[caption id="attachment_322985" align="aligncenter" width="560" caption="Kopi arabika Gayo dari Takengon Aceh sedang dinaikkan kedalam truk untuk diekspor ke Minneasota USA"][/caption]
Dalam perbincangan dengan seorang eksportir kopi asal Aceh Tengah, bulan lalu, kompasianer dan Isjet (community editor Kompasiana) masing-masing disuguhkan secangkir espresso. Kopi hitam pekat dengan krema coklat muda yang masih mengapung dipermukaan cangkir, menebarkan aroma sangat tajam. Tentu, aroma harum yang berasal dari cangkir putih itu tidak terlepas dari kualitas bahan bakunya yang berasal dari kopi specialty.
Isjet yang tidak terbiasa menyeruput kopi specialty, gagal menghabiskan secangkir one of the best coffee itu. Lelaki berdarah Betawi tersebut mengakui, dia tidak terbiasa menyeruput kopi yang cukup kental itu tanpa diberi gula. Meskipun ditambah sejumlah gula, rasa pahitnya tetap ada. Memang meminum kopi pahit merupakan pekerjaan para penikmat kopi.
Si eksportir (maaf namanya tidak saya sebutkan) sangat memahami tentang masih banyaknya peminum kopi yang belum mampu menikmati rasa kopi yang sesungguhnya. Kenapa? Mereka selama ini terlanjur meminum “merek kopi,” bukan cita rasanya. Padahal, bahan baku untuk kopi bermerek itu banyak yang dipasok oleh si eksportir itu. Dia tahu persis mutu fisik kopi yang dipasok ke pabrik-pabrik itu.
Kemudian, si eksportir mengajak kami untuk melihat bahan baku yang sering dipasoknya ke pabrik-pabrik itu. Dia menunjuk sisa kopi sortiran. Di Takengon, sisa sortiran ini disebut pesel.
“Mutu fisik kopi ini grade 4b. Beda dengan yang kita minum tadi, itu kopi specialty, diatas grade 1, kopi tanpa biji cacat,” ungkap eksportir itu.
Menurut si eksportir, orang yang belum pernah menikmati sajian kopi di cafe-cafe yang terdapat di Takengon, umumnya mengatakan kopi bermerek itu lebih enak. Itu hak konsumen, tambah si eksportir. Namun, jika ingin menikmati sajian kopi specialty dengan harga murah, Takengon tempatnya.
Benar yang dikatakan si eksportir. Bahan baku kopi untuk cafe-cafe modern yang makin bertaburan di Kota Takengon, semuanya menggunakan biji kopi tanpa nilai cacat. Pengelola cafe di kota dingin itu memang sudah bertekad untuk menyajikan kopi high quality kepada penikmat kopi yang berkunjung ke sana.
[caption id="attachment_322986" align="aligncenter" width="300" caption="Diantara tumpukan kopi arabika Gayo yang siap ekspor"]
Lalu, anda minum kopi grade berapa? Kalau anda minum kopi di cafe-cafe internasional yang menjual secangkir espresso dengan harga selangit, boleh jadi bahan bakunya adalah grade 1. Sebaliknya, jika anda minum kopi sachet dengan harga yang cukup murah, tidak tertutup kemungkinan bahan bakunya berasal dari biji kopi grade 4b, grade 5 atau grade 6.