Mohon tunggu...
Humaniora

Islam, Indonesia, dan Generasi Milenial

1 Januari 2018   15:00 Diperbarui: 4 Februari 2018   12:05 31109
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Dunia informasi dan telekomunikasi yang canggih telah membawa perubahan yang sangat drastis kepada generasi muda kita. Perubahan ini mulai kita rasakan dari cara berkomunikasi, berbagai kemudahan akses terhadap informasi sampai cara kita berpikir dan respons kita terhadap permasalahan yang ada. Selama perubahan ini menguntungkan kita, tidak ada yang perlu dikhawatirkan. Namun, justru perubahan ini terkadang membawa kita menjadi makhluk yang bodoh dan cenderung pemalas. Kita terlalu asyik menikmati semua hasil penemuan generasi sebelumnya, sehingga merasa cukup dan terbiasa. Di sinilah tantangan kita untuk bangkit dari lembah kehancuran ini.

Generasi Millennial atau generasi Y adalah generasi penerus yang menurut penelitian dimulai oleh generasi yang lahir sejak tahun 1980 sampai tahun 2000. Itu berarti, setelah 37 tahun berlalu dapat dipastikan sekitar 87% populasi penduduk bumi sekarang didominasi oleh generasi millennial. Karakter yang dimiliki oleh generasi muda ini juga cenderung khas. Karakter mereka sangat berbeda dari generasi sebelumnya mulai dari budaya, sikap, tingkah laku dan hal lainnya. Hal ini disebabkan Karena generasi ini sedikit banyaknya tinggal menggunakan apa yang sudah ditemukan oleh generasi sebelumnya, yaitu generasi X. Maka generasi ini juga disebut dengan generasi muda penduduk bumi. 

Generasi muda suatu umat atau bangsa menjadi tolak ukur terhadap nasib dan masa depan dari umat atau bangsa tersebut. Jika kita ingin melihat kekuatan dan ketahanan suatu umat dan bangsa, maka lihatlah dari kualitas generasi muda yang mereka miliki. Jika generasi muda mereka baik, maka pastilah kekuatan mereka juga baik dan sulit untuk dipengaruhi oleh ideologi atau pemikiran bangsa atau umat lainnya. Namun sebaliknya, jika generasi muda suatu bangsa atau umat buruk, maka dapat dipastikan mereka sangat rentan dengan kehancuran dan mudah untuk dipengaruhi oleh ideologi bangsa atau umat lain.

Karena itu, bila kita cermati lebih lanjut gerakan-gerakan musuh Islam dalam memerangi Islam adalah dengan menghancurkan generasi mudanya terlebih dahulu. Caranya adalah mereka gencar dalam memperkenalkan budaya mereka yang bertentangan dengan ajaran Islam hingga generasi muslim tertarik dan terjerumus ke dalamnya. Bila generasi suatu umat atau bangsa rusak, maka untuk menghancurkannya tidak perlu menggunakan perang senjata dan angkatan perang. Inilah yang dipesankan oleh Napoleon Bonaparteketika dia dan pasukannya memenangkan perang salib dari kaum Muslim, bahwa satu-satunya cara berperang dengan generasi Muslim adalah dengan cara perang pemikiran.

Selanjutnya, ini menjadi hal yang sangat penting dan menarik untuk dibahas. Mulai dari mengapa hal ini dapat terjadi, bagaimana kondisi umat pada zaman keemasan Islam sedang berlangsung dan bagaimana nikmatnya hidup pada zaman sains dan teknologi Islam sedang berkembang dengan pesat sampai bagaimana kondisi umat di tengah zaman yang rentan ini.  Terlepas dari ingin mengingatnya kembali, justru hal ini dapat menjadi sesuatu yang dapat kita petik pelajaran dari padanya. Dengan membahas kembali, kita ingin agar pemuda Islam bangkit dengan cara mempelajari konsep ilmu keislaman dan menentang penjajahan ideologi bangsa barat yang jelas-jelas memecah umat Muslim di seluruh dunia.

Berkaca pada sejarah, salah satu faktor melemahnya Islam adalah runtuhnya kekuasaan Khilafah di berbagai kekuasaan negara di dunia pada zaman keemasan Islam. Ada 2 nilai inti dari konsep Khilafah ini yang nilainya hilang dari pemuda Islam pada saat itu: Pertama, nilai pemahaman pemuda Islam dari konsep-konsep keislaman, yang kedua adalah memudarnya nilai penerapan dari nilai-nilai keislaman yang diwariskan kepada pemuda Islam. Inilah titik kehancuran fondasi Islam dan terbukanya pintu untuk negara barat memasuki dan memengaruhi pemuda Islam dengan ideologi yang mereka bawa.

MEMUDARNYA KONSEP KEISLAMAN PADA PEMUDA

Hilangnya konsep pemahaman nilai Islam menjadi salah satu inti permasalahan yang lambat laun akan membawa Islam ke gerbang kehancuran. Penulis ibaratkan konsep pemahaman ini sebagai batu bata yang akan menjadi fondasi sebuah rumah mewah. Tentunya, batu bata yang kita perlukan adalah batu bata berkualitas, yang bentuknya rapi dan simetris, tidak mudah rapuh dan cukup kuat untuk membangun dinding yang kokoh.

Yang jika kita ditanya mengapa memilih batu bata yang ini ketimbang batu bata yang lain, kita akan tahu jawabannya dengan yakin. Kira-kira seperti itulah konsep yang seharusnya ada dalam setiap jiwa pemuda Islam. Konsep yang akan menjadi penjaga keimanan dan kekuatan dari nilai Islam pada pemuda selaku generasi muda Islam. Yang akan memberikan alasan yang kuat mengapa mereka mempertahankan konsep keislaman seperti itu. Di sinilah letak kekuatan konsep keislaman yang seharusnya dipertahankan oleh generasi muda Islam dari dulu.

Kelemahan pemahaman ini antara lain berkenaan dengan nas-nas ajaran Islam, Bahasa Arab dan ketidaksuaian praktik ajaran Islam dalam realitas kehidupan. Ketiga bentuk pelemahan ini juga diperparah dengan intensifnya serangan-serangan budaya dan peradaban barat yang bertentangan dengan budaya dan ajaran Islam, di tengah melemahnya budaya dan peradaban Islam itu sendiri. Masuknya budaya dan peradaban barat ini meliputi hampir setiap aspek kehidupan dalam konsep pemerintahan Khilafah itu sendiri.

Cara barat meyakinkan umat Islam dengan ideologi yang mereka bawa juga terkesan unik. Mereka menyampaikan bahwa peradaban dan budaya barat tidak bertentangan dengan budaya dan peradaban Islam itu sendiri. Mereka meyakinkan bahwa peradaban barat akan menyempurnakan peradaban Islam dan tidak akan menghapuskannya dari keberadaan masyarakat, hingga akhirnya pemahaman umat terhadap Islam makin melemah. Buktinya adalah umat mulai melegalkan hukum barat di negaranya, menakwilkan riba dan membuka bank-bank, memberhentikan penegakan hudud dan mengambil gantinya dari undang-undang barat.

Adapun kelemahan dalam penerapan Islam, salahnya penerapan konsep keislaman pada aspek kehidupan. Diantaranya ialah, maraknya partai-partai politik yang menggunakan kekuatan militer sebagai basis kekuatan partai dan menjaga kekuasaan, bukan berorientasi pada dukungan umat. Seperti golongan Arbaiyah yang menduduki Persia dan Irak serta menjadikan wilayah ini sebagai sentral kekuasaannya. Lalu dari sini mereka menggulingkan kekuasaan dan menjadikan Bani Hasyim sebagai penguasanya.

Di samping itu, kelemahan lainnya tampak dari pemberian otoritas yang besar dan luas kepada para Wali (Gubernur) di berbagai wilayah. Hal ini menjadikan Khalifah memberikan wewenang dan otoritas yang sangat luas kepada para Wali sehingga mereka mengatur wilayah mereka sendiri secara independen, terlepas dari pusat. Hubungan dengan pusat hanya sebatas formalitas, seperti doa kepada Khalifah di mimbar Jumat, pencetakan mata uang atas namanya, pengiriman kharaj kepadanya, dan sebagainya.

Dua inti permasalahan inilah yang mengantarkan Islam pada gerbang kehancuran. Dimulai dari kurangnya pemahaman konsep keislaman pada umat, terlebih pada kaum pemudanya, hebatnya gempuran barat dengan membawa peradaban dan budaya mereka ditengah-tengah kaum muslim, hingga memudarnya hukum-hukum Islam dari penerapan pada internal Islam itu sendiri dan kurangnya kewaspadaan gempuran hukum-hukum barat pada zaman keemasan Islam itu sendiri. Hingga detik-detik saat hancurnya Islam ditandai dengan bubarnya Khilafah Islamiyah terakhir di Turki tahun 1924 Masehi oleh Mustafa Kemal Attaturk.

AWAL MULANYA KEHANCURAN KEKHALIFAHAN DI TURKI

Mustafa Kemal Attaturk merupakan dalang dan pengkhianat di balik kejatuhan Kerajaan Utsmaniyah dan pembubaran Khilafah Islamiyah pada umumnya. Ia lahir 12 Maret 1881 di Salonica, tempat yang merupakan kota orang Yahudi yang mempunyai penduduk sejumlah 140.000 orang. Sejak kecil, ia sangat dibenci dan disisihkan oleh teman-temannya.

Ia tumbuh oleh didikan ayahnya yang sedari dulu sangat membenci agama dan orang-orang Arab, terlebih membenci Islam. Ia juga merupakan seorang militer Turki yang melakukan konspirasi dengan pihak Barat untuk menjatuhkan Khilafah Islamiyah dan menjadikan Turki sebuah Republik yang berdasarkan ideologi sekuler, yaitu Ideologi yang memisahkan urusan agama/supernatural dari urusan kenegaraan atau politik. Ideologi ini sangat berbahaya dalam sebuah sistem pemerintahan negara, terlebih Ideologi ini sangat bertentangan dengan sistem Khilafah dan berpotensi menghancurkan Khilafah Islamiyah itu sendiri dari sebuah negara.

Pada akhirnya, tanggal 3 Maret 1924 M setelah menjalani pendekatan-pendekatan kenegaraan dan pengaruh individual bermuka dua terhadap Kerajaan Utsmaniyah, serta memberi harapan yang besar kepada Barat untuk menghapuskan kerajaan ini, secara resmi Khilafah Islamiyah dibubarkan. Pembubaran ini secara tidak langsung akan menjatuhkan kekuatan terbesar umat Islam dan menjadi titik awal hancurnya umat di seluruh dunia. Pada tanggal ini, Kemal Attaturk juga menerapkan beberapa perubahan drastis, di antaranya:

  • Mengumumkan pemisahan agama dari urusan kenegaraan (sekularisme)
  • Menutup mahkamah-mahkamah Syariah
  • Menghapus jabatan Menteri Syariah dan Menteri Auqaf (Menteri Wakaf dan Dakwah)
  • Menghapuskan Khilafah selama-lamanya dan mengambil seluruh hartanya
  • Mengusir Khalifah Abdul Majid II serta semua keluarganya dari Turki.

Kejatuhan Khalifah Islamiyah untuk selama-lamanya, secara keseluruhan memberi dampak yang amat besar bagi umat Islam dari berbagai aspek hingga hari ini. Di antaranya identitas umat Islam, agama, sosial, undang-undang, pendidikan, ekonomi, bahasa, kesatuan, pemikiran umat Islam, serta sistem Pemerintahan.

Pada dasarnya, kekhalifahan Islamiyah ini bukan hanya milik Turki semata. Perjuangan Khilafah yang telah menjadi identitas umat sejak di mulainya Khalifah pertama dengan terpilihnya Abu Bakar Shiddiq (Sahabat Nabi) sebagai pengganti Rasulullah SAW. Beliaulah sebagai Khalifah pertama yang diikuti oleh Khalifah kedua Umar bin Khattab, selanjutnya bertahun hingga berabad silih berganti, hingga sampailah Khalifah terakhir Abdul Majid II sebelum dilakukan pembubaran oleh Kemal Attaturk di Turki. Dengan hilangnya kekhalifahan Islamiyah, hilanglah pula identitas umat yang sudah dibangun semenjak Kekhalifahan Abu Bakar Shiddiq.

KONDISI UMAT DI INDONESIA

Di Indonesia pun berita penghapusan Khalifah telah sampai dan mendapat respons dari ulama dan tokoh pergerakan umat Islam pada saat itu. Pada Mei 1924, dalam kongres Al-Islam II yang diselenggarakan oleh Syarikat Islam dan Muhammadiyah, persoalan tentang pengganti Khalifah pun menjadi topik pembicaraan kongres. Dalam kongres yang diketuai oleh Haji Agus Salim ini diputuskan bahwa untuk meningkatkan persatuan umat Islam maka kongres harus ikut aktif dalam usaha menyelesaikan persoalan Khalifah yang menyangkut kepentingan seluruh umat Islam di dunia. Semenjak kongres ini dilakukan, mulai banyak pergerakan-pergerakan Islam yang bermunculan seperti Syarikat Islam, Al-Irsyad, Muhammadiyah dan menyusul kemudian Nadhatu Ulama.

Jauh sebelum detik-detik penghapusan dan pembubaran Khalifah oleh Kemal Attaturk, umat di Indonesia sudah gencar-gencarnya membahas kekhalifahan tersebut. Ini dikarenakan, sejak awal Kemal Attaturk berkuasa di Turki, banyak kebijakan-kebijakan kontroversial yang dilakukan oleh Kemal Attaturk, seperti membatasi pergerakan Muslim di Turki, lebih banyak berkoalisi dengan Barat ketimbang negara Arab, membenci Agama dan Bahasa Arab, serta pada akhirnya Ia secara resmi memberhentikan Khilafah di Turki. Ini membuat umat di Indonesia mempersiapkan langkah guna mengantisipasi kehancuran sistem Khilafah dan meneruskan perjuangan Khalifah Abdul Majid II. Umat juga kebingungan disertai kewaspadaan terkait siapa yang akan menggantikan Khalifah Abdul Majid II. Mereka tidak hanya memiliki hasrat untuk terlibat dalam perbincangan ini, namun umat berkewajiban untuk memperbincangkan dan mencari penyelesainya.

Saat gagasan penegakan Khalifah muncul, umat di Indonesia sedang berada di zaman pergerakan Nasional. Organisasi-organisasi pergerakan umat yang muncul tadi menjadi wadah perjuangan mereka untuk berjuang melawan penjajahan Belanda. Berbeda dengan perjuangan generasi sebelum mereka yang melakukan perlawanan melalui kontak fisik dan bersenjata, maka generasi umat ini pun melakukan perjuangan dengan adu pemikiran dan intelektual.

Perjuangan umat dengan cara yang modern ini dilakukan dengan berdiskusi melalui Muktamar-muktamar dalam organisasi. Dengan cara lakukan diskusi, umat dengan tepat dapat menyelesaikan permasalahan yang ada. Ditambah, kekuatan media dan siaran-siaran yang menyiarkan kegiatan mereka membantu menyebarluaskan informasi yang akan dikirimkan kepada umat banyak di dalam negeri dan umat banyak melakukan koordinasi dengan gerakan-gerakan keislaman dari negeri lain.

Koordinasi dengan gerakan dari luar negeri ini pun menghasilkan terlaksananya sebuah kongres dunia Islam di Kairo dengan mengundang perwakilan dari seluruh umat Islam di Dunia. Umat Islam di Indonesia harus terlibat dalam kongres di Kairo ini dengan mengirimkan utusan ke kongres tersebut. Untuk maksud tersebut, maka dibentuk suatu badan khusus bagi perjuangan Khilafah di Indonesia bernama Comite-Chilafat dengan ketua Wondosoedirdjo dari Organisasi Syarikat Islam dan Wakil Ketua K. H. Abdul Wahab Hasbullah dari kalangan tradisi yang kemudian menjadi salah seorang pendiri Nadhatu Ulama.

Aspirasi umat Islam di Indonesia Pergerakan Khilafah ini terus menyebar di Indonesia. Kesadaran tentang urgensi perjuangan Khilafah terus diopinikan. Hal itu di upayakan dengan membentuk cabang-cabang Comite-Chilafat di berbagai wilayah di Indonesia dan dengan diadakannya pertemuan-pertemuan yang membahas Khilafah di beberapa kota.

Bertahun-tahun suara perjuangan kekhilafahan di suarakan demi tidak memudarnya identitas umat Islam di Tanah Air. Berbagai latar belakang organisasi keislaman dan ormas mencari penyelesaiannya dan berusaha menemukan kembali jati diri umat yang di hancurkan oleh rezim Kemal Attaturk di Turki dengan cara yang lebih modern. Kekuatan intelektual dan cara berpikir umat Islam menjadi prioritas, sampai akhirnya umat dihadapi dengan tantangan yang baru.

Tantangan dimana umat Islam harus berperang habis-habisan gempuran informasi dari Barat dan mudahnya bagi Barat menyusupkan ideologi-ideologi mereka yang bertentangan dengan Syariat Islam di era globalisasi. Meskipun Indonesia tidak menerapkan syariat Islam ini dan memilih untuk menjadi Negara Hukum, namun yang harus diperhatikan adalah jumlah mayoritas penduduk Muslim di negeri ini sangat lah banyak. Tidak mengherankan, ini menjadi suatu tantangan bukan hanya penduduk muslim di negara ini, namun ini juga menjadi tantangan bagi pemerintah Indonesia.

Yang menjadi pertanyaan selanjutnya adalah bagaimana generasi muslim Millennials di Tanah Air menjaga dan mempertahankan dua pilar utama dari kekuatan Islam di zaman mereka. Mau tidak mau, mereka ini harus menghadapi kenyataan bahwasanya budaya dan peradaban Barat tidak dapat dibendung lagi. Mereka harus memiliki benteng pertahanan yang lebih kuat ketimbang generasi pendahulu mereka. Mereka harus memutar otak mencari cara bertahan di tengah arus modernitas ini, bukan hanya mempertahankan nilai pemahaman dan konsep penerapan hukum Islam, namun mereka harus menyampaikannya dengan cara yang dapat diterima masyarakat modern, tidak melalui kekerasan dan menunjukkan kasih sayang Islam ke seluruh umat manusia.

Faktanya, masih banyak umat Muslim di Tanah Air tidak memahami konsep-konsep ini dan pemerintah belum sepenuhnya mendukung. Pengetahuan mereka sangat lemah, bahkan kebanyakan dari mereka tidak tahu identitas agama mereka sendiri. Terkadang mereka malu untuk menunjukkan bahwa "AKULAH ISLAM". Mereka terlalu bangga untuk menggunakan identitas Barat yang modern. Padahal, Islam dan Modernitas berjalan beriringan tidak ada kontradiksi di antaranya. Islam di ciptakan timeless, berlaku untuk semua zaman dan cocok untuk diterapkan kapan pun dan di negara mana pun.

Buktinya, masih banyak generasi muda Indonesia yang tertarik untuk menempuh pendidikan di sekolah formal milik pemerintah ketimbang menempuh pendidikan di pondok pesantren. Mereka lebih menyukai kebebasan ketimbang mendapatkan ilmu agama yang konstan diberikan di pondok pesantren. Padahal, di sinilah seharusnya letak basis kekuatan umat di Indonesia. Pemerintah sepatutnya mulai memperhatikan penuh keberadaan pondok pesantren yang ada di Indonesia dan mendukungnya, tidak membedakan bentuk dukungan tersebut dengan sekolah formal pemerintah seperti SD, SMP, dan SMA Negeri. Misalnya memberikan jumlah beasiswa yang sama kepada santri-santri yang ada di Indonesia dan kesempatan yang sama untuk mereka melanjutkan Pendidikan ke dalam maupun luar negeri. Bukan tidak mungkin, justru santri-santri di Indonesia kemudian yang akan membawa pengaruh besar kepada perubahan bangsa.

Di sisi lain, kondisi generasi muslim muda di Indonesia jauh dari kata baik. Pasalnya, mereka terlalu banyak mengadopsi budaya dari luar. Mereka hanyut dalam arus globalisasi dan lupa dari mana mereka berasal. Mulai dari cara berpakaian, tingkah laku, sopan santun seakan hilang bertahap dari jiwa muda muslim di Indonesia. Perlahan mereka meninggalkan budaya berpakaian Islam yang sopan dan lebih senang menggunakan budaya berpakaian dari Barat yang terkesan terbuka. Mereka beranggapan bahwa berpakaian Islam itu ketinggalan zaman dan berpakaian mengadopsi Barat menunjukkan modernitas.

Di sisi lain, keadaan ini pun bertambah buruk dengan pemanfaatan waktu yang kurang. Generasi Millennial ini cenderung terlalu sering menatap gadget mereka. Keadaan ini di sebabkan karena mereka tidak mau ketinggalan dengan informasi yang ada di gadget mereka. Kebanyakan dari orang yang mengakses gadget ini menggunakan sosial media yang kurang bermanfaat untuk mengisi waktu luangnya. Hal ini sebenarnya wajar, karena generasi ini hidup di lingkungan yang beda dari generasi X sebelumnya dimana pemanfaatan teknologi masif dilakukan untuk memudahkan hidup. Tetapi, hal ini tidak wajar jika hal ini sampai mempengaruhi kualitas Iman dari seorang Muslim, lebih-lebih waktu mereka banyak tersita untuk gadgetnya.

Konteks jati diri sebagai Muslim seharusnya tidak goyang dengan adanya teknologi seperti ini. Generasi Muslim Millennials harus mampu menjaga kualitas diri dan iman mereka. Ada tiga hal yang harus dijabarkan terkait prioritas seorang generasi muda muslim dalam pemanfaatan teknologi. Yang pertama adalah dunia spiritual mereka, yang kedua di dunia nyata, yang ketiga adalah di dunia digital.

Di dunia nyata, mestinya generasi ini tetap melakukan hubungan sosial dengan lingkungan sekitar mereka.  Tidak boleh gadget membuat muslim yang berkualitas menjadi anti-sosial, tidak memedulikan keadaan lingkungan sekitar mereka. Tetap hormat kepada orang dituakan, berperilaku baik kepada orang lain dan menjaga orang yang lemah. Tetap mencintai majelis dan berkumpul dengan orang-orang yang saleh.

Dan yang ketiga, tugas seorang muslim di dunia digital adalah berdakwah. Ini lah pemanfaatan yang luar biasa dari teknologi dan ini membantu Islam secara umum. Pada dasarnya, sosial media sangat menarik bagi generasi muda ini dan menjadi wadah yang sangat bagus untuk menyebarkan informasi secara cepat ke siapa pun dan dimana pun. Dan kekuatan sosial media ini juga menjadi jembatan antara ustaz atau ahli agama kepada jamaahnya, karena secara tidak langsung sosial media menghubungkan langsung kedua pihak ini dan penyampaian materi Agama Islam pun lebih masif.

Jangan lupa dengan mengikuti informasi-informasi kajian dan ilmu seputar Islam di dunia maya. Banyak informasi yang dibagikan di internet mengenai informasi kajian ini termasuk jadwal, pembicara dan tempat dilaksanakannya. Dengan begini, maka seorang muslim dapat terus menjaga kualitasnya sebagai Islam sejati dan bermanfaat untuk diri sendiri dan orang lain.

Terkadang, memanfaatkan teknologi tidak hanya dibutuhkan penggunaan yang bijak, tetapi kita harus menjadi muslim yang cerdas dalam mengakses informasi yang luas di internet. Ini dikaitkan dengan kondisi Indonesia belakangan marak munculnya situs palsu atau sumber yang tidak dapat dipercaya sebagai sumber Ilmu Islam. Orang-orang yang tidak bertanggung jawab berusaha memecahbelah umat di Indonesia dengan membuat situs palsu yang mengatasnamakan Islam. Bahayanya, jika hal ini tidak diperhatikan oleh muslim dan mereka mengakses informasi yang salah maka hal ini dapat menghancurkan fondasi konsep keislaman. Akibatnya, mereka akan memperdebatkan hal-hal yang seharusnya tidak diperdebatkan mengenai konsep Islam itu sendiri.

Hal terakhir yang perlu diperhatikan adalah generasi muda muslim di Indonesia harus bersatu dan tidak gampang dipengaruhi oleh pihak yang menginginkan kehancuran Islam. Ini berkaca dari banyaknya kasus-kasus di negara Timur Tengah yang notabene adalah negara Islam. Mereka berhasil di adu domba oleh pihak Barat dan menyebabkan mereka memperdebatkan hal yang tidak penting dan memusuhi sesamanya. Padahal, dulunya mereka ini sangat kuat dan susah untuk dipengaruhi oleh pihak mana pun karena mereka sangat berpegang teguh pada nilai-nilai keislaman.

Setelah negara Barat berhasil mempengaruhi mereka, bukan tidak mungkin mereka sedang mengintervensi Indonesia, negara dengan populasi Muslim terbanyak di dunia. Mereka pun akan menargetkan pemuda muslim Indonesia terlebih dahulu dengan teknologi yang melalaikan, karena mereka percaya bahwa kekuatan suatu negara ditentukan oleh generasi mudanya.

Sekarang, negara yang sedang bangkit menghapuskan sekularisme adalah Turki. Di bawah pimpinan Recep Tayib Erdogan, Turki mulai menghapuskan peraturan yang bertentangan dengan Syariah Islam yang telah diterapkan selama bertahun-tahun. Erdogan percaya bahwa kekuatan Turki berada di tangan umat, dan ia percaya dengan kekuatan itu dia bisa menghentikan rencana negara-negara Barat beserta sekutunya untuk menghancurkan Islam.

Demikianlah penjelasan mengenai perjalanan kekhilafahan di muka bumi dan siapa saja yang terlibat di dalamnya. Sejarah Islam tidak akan pernah hilang. Cukuplah sejarah kelam kekhilafahan di muka bumi menjadi pelajaran yang tidak akan terulang lagi. Waktunya generasi muslim Millennials aktif dalam merubah dunia dan membawa Islam kepada zaman kejayaan dan maju seperti zaman Abbasiyah. ISLAM INDONESIA DAN GENERASI MILLENNIALS.

PALEMBANG, 1 JANUARI 2018

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun