Mohon tunggu...
Muhammad Saputra
Muhammad Saputra Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

Hobi futsal

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Akad Musyarakah dalam Perbankan Syariah

17 Desember 2023   21:47 Diperbarui: 18 Desember 2023   00:33 138
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

PENGERTIAN AKAD MUSYARAKAH

Musyrakah berasal dari kata syirkah yang berarti percampuran (Muhammad, 2004: 79). Musyrakah dapat juga diartikan membagikan sesuatu antara dua orang/lebih menurut hukum kebiasaan yang ada. Menurut istilah, pengertian syirkah didefinisikan sebagai akad (perjanjian) antara dua orang/lebih yang berserikat dalam hal modal dan keuntungan. As- Shiddieqy menegaskan bahwa syirkah adalah akad yang berlaku antara dua orang/lebih untuk bekerjasama sesuai dengan kesepakatan (1974: 101).

Keuntungan dibagi hasilkan sesuai dengan kesepakatan bersama di awal sebelum melakukan usaha. Kerugian ditanggung secara proporsional sampai batas modal masing- masing. Secara umum dapat diartikan patungan modal usaha dengan bagi hasil menurut kesepakatan.

Secara garis besar, musyrakah dibagi menjadi dua jenis, yaitu musyarakah pemilikan dan musyrakah akad (kontrak) (Antonio, 2001: 91). Pertama, syirkah kepemilikan/hak milik (syirkatul amlak), yaitu dengan salah satu sebab kepemilikan. Musyrakah tercipta karena warisan, wasiat, atau kondisi lainnya yang mengakibatkan pemilikan satu aset oleh dua orang atau lebih. Kedua, syirkah akad (syirkatul uquud) tercipta dengan cara kesepakatan di mana dua orang atau lebih setuju bahwa tiap orang dari mereka memberikan modal musyrakah. Keuntungan dan kerugian dibagi menurut kesepakatan.

Para kreditur perbankan Islam mendambakan aktivitas investasi dalam bank Islam didasarkan pada konsep yang legal salah satunya adalah musyrakah. Sebagai salah satu alternatif dalam menerapkan sistem bagi hasil (profit and loss sharing) teori ini menyatakan bahwa bank Islam memberikan sumber pembiayaan kepada peminjam (debitur) berdasarkan atas risiko, baik yang menyangkut kerugian maupun keuntungan. Berbeda dengan pembiayaan sistem bunga pada perbankan konvensional, semua risiko ditanggung oleh pihak peminjam (debitur). Dalam prakteknya, bank Islam belum dapat merealisasikan sistem bagi hasil secara maksimal karena sistem perbankan Islam yang menginginkan pihak bank mempunyai hak untuk turut menanggung beban resiko dari pembiayaan tersebut. Musyrakah dalam wacana fikih adalah bentuk kedua dari penerapan bagi hasil yang dipraktekkan dalam sistem perbankan Islam. 

Musyrakah berasal dari kata sh-r-k yang digunakan dalam Al-Qur'an sebanyak 170 kali (Saeed, 2004: 106). Terdapat beberapa keterangan dari nabi, para sahabat, dan ulama yang menyatakan keabsahan musyrakah untuk dilaksanakan dalam bisnis, meskipun tidak satu pun dari bank tersebut yang secara jelas menunjukkan pengertian, kerja sama dalam dunia bisnis. Modal musyrakah harus ditentukan secara jelas dalam kontrak dan dalam ketentuan moneter. Tiap pihak memberikan kontribusi persentase modal dalam jumlah tertentu dan modal yang diberikan antara setiap pihak jumlahnya harus sama.

Dasar hukum musyarakah

 Dasar hukum Musyarakah yaitu: pertama; Al-Quran. Dalam Al-Quran Allah SWT berfirman dalam surat Shaad ayat 24 yang artinya: "Dan sesungguhnya kebanyakan dari orang-orang yang berserikat itu sebagian mereka berbuat dhalim kepada sebagian yang lain, kecuali orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal sholeh." (Depag, 1997: 735-736).

Kedua, adalah Hadis, dalam hadis dinyatakan sebagai berikut: "Dari Abu Hurairah, ia berkata: Rasulullah SAW bersabda: Allah SWT berfirman: Aku adalah pihak ketiga dari dua orang yang sedang berserikat selama salah satu dari keduanya tidak khianat terhadap saudaranya (temannya). Apabila diantara mereka ada yang berkhianat, maka Aku akan keluar dari mereka"(H.R Abu Dawud), (As-Sidiqqy, 2001: 175) Hadis ini menerangkan bahwa jika dua orang bekerja sama dalam satu usaha, maka Allah ikut menemani dan memberikan berkah-Nya, selama tidak ada teman yang mengkhianatinya. Koperasi akan jatuh nilainya jika terjadi penyelewengan oleh pengurusnya. Inilah yang diperingatkan Allah SWT, bahwa dalam berkoperasi masih banyak jalan dan cara yang memungkinkan untuk berkhianat terhadap sesama anggotanya. Itulah koperasi yang dijauhi atau diangkat berkahnya oleh Allah SWT, maka kejujuran harus diterapkan kembali. Dengan melihat hadis tersebut diketahui bahwa masalah serikat (koperasi) sudah dikenal sejak sebelum Islam datang, dan dimuat dalam buku-buku ilmu fiqh Islam. Dimana koperasi termasuk usaha ekonomi yang diperbolehkan dan termasuk salah satu cabang usaha.

macam-macam musyarakah

 Pembahasan mengenai macam-macam syirkah, para ulama fiqih memberikan beberapa macam syirkah, sebagian ulama ada yang memperoleh syirkah tertentu dan ada yang melarang syirkah tertentu pula. Ulama fiqih membagi syirkah dalam dua bentuk, yaitu syirkah amlak dan syirkah uqud. (Alma, 2003: 251).

1. Syirkah Amlak (perserikatan dalam kepemilikan) Syirkah Amlak berarti eksistensi suatu perkongsian tidak perlu suatu kontrak dalam membentuknya, tetapi terjadi dengan sendirinya serta mempunyai ciri masing-masing anggota tidak mempunyai hak untuk mewakilkan dan mewakili terhadap partnernya. Bentuk syirkah amlak ini terbagi menjadi dua yaitu: a. Syirkah Ikhtiari, ialah terjadinya suatu perkongsian secara otomatis tetapi bebas untuk menerima atau menolak. Otomatis berarti tidak memerlukan kontrak untuk membentuknya. Hal ini dapat terjadi apabila dua orang atau lebih mendapatkan hadiah atau wasiat bersama dari pihak ketiga

2. Syirkah Jabari, ialah terjadinya suatu perkongsian secara otomatis dan paksa, tidak ada alternatif untuk menolaknya. Hal ini terjadi dalam proses waris mewaris, manakala dua saudara atau lebih menerima warisan dari orang tua mereka (Muhammad, 2003: 34).

3. Syirkah Uqud Syirkah Uqud yaitu sebuah perserikatan antara dua pihak atau lebih dalam hal usaha, modal dan keuntungan. Mengenai syirkah al-uqud ini para ulama membagi menjadi bermacam-macam jenis, Fuqaha Hanafiyah membedakan jenis syirkah menjadi tiga macam yaitu, syirkah al-amwal, syirkah al-a'mal, syirkah alwujuh, masing-masing bersifat syirkah al-mufawadhah dan 'Inan. Dan fuqaha Hanabilah membedakan menjadi lima macam syirkah yaitu Syirkah al-'inan, syirkah al-mufawadhah, syirkah al-abdan dan syirkah al-wujuh serta syirkah al-mudharabah dan yang terakhir menurur fuqaha Malikiyah dan Syafi'iyah membedakanya menjadi empat jenis syirkah yaitu syirkahal-'inan, syirkah al-mufawadhah, abdan dan wujuh. (Al-Zuhailiy, 1989: 794)

Tujuan dan manfaat musyarakah 

Tujuan dari pada syirkah itu sendiri adalah memberi keuntungan kepada karyawannya, memberi bantuan keuangan dari sebagian hasil usaha koperasi untuk mendirikan ibadah, sekolah dan sebagainya. Salah satu prinsip bagi hasil yang banyak dipakai dalam perbankan syariah adalah musyarakah. Dimana musyarakah biasanya diaplikasikan untuk pembiayaan proyek dimana nasabah dan bank secara bersama-sama menyediakan dana untuk membiayai proyek tersebut. Setelah proyek itu selesai, nasabah mengembalikan dana tersebut bersama bagi hasil yang telah disepakati untuk bank (Antonio, 2001: 129).

Musyarakah perspektif fiqih 

Musyarakah (kerjasama) adalah bentuk kedua dari penerapan prinsip bagi hasil (PLS) yang dipraktekkan dalam sistem perbankan syariah. Dalam Fiqih, konsep musyarakah digunakan dalam pengertian yang lebih luas dari pada yang digunakan dalam perbankan syariah. Di dalam analisis ini akan difokuskan pembahasan mengenai salah satu bentuk dari musyarakah yang dikenal dalam fiqih dengan istilah syarikah al-inan, karena bentuk ini cocok untuk dikembangkan dalam perbankan syariah (Saeed, 2003: 107) Modal musyarakah harus ditentukan secara jelas dalam kontrak dan dalam ketentuan moneter. Setiap nasabah memberikan kontribusi persentase modal dalam jumlah tertentu dan modal yang diberikan antara setiap nasabah jumlahnya harus sama. Quduri salah satu ulama mazhab Hanafi mengatakan musyarakah tetap sah walaupun investasi yang ditanamkan oleh setiap nasabah jumlahnya berbeda. Manajemen musyarakah dalam literatur fiqih memberikan kebebasan kepada nasabah untuk mengelola kerjasama atas dasar kontrak musyarakah. Setiap nasabah dapat mengadakan bisnis dengan berbagai jalan yang mendukung untuk mencapai keuntungan sesuai dengan persetujuan yang telah disepakati. Tidak boleh menjalankan bisnis yang menyimpang dari tujuan kontrak yang disepakati.

Musyarakah perspektif perbankan syariah 

Musyarakah dalam perbankan Islam merupakan sebuah mekanisme kerja (akumulasi antara pekerjaan dan modal) yang memberi manfaat kepada masyarakat luas dalam produksi barang maupun pelayanan terhadap kebutuhan masyarakat. Kontrak musyarakah dapat digunakan dalam berbagai macam lapangan usaha yang indikasinya bermuara untuk menghasilkan keuntungan. Beberapa konseptor perbankan syariah menggunakan pengertian musyarakah sebagai partisipasi dalam investasi terhadap suatu usaha tertentu, yang dalam bank-bank Islam digunakan dalam pengertian yang lebih luas. Jadi, musyarakah dapat digunakan untuk tujuan investasi dalam jangka waktu pendek dan jangka waktu panjang. Adapun pembiayaan musyarakah yang digunakan bank syariah meliputi: musyarakah dalam perdagangan, keikutsertaan untuk sementara, keikutsertaan untuk selamanya (Saeed, 2003: 112). Kontrak musyarakah dalam perdagangan merupakan bentuk musyarakah yang banyak digunakan dalam perbankan Islam, meskipun demikian, permasalahan yang akan dianalisis mencakup dua bentuk lainnya yaitu keikutsertaan untuk sementara, keikutsertaan untuk selamanya.

Bank syariah umumnya memberikan bagian modal dari usaha musyarakah dan nasabah memberikan lain-lainnya. Ketentuan perbandingan bagian (profit and loss sharing) dari hasil usaha tidak ditetapkan secara khusus. Menurut Tadamon Islamic Bank, tingkat perbandingan bagian bank dengan nasabah ditentukan menurut kesepakatan dan melalui pertimbangan besarnya pembiayaan modal yang diberikan oleh nasabah dalam usaha musyarakah. Padahal pihak bank lebih mampu untuk membiayai usaha dengan presentase modal yang lebih tinggi, tidak sama halnya dengan nasabah yang lebih sedikit dalam membiayai modal usaha. Meskipun demikian, penentuan presentase berdasarkan pada keadaan (besarnya modal yang disertakan) yang sebenarnya. Dalam beberapa kejadian, bagian modal bank yang disertakan dalam kontrak dapat mencapai 90% dari total modal keseluruhan. (Saeed, 2003: 117). Akad musyarakah yang digunakan di perbankan syariah telah sesuai dimana akad musyarakah terdapat ijab qabul, adanya subyek perikatan yaitu pihak bank dengan nasabah, serta adanya objek perikatan yaitu adanya modal yang dicampurkan antara modal nasabah ditambah dengan modal dari bank untuk melakukan usaha, yang dicatat dalam kontrak untuk menghindari sengketa. 

Apabila dalam pelaksanaan musyarakah terjadi penipuan atau ada unsur gharar maka musyarakah yang dilakukan hukumnya batal (Qudamah, 682 H: 21). Kontrak musyarakah dijalankan berdasarkan pada syarat dan ketentuan yang jelas. Diantaranya adalah menyangkut bagian modal bank beserta hasil usaha yang diharapkan dalam kontrak diberikan oleh nasabah kepada bank sesuai dengan masa yang ditentukan. Atau sejumlah persyaratan yang mengindikasikan larangan bagi nasabah untuk melanggar persyaratan tersebut dalam mengelola usaha musyarakah. Pihak nasabah menyediakan barang-barang musyarakah di bawah pengawasan bersama (bank dan nasabah) dan tidak ada barang yang boleh dijual sampai harga jual dicantumkan dalam ketentuan musyarakah. Pihak nasabah mengelola kontrak musyarakah dan menjual barang-barang berdasarkan pertimbangan yang terbaik. Barang-barang yang dijual berdasarkan persetujuan harga dari bank dan nasabah yang ditentukan dalam bagian kontrak.

Bank syariah tetap mengharuskan nasabah untuk memberikan jaminan untuk melindungi kepentingan bank dalam kontrak musyarakah.Sebagaimana kontrak musyarakah yang dilakukan oleh Faisal Islamic Bank of Egypt bahwa: "pihak pertama (bank) mempunyai hak untuk meminta kepada pihak kedua (dalam kasus bila jaminan yang telah diberikan kepada pihak pertama tidak cukup). Ini dilakukan dalam 1 minggu setelah memberikan peringatan kepada pihak kedua tanpa keberatan atau penundaan". Bentuk jaminan yang diminta oleh bank-bank syariah dari nasabah meliputi:

1. Berupa cek yang nasabah serahkan kepada bank. Jumlah cek nilainya sama dengan investasi bank dalam kontrak musyarakah. Bank tidak menggunakan cek tersebut kecuali kalau nasabah melakukan pelanggaran dari persyaratan dalam kontrak.

2. Rekening dan tanda pembayaran dari penjualan barang-barang musyarakah kepada pihak ketiga yang dilakukan berdasarkan pembayaran yang ditangguhkan, catatan tersebut harus disetorkan kepada bank.

3. Bank mempunyai hak untuk meminta catatan saldo keuangan, dokumen atau surat-surat perdagangan milik nasabah untuk disimpan oleh bank.

4. Bank menganggap dirinya sebagai pemilik barang-barang musyarakah mulai dari pembelian hingga penjualan barang-barang ini.

5. Apabila barang-barang musyarakah dijual kepada pihak ketiga dengan berdasarkan pada pembayaran yang ditangguhkan, pihak bank mempunyai hak untuk meminta nasabah sebagai penjamin dan memberikan jaminan secara mutlak kepada nasabah atas hutang yang diberikan kepada pihak ketiga. (Saeed, 2003: 119)

Jika dilihat dari perspektif fiqih, musyarakah hanya didasarkan atas unsur kepercayaan (trust) dan tidak dikenal adanya jaminan. Adapun jaminan yang diminta oleh Bank Syariah adalah untuk menjamin ketertiban dalam pengembalian dana dan mengantisipasi modal yang tidak kembali. Dalam menjalankan amanahnya, nasabah memberikan jaminan baik berupa akte tanah, BPKB kendaraan dan lain sebagainya. Adapun jaminan dapat dicairkan apabila nasabah benar-benar terbukti melakukan pelanggaran terhadap hal-hal yang telah disepakati dalam akad.

Implementasi musyarakah dalam perbankan syariah dapat dijumpai pada pembiayaan-pembiayaan seperti:

  • Pembiayaan Proyek Musyarakah biasanya diaplikasikan untuk pembiayaan proyek dimana nasabah dan bank sama-sama menyediakan dana untuk membiayai proyek tersebut, dan setelah proyek itu selesai nasabah mengembalikan dana tersebut bersama bagi hasil yang telah disepakati untuk bank.
  •  Modal Ventura Pada lembaga keuangan khusus yang dibolehkan melakukan investasi dalam kepemilikan perusahaan, musyarakah diaplikasikan dalam skema modal ventura. Penanaman modal dilakukan untuk jangka waktu tertentu dan setelah itu bank melakukan divestasi atau menjual bagian sahamnya, baik secara singkat maupun bertahap

Sumber :

A. Mas’adi, Ghufron. 2002. Fiqh Muamalah Kontekstual. Jakarta: PT Rsaja

Grafindo Persada.

Ahmad, Idris. 1969. Fiqh Menurut Madzhab Syafi’i. Jakarta: Wijaya.

Alma, Buchari. 2003. Dasar-dasar Etika Bisnis Islami. Bandung: CV. Alfabeta.

Antonio, Muhammad Syafi’i. 1999. Bank Syariah: Suatu Pengenalan Umum.

Jakarta: Tazkia Institute.

--------------------------------------. 2001. Bank Syari’ah dari Teori ke Prakti.

Jakarta: Gema Insani.

Ash Shidieqy, Teungku Muhammad Hasbi. 2001. Koleksi Hadits-Hadits Hukum.

Semarang: PT. Petrajaya Mitrajaya.

-------------------------------------. 2000. Tafsir Al Quranul Majid An-Nuur.

Semarang: Pustaka Rizki Putra.

Departemen Agama RI. 1997. Al-Quran dan Terjemahnya.Solo: CV. Pustaka Mantiq.

Diebul, Mustafa. 1984. Fiqh Iskam, Mantan Taqrib Dan Dalilnya Alih bahasa,

M. Hasan Buda’ie. Yogyakarta: Sumbangan Offset.

Hasan, M. Ali. 2003. Berbagai Macam Transaksi dalam Islam, Jakarta: PT. Raja

Grafindo Persada.

Humam, Kamal Ibnu, Al-. 593H. Fathul Qadir. Juz 5,Libanon: Dar al-Kutub al-Alamiyah.

Jaziri, Abdurrahman, Al-. 1990. Kitab Al-Fiqh’ala Mazhab al-Arba’ah.Juz III, Lebanon: Dar Al-Kutub Al-Ilmiyyah.

K. Lubis, Suhrawardi. T.th. Hukum Ekonomi Islam. Jakarta: Sinar Grafika.

Karim, Adiwarman. 2004. Bank Islam: Analisis Fiqih dan Keuangan, Jakarta:

PT Raja Grafindo Persada.

Kasani, Al-. 587H. Badai’ Ash Shanai’, Juz 6, Libanon: Dar al-Kutub al- Alamiyah.

Khathab, Al-. 954H. Mawahibul Jalil, Juz 5, Libanon: Dar al-Kutub al-Alamiyah. Mas,adi, Ghufron A. 2002. Fiqh Muamalah Kontekstual. Jakarta: PT. Raja

Grafindo Persada.

Muhammad, 2003. Konstruksi Musyarakah Dalam Bisnis Syariah, Yogyakarta; PSEI.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun