Secepat kilat lelaki itu melompat ke samping. Berguling-guling. Tubuh hitam itu pun terus mengejar. Semakin cepat. Mengunci langkah lawannya. Jurang dalam menganga lebar di belakang. Dia terjebak. Satu langkah saja mundur ke belakang, maka habislah riwayatnya. Tapi dia belum mau mati. Di benaknya tak ada terbayang cara lain untuk menyelamatkan diri.
Bayangan hitam itu tiba-tiba berhenti menyerang. Tubuhnya tepat berdiri tiga langkah di hadapan lelaki itu. Sorot matanya tajam. Bersinar seolah menyimpan bara dendam membara.
"Apa maumu, hei orang misterius?!" tanya lelaki itu. Napasnya tersenggal-senggal.
Makhluk bertubuh hitam itu tak menjawab. Ia mengepal tangannya. Terdengarlah suara gemeretak jari kedua tangannya yang kekar.
"Aku Biju! Kuingatkan untuk pertama dan terakhir kali, jangan kau dekati lagi Putri Anai. Kalau tidak, kau akan dapati tubuhmu menjadi tengkorak di bawah jurang itu!" Suara lelaki bertubuh hitam itu lantang. Menggelegar bak halilintar di telinga lelaki itu.
Setelah mengucapkan kata-kata itu, lelaki bernama Biju itu melesat ke belakang. Melompati popon-pohon. Lalu menghilang di tengah pekatnya malam. Ilmu meringankan tubuhnya sangat sempurna.
Lelaki itu masih diam di tempatnya. Tiba-tiba saja dia terduduk. Keletihan. Peluh membasahi tubuhnya. Golok masih terselip di pinggangnya yang terasa remuk.
"Biju!" Gumam lelaki itu.
* * *
" Putri Anai, kau cantik sekali," lelaki itu melingkarkan tangannya yang kekar ke pinggang perempuan di hadapannya. Menatap gadis itu penuh nafsu.
"Ah, Rangga, jangan…." Perempuan itu menggeliat. Seperti ular. Ranjang kayu dalam bilik gubuk itu berderit.