Dalam kondisi pandemi Covid-19, bentuk takziah dapat disesuaikan, misalnya dengan tetap menjaga jarak fisik satu sama lain minimal satu setengah meter. Itu jika memang harus menghadiri secara fisik acara takziah dimaksud. Adapun jika tidak menghadiri, maka dapat dengan mendoakan secara verbal dalam pesan singkat, atau melalui media sosial, atau melalui sambungan telepon. Sebaiknya, itu ditambah dengan mendoakan secara sirr, yakni tanpa sepengetahuan orang yang ditakziahi.
Kremasi Jenazah Covid-19 Muslim
Manusia adalah makhluk mulia, baik hidup dan matinya. "Merusakkan" tubuh mayat sama saja dengan merusak tubuh sewaktu hidupnya. Oleh karenanya, jenazah terpapar Covid-19 tetap harus dirawat. Dalam hal ini kremasi jenazah, baik dengan tujuan menghemat lahan atau mencegah penyebaran virus tidak perlu dilakukan.
Kremasi adalah pengabuan atau pembakaran jenazah, biasanya dilakukan di krematorium. Beberapa negara telah melakukannya dan dijadikan sebagai alternatif cara penguburan karena keterbatasan lokasi pemakaman. Dalam tinjauan Islam, penguburan di tanah menjadi cara yang diatur dalam syariat, selain penguburan di laut bagi jenazah yang meninggal di laut.
Untuk mengatasi keterbatasan lahan pemakaman dilakukan dengan cara "tumpang", yaitu jenazah diletakkan di atas jenazah lain dalam lubang kubur yang sama.
Kremasi jenazah dilarang dalam Islam dengan dalil kecaman Rasulullah SAW terhadap orang yang menggali kuburan kemudian mengeluarkan tulang jenazah dan mematahkannya dengan ungkapan,"Mematahkan tulang orang yang telah mati sama dengan mematahkannya pada waktu hidup" (HR. Malik, Abu Dawud, dan lbnMajah).
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H