Apakah dengan memperingati hari pendidikan nasional akan merubah kesejahteraan guru honorer? Tanya asrul dalam hati. Mimik wajahnya terbesit kekesalan.
Bahkan statmen masyarakat yang pernah terdengar ditelinga Asrol. "Menjadi guru itu semakin menderita maka semakin berjasa dan pahalanya semakin berlimpah".  Mungkin karena berakarnya gambaran penderitaan seorang guru dijaman dulu hingga terbentuk brand menjadi guru itu harus hidup kere.
Tentu kita masih ingat lagu Iwan Fals yang berjudul "Oemar Bakrie" yang gajinya selalu dikebiri. Tapi hal itu tidak berlaku untuk guru PNS. penghasilan guru pegawai negeri sipil saat ini sudah lumayan tinggi.
Di berlakukanya peserta didik belajar dirumah oleh pemerintah tentu sangat mempengaruhi penghasilan Asrol Salim. Kini Asrol harus memutar otak, bagaimana solusi agar dapur tetap ngebul dan kesehatan tetap terjaga dari paparan virus Corona. Maka Ia putuskan untuk mencari tambahan kerja dengan kembali kealam (back to nature).Â
Maksudnya adalah ia mencari kerja sampingan dengan mengais rezeki disela sela tanggung jawabnya sebagai  guru honorer di masa pandemik ini dengan kembali menjadi buruh panen kelapa sawit.
Asrol mencari penghasilan tambahan dengan cara "Brondol". apa itu brondol?
Kata brondol tentu sangatlah asing ditelinga kita. Karena di dalam kamus besar bahasa Indonesia kata "brondol" tidak ada ditemukan artinya.  Brondol berasal dari bahasa daerah (jawa) artinya terlepas atau tercabuti.Â
Maka arti "brondol sawit" adalah mengumpulkan buah sawit yang terlepas dari tandannya. Buah kelapa sawit berupa biji yang terlepas dari tandan sawit disebut "brondol sawit" Â
Asrol tinggal di kabupaten Paser. Kabupaten ini merupakan penyumbang defisa Negara pada sektor perkebunan. Kabupaten paling selatan propinsi Kalimantan Timur ini merupakan daerah penghasil buah kelapa sawit dan minyak kelapa sawit disebut coconut palm oil (CPO).
Luas lahan perkebunan kelapa sawit dikabupaten ini adalah 181.503,25 Hektar. Hampir 40% perekonomian masyarakatnya mengandalkan hasil kebun kelapa sawit.
Sudah jatuh tertimpa tangga, itulah yang dialami Asrol. Sebagai guru honorer sekolah tentu penghasilan tidak mencukupi kebutuhan hidup. Ironisnya lagi, Ia pun tidak memiliki kebun kelapa sawit. Karena untuk membeli lahan kebun kelapa sawit harus merogoh kocek seharga 150-200 Juta per kapling (2 Hektar).