Mohon tunggu...
Muhammad Saputra
Muhammad Saputra Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

Hobi futsal

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Akad Musyarakah dalam Perbankan Syariah

17 Desember 2023   21:47 Diperbarui: 18 Desember 2023   00:33 138
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

1. Syirkah Amlak (perserikatan dalam kepemilikan) Syirkah Amlak berarti eksistensi suatu perkongsian tidak perlu suatu kontrak dalam membentuknya, tetapi terjadi dengan sendirinya serta mempunyai ciri masing-masing anggota tidak mempunyai hak untuk mewakilkan dan mewakili terhadap partnernya. Bentuk syirkah amlak ini terbagi menjadi dua yaitu: a. Syirkah Ikhtiari, ialah terjadinya suatu perkongsian secara otomatis tetapi bebas untuk menerima atau menolak. Otomatis berarti tidak memerlukan kontrak untuk membentuknya. Hal ini dapat terjadi apabila dua orang atau lebih mendapatkan hadiah atau wasiat bersama dari pihak ketiga

2. Syirkah Jabari, ialah terjadinya suatu perkongsian secara otomatis dan paksa, tidak ada alternatif untuk menolaknya. Hal ini terjadi dalam proses waris mewaris, manakala dua saudara atau lebih menerima warisan dari orang tua mereka (Muhammad, 2003: 34).

3. Syirkah Uqud Syirkah Uqud yaitu sebuah perserikatan antara dua pihak atau lebih dalam hal usaha, modal dan keuntungan. Mengenai syirkah al-uqud ini para ulama membagi menjadi bermacam-macam jenis, Fuqaha Hanafiyah membedakan jenis syirkah menjadi tiga macam yaitu, syirkah al-amwal, syirkah al-a'mal, syirkah alwujuh, masing-masing bersifat syirkah al-mufawadhah dan 'Inan. Dan fuqaha Hanabilah membedakan menjadi lima macam syirkah yaitu Syirkah al-'inan, syirkah al-mufawadhah, syirkah al-abdan dan syirkah al-wujuh serta syirkah al-mudharabah dan yang terakhir menurur fuqaha Malikiyah dan Syafi'iyah membedakanya menjadi empat jenis syirkah yaitu syirkahal-'inan, syirkah al-mufawadhah, abdan dan wujuh. (Al-Zuhailiy, 1989: 794)

Tujuan dan manfaat musyarakah 

Tujuan dari pada syirkah itu sendiri adalah memberi keuntungan kepada karyawannya, memberi bantuan keuangan dari sebagian hasil usaha koperasi untuk mendirikan ibadah, sekolah dan sebagainya. Salah satu prinsip bagi hasil yang banyak dipakai dalam perbankan syariah adalah musyarakah. Dimana musyarakah biasanya diaplikasikan untuk pembiayaan proyek dimana nasabah dan bank secara bersama-sama menyediakan dana untuk membiayai proyek tersebut. Setelah proyek itu selesai, nasabah mengembalikan dana tersebut bersama bagi hasil yang telah disepakati untuk bank (Antonio, 2001: 129).

Musyarakah perspektif fiqih 

Musyarakah (kerjasama) adalah bentuk kedua dari penerapan prinsip bagi hasil (PLS) yang dipraktekkan dalam sistem perbankan syariah. Dalam Fiqih, konsep musyarakah digunakan dalam pengertian yang lebih luas dari pada yang digunakan dalam perbankan syariah. Di dalam analisis ini akan difokuskan pembahasan mengenai salah satu bentuk dari musyarakah yang dikenal dalam fiqih dengan istilah syarikah al-inan, karena bentuk ini cocok untuk dikembangkan dalam perbankan syariah (Saeed, 2003: 107) Modal musyarakah harus ditentukan secara jelas dalam kontrak dan dalam ketentuan moneter. Setiap nasabah memberikan kontribusi persentase modal dalam jumlah tertentu dan modal yang diberikan antara setiap nasabah jumlahnya harus sama. Quduri salah satu ulama mazhab Hanafi mengatakan musyarakah tetap sah walaupun investasi yang ditanamkan oleh setiap nasabah jumlahnya berbeda. Manajemen musyarakah dalam literatur fiqih memberikan kebebasan kepada nasabah untuk mengelola kerjasama atas dasar kontrak musyarakah. Setiap nasabah dapat mengadakan bisnis dengan berbagai jalan yang mendukung untuk mencapai keuntungan sesuai dengan persetujuan yang telah disepakati. Tidak boleh menjalankan bisnis yang menyimpang dari tujuan kontrak yang disepakati.

Musyarakah perspektif perbankan syariah 

Musyarakah dalam perbankan Islam merupakan sebuah mekanisme kerja (akumulasi antara pekerjaan dan modal) yang memberi manfaat kepada masyarakat luas dalam produksi barang maupun pelayanan terhadap kebutuhan masyarakat. Kontrak musyarakah dapat digunakan dalam berbagai macam lapangan usaha yang indikasinya bermuara untuk menghasilkan keuntungan. Beberapa konseptor perbankan syariah menggunakan pengertian musyarakah sebagai partisipasi dalam investasi terhadap suatu usaha tertentu, yang dalam bank-bank Islam digunakan dalam pengertian yang lebih luas. Jadi, musyarakah dapat digunakan untuk tujuan investasi dalam jangka waktu pendek dan jangka waktu panjang. Adapun pembiayaan musyarakah yang digunakan bank syariah meliputi: musyarakah dalam perdagangan, keikutsertaan untuk sementara, keikutsertaan untuk selamanya (Saeed, 2003: 112). Kontrak musyarakah dalam perdagangan merupakan bentuk musyarakah yang banyak digunakan dalam perbankan Islam, meskipun demikian, permasalahan yang akan dianalisis mencakup dua bentuk lainnya yaitu keikutsertaan untuk sementara, keikutsertaan untuk selamanya.

Bank syariah umumnya memberikan bagian modal dari usaha musyarakah dan nasabah memberikan lain-lainnya. Ketentuan perbandingan bagian (profit and loss sharing) dari hasil usaha tidak ditetapkan secara khusus. Menurut Tadamon Islamic Bank, tingkat perbandingan bagian bank dengan nasabah ditentukan menurut kesepakatan dan melalui pertimbangan besarnya pembiayaan modal yang diberikan oleh nasabah dalam usaha musyarakah. Padahal pihak bank lebih mampu untuk membiayai usaha dengan presentase modal yang lebih tinggi, tidak sama halnya dengan nasabah yang lebih sedikit dalam membiayai modal usaha. Meskipun demikian, penentuan presentase berdasarkan pada keadaan (besarnya modal yang disertakan) yang sebenarnya. Dalam beberapa kejadian, bagian modal bank yang disertakan dalam kontrak dapat mencapai 90% dari total modal keseluruhan. (Saeed, 2003: 117). Akad musyarakah yang digunakan di perbankan syariah telah sesuai dimana akad musyarakah terdapat ijab qabul, adanya subyek perikatan yaitu pihak bank dengan nasabah, serta adanya objek perikatan yaitu adanya modal yang dicampurkan antara modal nasabah ditambah dengan modal dari bank untuk melakukan usaha, yang dicatat dalam kontrak untuk menghindari sengketa. 

Apabila dalam pelaksanaan musyarakah terjadi penipuan atau ada unsur gharar maka musyarakah yang dilakukan hukumnya batal (Qudamah, 682 H: 21). Kontrak musyarakah dijalankan berdasarkan pada syarat dan ketentuan yang jelas. Diantaranya adalah menyangkut bagian modal bank beserta hasil usaha yang diharapkan dalam kontrak diberikan oleh nasabah kepada bank sesuai dengan masa yang ditentukan. Atau sejumlah persyaratan yang mengindikasikan larangan bagi nasabah untuk melanggar persyaratan tersebut dalam mengelola usaha musyarakah. Pihak nasabah menyediakan barang-barang musyarakah di bawah pengawasan bersama (bank dan nasabah) dan tidak ada barang yang boleh dijual sampai harga jual dicantumkan dalam ketentuan musyarakah. Pihak nasabah mengelola kontrak musyarakah dan menjual barang-barang berdasarkan pertimbangan yang terbaik. Barang-barang yang dijual berdasarkan persetujuan harga dari bank dan nasabah yang ditentukan dalam bagian kontrak.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun