Mohon tunggu...
muhammad sadji
muhammad sadji Mohon Tunggu... Lainnya - pensiunan yang selalu ingin aktif berliterasi

menulis untuk tetap mengasah otak

Selanjutnya

Tutup

Trip Artikel Utama

Salam: Whoosh, Whoosh, Whoosh, Yes!

18 Januari 2024   23:08 Diperbarui: 3 Februari 2024   02:10 1150
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Pada tahun 1957/1958 sampai dengan 1962/1963 saya bersekolah di Sekolah Rakyat (SR) Negeri Benjeng -- Gresik. Di ruang kelas antara lain terdapat gambar kereta api, disamping gambar para Pahlawan Nasional dan peta Indonesia serta dunia. 

Sambil mengamati gambar kereta api, sering kali semua siswa menyanyikan lagu kereta api disertai berkhayal kapan bisa melihat langsung bahkan naik kereta api. 

Syair lagu itu sederhana saja :"Naik kereta api...tut...tut...tut, siapa hendak turut. Ke Bandung -- Surabaya, bolehlah naik dengan percuma. Ayo kawanku lekas naik, keretaku tak berhenti lama".

Tanggal 9 Januari 2024 yang lalu, saya bukannya naik kereta api rute Bandung -- Surabaya, melainkan Jakarta -- Bandung. Itupun naik kereta cepat yang memerlukan waktu perjalanan hanya 45 menit. Kalau dengan kereta api biasa, memerlukan waktu sekitar 2  jam 19 menit dan tentu saja dengan disertai rasa lelah dan capek.

Ketika kereta cepat itu mulai dibangun, bukan main reaksi beberapa orang yang mencela. Di medsos, banyak yang mengolok-olok bahkan dengan kata-kata yang tidak pantas. Saya sempat membela Pemerintah dengan argumen, bahwa pembangunan dan kemajuan itu perlu diciptakan stimulus untuk merangsang kemajuan di bidang lainnya. 

Dengan kereta cepat Jakarta--Bandung  maka orang dengan mudah bergerak dan bepergian untuk keperluan apa saja dan kapan saja. Dengan kereta cepat, Pemda Jawa Barat dan khususnya kota Bandung bisa dipacu untuk memajukan obyek pariwisata, kuliner, lembaga  dan fasilitas pendidikan, dan mestinya menciptakan kreativitas di segala bidang. 

Pembangunannya dari hasil hutang? Ya boleh-boleh saja kalau untuk kebaikan dan kemajuan bersama serta bermanfaat buat rakyat dan tidak dikorupsi.

Konsisten dengan pembelaan itulah maka saya sekeluarga mencoba naik kereta cepat Jakarta -- Bandung. Berangkat jam 07.05 WIB dari Halim dan pulang sore hari pada jam 17.35 WIB dari Bandung. Sangat nyaman dibandingkan dengan kepergian saya yang terakhir pada bulan Agustus 2023 yang lalu dengan Kereta Api Parahiyangan. 

Sesuai niat semula, bahwa ingin melihat Bandung setelah tersedia fasilitas kereta cepat Jakarta -- Bandung, adakah perubahan yang sebanding dan memadai? 

Ternyata mengenai kebersihan saja sangat kurang, keadaannya masih seperti pada bulan Agustus 2023. Sampah terserak di mana-mana, seolah tidak ada petugas kebersihan yang memadai baik dari segi jumlah pekerja, peralatan maupun etos kerja yang terbangun. 

Trotoar umumnya tidak nyaman karena keramiknya pada copot di mana-mana. Malah di stasiun Padalarang yang baru direnovasi berkaitan dengan kereta cepat, keramiknya banyak yang copot atau pecah-pecah.

Saya dan Keluarga di Stasiun Kereta Cepat Halim.(Dok: pribadi)
Saya dan Keluarga di Stasiun Kereta Cepat Halim.(Dok: pribadi)

Kunjungan pertama saya ke petilasan penjara Bung Karno di bekas penjara Banceuy. Sayang sekali, petilasan bersejarah itu tampak kumuh dan ditinggalkan penjaganya yang katanya sedang pulang kampung ke Kuningan. 

Kalau di negara maju dan beradab serta menjunjung sejarah perjuangan kemerdekaan, pasti kawasan itu terjaga dengan baik. 

Tetapi rezim Orba Suharto telah berusaha melakukan desoekarnoisasi secara massif, terorganisir, sistematis serta terstruktur, sehingga begitulah nasib bukti sejarah yang sangat penting bagi pembinaan nasionalisme terhadap generasi muda. 

Saya sempat mencatat prasasti dari batu besar yang bunyinya sebagai berikut (disesuaikan dengan ejaan baru) :"Lebih besar daripada orang-orang besar, itu ialah ide yang bersemayam di dalam dada. 

Ide tidak bisa dikurungkan di dalam penjara. Pemimpin badaniah bisa dikurung di dalam penjara, tetapi ide besar yang bersemayam di dalam ia punya dada tidak bisa dikurung di dalam penjara. Soekarno 3 April 1958".

Kemudian ke museum Ibu Inggit  Garnasih yang merupakan bekas rumah tinggalnya. Dulu masih ada brosur yang menerangkan tentang museum tersebut, tetapi sekarang tidak ada lagi, kata petugasnya belum dicetak lagi. 

Dari dua tempat bersejarah tersebut, saya berkesimpulan bahwa Pemda Jabar dan Bandung serta masyarakatnya ternyata kurang menghargai situs bersejarah yang penting sebagai obyek pariwisata pendidikan dan sejarah perjuangan bangsa. Dan sebagai kolektor benda filateli, saya menyempatkan mampir ke Kantor Pos di Jalan Asia-Afrika. 

Ternyata petugas di bagian filateli tidak bisa menerangkan seputar penerbitan prangko misalnya apakah sudah terbit prangko kereta cepat atau yang lainnya, mereka tidak paham. 

 Kereta Whoosh. (Sumber: Wikipedia oleh Naufal Farras)
 Kereta Whoosh. (Sumber: Wikipedia oleh Naufal Farras)

Memang, setelah Menteri yang terkait parpostel dijabat oleh orang partisan partai politik, demikian juga ketika Ketua Perkumpulan Filateli dipegang oleh orang partisan partai politik, penerbitan prangko kurang menyesuaikan perkembangan jaman dan sejarah kejadian-kejadian penting di tanah air. 

Yang tampak ramai justru museum geologi yang dikunjungi secara bergelombang oleh anak-anak siswa SMP yang kedatangannya rapi terorganisir. 

Juga tampak beberapa turis asing mengunjungi museum geologi dan kelihatannya sangat menikmati. Dan tentu saja kuliner Bandung memang sangat menarik dan menyenangkan.

Kesan melancong tersebut adalah Bandung kurang menyambut keberadaan kereta cepat yang seharusnya segera membangun situs-situs bersejarah yang banyak sekali. 

Sebagai contoh, intelektualitas dan kejuangan Bung Karno terbentuk dan terbangun di kota Bandung, maka situs yang menyangkut Bung Karno bisa merupakan obyek wisata sejarah dan ketokohan yang menarik. 

Kartu pos bergambar situs sejarah dan obyek wisata di Bandung dan Jawa Barat mestinya banyak dibuat dan tersedia di Kantor Pos atau toko-toko souvenir, yang sayangnya di stasiun kereta cepat juga belum terdapat Kantor Pos. 

Jurusan Sejarah Perguruan Tinggi di Bandung mestinya tidak tinggal diam dan layak kalau menyemarakkan wisata sejarah di Bandung dan sekitarnya. 

Dan tentu saja perlu ditopang kebersihan kota yang bisa memikat dan menimbulkan kenangan bagi turis asing yang diharapkan berbondong-bondong setelah ada kereta cepat Jakarta -- Bandung yang terkenal dengan :"Salam...whoosh...whoosh...whoosh...yes!"-nya yang selalu terucap pada setiap kali menyampaikan pengumuman penting selama perjalanan.*****

Bekasi, Januari 2024

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Trip Selengkapnya
Lihat Trip Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun