“Ya, kalau siang di sini panas sekali.”
Bapak sibuk mengemasi barang bawaan kami yang tak banyak. Kondektur membantu. Ibu berdiri di sudut sebuah warung di dalam terminal. Wajah ibu kelihatan letih sekali. Sisa kesedihan masih terpancar di wajahnya.
“Kita akan tinggal di mana, Pak?” tanyaku lagi.
Sekilas Bapak memandang ke arahku. Bapak tidak menjawab.
Aku alihkan pandangan menatap terminal Lhokseumawe yang tak begitu ramai. Terminal itu tidak sebesar terminal di Medan.
Setelah barang-barang diturunkan semuanya, bapak mendekati ibu. Kami berdiri beberapa saat lamanya di samping sebuah warung di dalam terminal. Bapak seperti menunggu seorang.
“Sampai kapan kita di sini, Pak?” tanya ibu.
“Tunggulah, kita cari tumpangan ke rumah kawanku,” jawab Bapak.
“Jauh, Pak?” tanya ibu lagi.
Bapak tak menjawab.
Di kota itu bapak punya seorang kawan yang dulu bersama-sama datang dari Medan mencari kerja di Aceh. Kerja tak didapat, tapi akhirnya kawannya itu menetap dan berdagang kecil-kecilan di Lhokseumawe. Ke rumah kawannya itulah kami hendak menuju.