“Uang yang ibu simpan untuk bayar kontrakan rumah, Pak. Bagaimana baiknya?” jawab ibu setelah berpikir panjang.
Giliran bapak yang diam.
“Kalau bapak pakai dulu, bagaimana?”
“Aku khawatir kalau bapak tidak dapat mengembalikannya karena sepekan lagi uang kontrakan harus kita bayar. Bapak juga baru memulai usaha, tentu butuh waktu agar pelanggan mengenal usaha Bapak. Apakah Bapak sudah dapat tempat dimana Bapak membuka usaha?”
“Sudah, Bu. Bapak dapat tempat di sebuah gang di samping musala di antara pertokoan di Jalan Perdagangan, arah ke Pusong Baru. Bapak sudah dapat ijin. Doakan semoga tidak ada penggusuran sehingga Bapak dapat terus berusaha,” jawab Bapak.
“Baiklah, Bapak pakai saja dulu uang kontrakan rumah. Semoga kita ada rezeki untuk membayarnya,” jawab Ibu.
Mendengar itu bapak senang sekali. Bapak berjanji akan sungguh-sungguh bekerja. Kalau ada rezeki nanti bapak ingin membeli sepeda angin lagi. Sebab berjalan kaki dari Kampung Jawa Lama ke tengah kota di Jalan Perdagangan itu memakan waktu setengah jam. Tentu capai sekali bapak jika setiap hari berjalan kaki. Kasihan bapak. Tapi sungguh aku bangga pada bapakku yang semangat kerjanya sangat tinggi. (bersambung)
Catatan: Novel ini belum pernah dipublikasikan. Pertama di Kompasiana.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H