Mohon tunggu...
Muhammad Solihin
Muhammad Solihin Mohon Tunggu... Guru - Seorang pemimpi dan Pengembara kehidupan

Hidup adalah cerita dan akan berakhir dengan cerita pula. muhammad solihin lentera dunia adalah sebutir debu kehidupan yang fakir ilmu dan pengetahuan. menapakin sebuah perjalanan hidup dengan menggoreskan cerita kehidupan.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Cerpen | Geger Sang Guru Pembunuh

11 Mei 2020   21:29 Diperbarui: 12 Mei 2020   01:18 177
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Petugas pos segera menyerahkan surat itu dan langsung berpamitan meninggalkannya.

Sulastri membuka surat resmi itu. Pengirim surat tertera jelas dari Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia. Bergegas ia membuka surat itu. Ternyata isi surat adalah pengumuman hasil lomba karya ilmiah guru berprestasi tingkat nasional. Suaminya menjadi juara pertama pada ajang bergengsi itu. Begitu senang hati Sulastri. Aku harus segera menyampaikan ini kepada mas Geger di sekolah. Ungkap Sulastri dalam hati.

Bergegas Sulastri ke sekolah tempat suaminya bertugas. Dipacu sepeda motor matic biru tua miliknya. Ia berharap suaminya akan senang mendengar berita dari surat yang baru diterimanya. Alhamdullilah, Impian suamiku bertemu presiden akan segera terwujud, gumamnya dalam hati.

Tidak membutuhkan waktu lama, Sulastri sampai di sekolah. Tapia ada yang aneh, Pemandangan disekolah tidak seperti biasa. Ada begitu banyak polisi bersenjata lengkap bersiaga di depan ruang kepala sekolah. Sulastri pun penasaran dibuatnya. Melangkah  kakinya menuju keruangan itu. Alangkah terkejutnya ketika menemukan suaminya berdiri dengan membawa sebilah pisau dapur bersimbah darah segar yang menetes pada sela jari-jari tanganya. Terlihat tubuh kepala sekolah terkapar dilantai dengan tusukan luka yang tidak dapat terhitung jumlahnya. Seketika tangan Sulastri bergetar melihat pemandangan tragis itu. Amplop coklat yang dipegangnya terjatuh kelantai dan teriak histeris keluar dari mulutnya.

“aahhhhhhhh…!”

Tubuh Sulastri pun lunglai, seakan limbung kehilangan keseimbangan dan akhirnya terjatuh tak sadarkan diri. Geger hanya diam terpanah melihat tubuh istrinya menghantam lantai keramik. Polisi terus mengarahkan moncong senjata kearahnya menunggu perintah eksekusi, melepaskan timah panas kearah tubuhnya.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun