Mohon tunggu...
M. Saiful Kalam
M. Saiful Kalam Mohon Tunggu... Penulis - Sarjana Ekonomi

Calon pengamat dan analis handal

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Kelemahan Sistem Raport-Ijazah di Indonesia

4 April 2022   17:03 Diperbarui: 4 April 2022   18:31 495
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Artinya, tiap 1 siswa yang lolos, ada 100 siswa yang terpaksa gap year alias menganggur. Dan ini diperparah siswa yang gap year, tidak tahu harus ngapain?

Padahal, bukan berarti jika tidak melanjutkan ke pendidikan tinggi adalah kegagalan mutlak, dan kemudian berpaku tangan begitu saja. Ada kegiatan lain yang masih bisa dilakukan, bekerja misalnya.

Guru juga nampak serakah, yang mana selalu menginginkan muridnya itu masuk PTN dan menanamkan label kalau itulah 'kesuksesan' yang dibanggakan guru. Guru semacam apa seperti itu?

Anda bisa cek dilapangan, betapa guru itu nampak lebih menyukai murid sukses seperti kategori diatas ketimbang yang gagal. Padahal, guru itu harus bijak, kalau murid sukses diapresiasi, murid gagal di motivasi.  Dan itu sekali lagi tidak ada diraport dan ijazah.

Kita harus bersyukur dengan adanya kurikulum merdeka pada era Menteri Nadiem, sebab ada program Kampus Merdeka, yang mana mahasiswa dibekali pengalaman magang di dunia kerja, dan itu menjadi pengganti SKS semester tersebut.

Kelemahan ketiga, ini sebenarnya masih berkaitan dengan kelemahan pertama, raport dan ijazah tidak mencantumkan nama guru pengampu per mapel dan capaian per mapel.

Ini nampak sepele tapi sebenarnya sangat dalam makna. Artinya apa? Bahwa tiap nilai dari 1 mapel itu adalah tanggung jawab dari 1 guru maple yang berkaitan.

Dan ini juga memudahkan murid untuk mengingat siapa gurunya dulu yang pernah mengajar. Jadi, adab seorang murid itu salah satunya mengingat jasa guru-guru yang telah mengajarnya. Jadi, kejadian kalau murid melupakan gurunya itu sebenarnya miris dan kacau sekali.

Kemudian, dari 1 mapel itu harus ada capaian yang jelas yang telah dicapai oleh murid, bukan hanya sekedar beberapa kalimat dengan awal "mampu memahami bla, bla, bla".

Raport itu seharusnya tebal dan berlembar-lembar seperit buku, disamping lembar nilai rigid sebanyak 1-2 halaman. Kalau lembar 1-2 halaman itu tidak usah diperpanjang. Sebab, nanti kacau administrasi untuk mendaftar ke pendidikan selanjutnya.

Yang penulis maksud adalah, adanya lembar tersendiri yang membahas apa saja yang telah dicapai oleh siswa tersebut dalam 1 mapel.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun