Trotoar umumnya tidak nyaman karena keramiknya pada copot di mana-mana. Malah di stasiun Padalarang yang baru direnovasi berkaitan dengan kereta cepat, keramiknya banyak yang copot atau pecah-pecah.
Kunjungan pertama saya ke petilasan penjara Bung Karno di bekas penjara Banceuy. Sayang sekali, petilasan bersejarah itu tampak kumuh dan ditinggalkan penjaganya yang katanya sedang pulang kampung ke Kuningan.Â
Kalau di negara maju dan beradab serta menjunjung sejarah perjuangan kemerdekaan, pasti kawasan itu terjaga dengan baik.Â
Tetapi rezim Orba Suharto telah berusaha melakukan desoekarnoisasi secara massif, terorganisir, sistematis serta terstruktur, sehingga begitulah nasib bukti sejarah yang sangat penting bagi pembinaan nasionalisme terhadap generasi muda.Â
Saya sempat mencatat prasasti dari batu besar yang bunyinya sebagai berikut (disesuaikan dengan ejaan baru) :"Lebih besar daripada orang-orang besar, itu ialah ide yang bersemayam di dalam dada.Â
Ide tidak bisa dikurungkan di dalam penjara. Pemimpin badaniah bisa dikurung di dalam penjara, tetapi ide besar yang bersemayam di dalam ia punya dada tidak bisa dikurung di dalam penjara. Soekarno 3 April 1958".
Kemudian ke museum Ibu Inggit  Garnasih yang merupakan bekas rumah tinggalnya. Dulu masih ada brosur yang menerangkan tentang museum tersebut, tetapi sekarang tidak ada lagi, kata petugasnya belum dicetak lagi.Â
Dari dua tempat bersejarah tersebut, saya berkesimpulan bahwa Pemda Jabar dan Bandung serta masyarakatnya ternyata kurang menghargai situs bersejarah yang penting sebagai obyek pariwisata pendidikan dan sejarah perjuangan bangsa. Dan sebagai kolektor benda filateli, saya menyempatkan mampir ke Kantor Pos di Jalan Asia-Afrika.Â
Ternyata petugas di bagian filateli tidak bisa menerangkan seputar penerbitan prangko misalnya apakah sudah terbit prangko kereta cepat atau yang lainnya, mereka tidak paham.Â