Sepanjang pengalaman pribadi penulis, kampus nampak menekankan disiplin tugas semata dan kepribadian baik, masalah pemahaman terhadap tugas itu adalah nomor sekian.
Penulis berpikir, kemungkinan itu bisa terjadi sebab dosen itu tugasnya tidak seperti guru (yang murni mengajar). Akan tetapi, ada tri dharma perguruan tinggi (pengajaran, penelitian, dan pengabdian) yang harus dilakukan.
Perbandigannya gini. Kalau guru IPS misal, ia wajib menyusun RPP, raport siswa, dan mengajar. Jadi kesibukannya ada pada internal sekolah.
Kalau dosen, itu selain mengajar di kelas (tentu dengan tugas pokok guru yang hamper sama), ia juga harus aktif dalam penelitian.
Satu dosen bisa mengajar beberapa mata kuliah, menjadi dosen pembimbing KKM, PKL, skripsi, dan kesibukan yang lain. Belum lagi kalau diundang menjadi pemateri seminar baik lingkup dalam atau luar kampus.
Penulis sering mendengar cerita kalau di kelas itu ada jam kosong pada beberapa mahasiswa. Entah alasan seperti itu tadi, mau lanjut program doctoral, dan sebagainya.
Kelemahan ini membawa dampak yang kedua, bahwa ikatan emosional di perguruan tinggi itu rendah ketimbang di pendidikan dasar.
Dan, walaupun berada pada satu area, bahwa dosen antar fakultas mungkin juga tidak saling mengenali. Sebab, sangking sibuknya agenda si dosen tersebut.
Lanjut, meski mahasiswa nampak lebih 'santai', masih aja dijumpau beberapa (sedikit) mahasiswa yang mengulang mata kuliah atau menambah semester.
Ini terjadi sebab si mahasiswa bersangkutan tidak masuk kelas lebih dari 3 kali, tugas terlambat, dan alasan sebagainya.Â
Dan ini kelemahan ketiga, kampus tidak pernah memperhatikan mahasiswa bolos, sebab sangking sibuknya dosen seperti yang dijelaskan tadi.