Balikpapan, (19/04/1981.) Telah terjadi kecelakaan laut diteluk Balikpapan. Sebuah Kapal ferry Samudra Borneo karam, setelah menabrak kapal tangker pengangkut batu bara. Semua penumpang kapal ferry tidak ada yang terselamatkan. Bahkan hingga berita ini dilangsir, kapten kapal tidak ditemukan jasadnya. Apakah ia masih hidup atau sudah tiada.
Sekilas berita yang aku baca dalam sebuah surat kabar diterbitkan oleh Suara Borneo. Koran itu diterbitkan tahun 1981. Saat peristiwa itu aku masih di dalam kandungan ibuku, belum terlahir ke dunia.
Surat kabar itu, aku temukan di sebuah rak bagian pojok sebelah kanan ruang perpusataan kampus. Saat itu aku sedang mencari bahan literature untuk novel yang sedang aku garap. Memang perpustakaan dikampusku terkenal sangat lengkap koleksinya.
Dari isi berita Koran itu, aku dapat simpulkan bahwa peristiwa itu sudah terjadi 39 tahun silam. Ada hal yang menarik dari isi Koran itu. Kapten kapal itu tidak ditemukan jasadnya . Istri sang kapten setiap hari datang ke pelabuhan Kariangau untuk menanti kepulangan suaminya dengan kondisi pada saat itu hamil tua.  Begitu mengenaskannya kisah tentang  kapten kapal yang hilang ditelan lautan, gumamku dalam hati.
Naluri jurnalistikku tertantang setelah membaca peristiwa itu. Aku ingin sekali menulis novel, berkisah cerita pilu tenggelamnya kapal ferry itu. Ada rasa penasaran dan keingin tahuan yang besar tentang kondisi istri sang kapten itu. Bagaimana kehidupan ia sekarang? Apakah ia masih hidup atau sudah tiada?. Pertanyaanku dalam hati.
Petualanganku dimulai. Sudah satu minggu ini aku melakukan riset dan mengumpulkan data informasi dari berbagai sumber berkaitan dengan tenggelamnya peristiwa kapal ferry itu. Aku pun juga berusaha mencari keberadaan istri sang kapten, dimana keberadaanya sekarang.
***
Hari ini agendaku survey kepalabuhan Kariangau, bergegas aku ambil jaket kulitku, tak lupa aku pakai helm unik pemberian sahabatku. kupacu vespa bututku. Vespa itu aku beli dari hasil kerja kerasku sebagai penulis.
Tubuhku yang tinggi 170 meter dengan badan ramping, tentu terlihat macho saat mengendaraain vespa kesayanganku. Walau dengan kecepatan normal. akhirnya tiba juga di tujuanku. Perjalanku ke pelabuhan memakan waktu satu jam dari rumahku.
Agenda hari ini, aku ingin menemui kepala kantor pelabuhan penyebrangan. Tapi informasi yang aku terima dari anak buahnya, Bapak kepala pelabuhan sedang keluar untuk makan siang.
Maka aku putuskan untuk menunggunya. Aku sandarkan tubuhku di sebuah kursi panjang persis dekat dengan tempat duduk  perempuan paruh baya yang pernah aku jumpai waktu itu. Tapi kali ini aku tidak bertemu denganya. Entah kemana dia.