Kami pun menanyakan tempatnya dan lihat lokasinya. Setelah dilihat, kamar yang akan kami tempati itu bisa di bilang hotel bintang 3. Murah, tapi nampak mewah dan nyaman.Â
Yang kami salut adalah pemilik kosnya (penulis lupa namanya). Ia seperti menyambut dengan hangat kedatangan kami. Bahkan, kami diperlakukan seperti tamu, diberikan suguhan kopi dan diajak ngobrol sebentar.Â
Setelah ngobrol santai di sore hari, kami memutuskan sebelum beranjak petang, kami mengelilingi dan melihat kondisi masyarakat sekitar. Ya, plesiran namanya. Beberapa orang menyapa kami dan kami pun menyapanya balik.Â
Oh iya, kalau Anda menginap di dekat pegunungan, maka usahakan membawa penghangat badan, entah itu pakaian tebak atau apalah namanya. Sebab benar-benar udaranya dingin. Bahkan dikamar saja dan sudah memakai selimut, masih terasa dinginnya.Â
Malam hari, kami pergi untuk mencari warung. Lagi-lagi karena budget minim dan keterbatasan bekal, aku dan temanku hanya membeli mie double dan susu anget. Ya lokasinya dekat dengan kos kami.Â
Setelah perut yang tadinya lapar sudah kenyang, akhirnya kami kembali ke kos dan tidur. Bersiap untuk besok, karena besok adalah hari inti.Â
Keesokan harinya
Udara dingin masih menyelinal, namun api semangat kami masih berkobar-kobar. Tepat jam 03.00, kami bergegas muncak. Kalau anda masuk, pasti ada tiket masuk. Seingatku, ada dua tiket masuk, jadi portalnya ada dua di tempat berbeda yang satu jalur.Â
Setelah kami berhasil masuk, ada masalah lagi. Kalau naik motor berdua, apalagi motor bebek, kan sangat rawan nanti ada apa-aoa di jalan. Akhirnya, aku memutuskan untuk menyewa motor dan naik ke puncak.Â
Sesampainya dipuncak, masih belum terbit mataharinya. Kami menunggj di tempat bundaran (penulis tidak tahu namanya) yang disana nampak orang ramai sedang duduk dan menunggu.Â
Ya, kalau pendaki momen yang ditunggu adalah foto sunrise di pagi harinya. Tapi itu masih belum di puncak, ya hampir dekat dengan puncak lah.Â