Mohon tunggu...
Muhammad Subhan
Muhammad Subhan Mohon Tunggu... -

Muhammad Subhan, seorang jurnalis, penulis dan novelis. Editor beberapa buku. Tinggal di pinggiran Kota Padangpanjang. Bekerja di Rumah Puisi Taufiq Ismail. Nomor kontak: 0813 7444 2075. Akun facebook: rahimaintermedia@yahoo.com, email aan_mm@yahoo.com. Blog: www.rinaikabutsinggalang.blogspot.com.

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana

Cinta Regu Badak (30)

21 Desember 2011   06:54 Diperbarui: 25 Juni 2015   21:57 137
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Novel. Sumber ilustrasi: PEXELS/Fotografierende

Pagi itu bapak mengeluarkan sepeda ontanya. Bapak berbaju kemeja dan bercelana panjang kain kasar yang dia jahit sendiri waktu menjadi tukang jahit di Medan. Sejenak bapak memeriksa ban sepeda ontanya, apakah baik-baik saja atau kurang anginnya. Sepeda itu masih baik. Bapak kemudian menyuruhku naik di tempat duduk bagian belakang. Bapak mengayuh sepeda itu pelan.

“Hati-hati di jalan, Pak,” teriak ibu melepas kepergian kami.

Bapak membunyikan bel sepedanya yang bersuara kring-kring. Sepeda itu terus melaju keluar Kampung Jawa Lama. Terus ke jalan besar yang di kiri kanannya berdiri rumah-rumah batu, beberapa diantaranya terdapat kedai-kedai kopi yang di halamannya duduk kaum bapak menikmati kopi pagi sembari membaca koran Serambi Indonesia. Koran itu satu-satunya koran di Aceh yang sangat diminati.

Sesampainya di simpang Masjid Raya, bapak menurunkan aku. Bapak menunggu sejenak angkot jurusan Ujongblang. Aku dinaikkan bapak ke dalam angkot itu. Bapak juga memberi sedikit uang untuk jajan dan ongkos pulang. Setelah angkot yang kutumpangi jalan, bapak terus mengayuh sepedanya ke Jalan Perdagangan, tengah kota Lhokseumawe, beraktivitas seperti hari-hari biasa, sol sepatu.

Kurang setengah jam sampailah angkot yang aku tumpangi itu di depan rumah Darmawi di Ujongblang. Rumah itu terlihat lengang. Entahlah apa ada orang atau tidak. Yang pasti ayah Darmawi sedang bekerja di bengkelnya. Ibunya yang kutahu bekerja di ladang orang. Tapi biasanya ibunya ada di rumah.

Aku berdiri di muka pintu dan pelan mengetuknya sembari mengucapkan salam. Tiga kali aku ketuk pintu tak juga dibuka. Jangan-jangan rumah Darmawi memang kosong. Tapi kemana anak itu?

Karena lama menunggu tak juga dibuka pintu, aku memutuskan hendak pulang. Tapi dari samping rumah itu muncullah ibu Darmawi yang tersenyum ramah kepadaku. Aku salami orangtua itu dan menanyakan apakah Darmawi ada di rumah atau tidak.

“Darmawi ada di kamarnya. Lagi tidur. Masuklah,” ujar Ibu Darmawi sembari mempersilakan aku masuk.

Aku mengangguk lalu masuk dan duduk di kursi tamu yang terbuat dari rotan.

“Sebentar, ibu panggilkan Darmawi ya?”

Orangtua itu masuk ke dalam kamar Darmawi. Terdengar pelan suaranya memanggil nama Darmawi. Terdengar juga suara anak itu menyahut. Sesaat hatiku gembira mendengar suara kawanku itu lagi.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun