menanyakan: bapak bersedia dana ini digunakan untuk pembiayaan musyarakah? Saat itu saya tidak paham maksud pertanyaan itu, tetapi saya mengangguk. Atas dasar anggukan itu, si resepsionis mencontreng kotak kecil pada aplikasi tersebut. Ternyata musyarakah yang dimaksud oleh si resepsionis adalah pola bagi hasil.

Esoknya, saya mengacak-acak bundel dokumen di lemari rumah untuk mencari kertas putih berlipat tiga. Akhirnya, saya menemukan kertas putih yang sudah mulai kusam, itulah buku tabungan pada BPRS Renggali. Dihalaman buku tabungan itu hanya tertulis sebaris, pertanda setoran pertama sebesar Rp 500 ribu. Dengan buku tabungan ini, saya ingin membuktikan pernyataan narasumber tadi, benarkah saldo tabungan saya masih tetap sejumlah itu?

“Tolong dicek saldonya,” pinta saya kepada resepsionis BPRS Syariah yang kantornya sudah pindah ke Jalan Mahkamah Takengon.

“Ini buku lama, bisa minta tolong KTP bapak. Saya akan ganti dengan buku baru,” jelas resepsionis.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun