Mohon tunggu...
Muhammad Syauqi
Muhammad Syauqi Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

Student of Faculty of Social and Political Sciences UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Ikhwanul Muslimin: Kajian Sejarah dan Analisis dalam Perspektif Politikal-Saintifik

20 Desember 2022   23:20 Diperbarui: 20 Desember 2022   23:27 752
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Dalam situasi gemilang ini, gerakan dari Ikhwanul Muslimin malah dibekukan oleh pemerintahan Mesir.Muhammad Fahmi Naqrasyi selaku Perdana Menteri Mesir pada saat itu menganggap bahwa Ikhwanul Muslimin diduga telah menyerang orang-orang Inggris dan Yahudi.Pada 1949 pemimpin gerakan ini yakni Hasan Al-Banna meninggal dunia dengan dibunuh oleh seseorang yang tidak diketahui identitasnya.Di tahun berikutnya, pemerintah Mesir melakukan rehabilitasi terhadap Ikhwanul Muslimin yang pada saat itu dipimpin oleh Hasan Al-Hudhaibi.

Fase Revolusi (1952-1954), Pada fase akhir ini Ikhwanul Muslimin memfokuskan pergerakannya dalam sifat revolusi untuk mengusut kematian dari pemimpinnya yakni Hasan Al-Banna.Ikhwanul Muslimin seringkali mengalami konflik dengan pemerintah Mesir karena perbedaan pandangan ideologis.

Pada tahun 1954, Ikhwanul Muslimin memiliki tujuan lain yakni edukatif politis dimana gerakan tersebut menjadikan kegiatan politik sebagai upaya dalam pembentukan mobilitas dan target politik tertentu.Eksistensi gerakan ini pada akhirnya meredup setelah ditumpas pemerintah Mesir di tahun 1965 karena diduga sebagai dalang dari pembunuhan Presiden Gamal Abdul Nasser.Hingga di tahun 1980-an, trend  gerakan Ikhwanul Muslimin kembali pada pamornya dikarenakan organisasi ini kembali menjadi organisasi Islam terbesar dan terkuat serta berupaya kembali masuk ke politik dan menduduki kursi parlemen.

Analisis Perspektif Politikal-Saintifik

Tak dapat dipungkiri keberhasilan yang diperoleh Ikhwanul Muslimin telah mengantarkan Islam kedalam titik kebangkitan kejayaanya kembali.Di tengah Hegemoni dari Barat dengan kolonialismenya, Ikhwanul Muslimin sukses menandingi dominasi arus westernisasi dengan menyebarkan semangat Daulah Islamiyah ke seluruh penjuru kawasan Timur Tengah bahkan seluruh dunia.Fenomena gerakan Ikhwanul Muslimin sendiri secara tidak langsung merupakan bentuk implementasi dari teori-teori mengenai gerakan sosial dan politik.

Dalam teorinya, gerakan sosial dan politik terbentuk atas beberapa perspektif yakni antara lain adalah Resource Mobilization, Value-Added, Assembling Perspective, Emergent-Norm Perspective, dan New Social Movement.Namun dalam fenomena gerakan Ikhwanul Muslimin kajiannya hanya berfokus pada empat perspektif saja karena pada New Social Movement aspek kajiannya menitikberatkan pada permasalahan hak asasi manusia bukan pada aspek sosial-politik.

Resource Mobilization, dalam perspektif ini suatu gerakan sosial atau politik muncul ketika kondisi dari seseorang yang memiliki akses pada sumber daya yang memungkinkan dirinya dapat mengorganisasikan suatu gerakan.Teori ini dikemukakan oleh John Mc Carthy dan Mayer Zald pada tahun 1977.Konteks sumber daya yang dimaksud disini merujuk kepada sumber daya manusia yang dimana hal ini merupakan faktor penting dari terciptanya suatu gerakan.

Pada fenomena gerakan Ikhwanul Muslimin, Hassan Al-Banna merupakan seorang yang memiliki kuasa atas sumber daya manusia yang dimana membuat dirinya mampu untuk melakukan mobilisasi terhadap masyarakat Mesir dengan tujuan untuk pengorganisasian Ikhwanul Muslimin.Dirinya memiliki pengaruh yang kuat atas dinamika yang terjadi di Mesir pada saat itu dan juga sebagai pemantik dari gerakan Ikhwanul Muslimin.

Value-Added, perspektif ini memandang bahwa pengembangan dari gerakan sosial atau politik memerlukan suatu kondisi-kondisi tertentu.Teori ini pertama kali dikemukakan oleh Neil Smelser pada tahun 1962.Dalam teori ini, disebutkan bahwa gerakan sosial merupakan sebuah implikasi atas perubahan sosial yang terjadi dengan cepat.Smelser menyebut bahwa terdapat enam hal yang diperlukan untuk dapat memunculkan Collective Action.Keenam hal itu antara lain adalah kondusifitas struktural, ketegangan struktural, keyakinan umum, faktor pencetus, mobilisasi aksi, dan kontrol sosial.

Pada fenomena gerakan Ikhwanul Muslimin, keenam hal dalam perspektif Value-Added dapat diidentifikasi sebagai berikut:

  • Kondusifitas Struktural, struktur lapisan dari masyarakat Mesir semuanya menerima ideologi yang disebarkan oleh Ikhwanul Muslimin sehingga tidak menimbulkan perbedaan pandangan dalam pemahaman ideologisnya.Sehingga hal tersebut memunculkan situasi kondusif di dalam struktur masyarakat.
  • Ketegangan Struktural, dalam situasi ini masyarakat Mesir tengah mengalami permasalahan sosial yang cukup serius dimana hal tersebut berdampak pada struktur sosial serta sistem sosial di Mesir.Permasalahan tersebut adalah dampak dari kolonialisme yang terjadi di Mesir.
  • Keyakinan Umum, hegemoni dari kaum Barat melalui kolonialisme berdampak pada kondisi psikologis dari masyarakat Mesir.Kolonialsme melahirkan suatu keyakinan umum yang dimana dimensinya bukan hanya pada kawasan Mesir melainkan seluruh kawasan Timur Tengah bahkan seluruh dunia.Bentuk keyakinan umum dalam konteks ini adalah keinginan untuk terbebas dari jeratan kolonialisme Barat.
  • Faktor Pencetus, diidentifikasi dalam fenomena gerakan Ikhwanul Muslimin bahwa faktor pencetus dari gerakan tersebut karena kuatnya hegemoni kekuasaan Barat di kawasan Timur Tengah pasca keruntuhan kekhalifahan Ottoman Turki.
  • Mobilisasi Aksi, Hassan Al-Banna menyebarluaskan pengaruh Ikwanul Muslimin melalui berbagai cara seperti pembangunan sarana dan prasarana, kajian dan ceramah, penerbitan majalah dan surat kabar, dan lainnya.Hal ini dilakukannya agar dapat melakukan framing terhadap seluruh masyarakat Muslim di seluruh dunia untuk melakukan perlawanan terhadap kaum Barat.
  • Kontrol Sosial, Gerakan Ikhwanul Muslimin ini pada akhirnya direspon secara keras oleh pemerintahan Mesir dengan membekukan gerakan tersebut karena dinilai terlalu ekstrim dan anarkis.

Assembling Perspective, teori ini memiliki pandangan bahwa individu dalam sebuah kelompok gerakan sosial atau politik merupakan individu yang rasional dan independen, sedangkan kerumunan adalah kelompok yang secara aktif melakukan tindakan untuk tujuan kolektif.Teori ini pertama kali dikemukakan oleh Mc Phail dan Miller pada tahun 1973.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun