Mohon tunggu...
Muhammad Saddam
Muhammad Saddam Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa/Pelajar

Saya Mahasiswa UIN Raden Mas Said Surakarta

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Pokok Pemikiran Tokoh Marx Weber dan Herbert Lionel Adolphus (H.L.A Hart)

29 Oktober 2024   22:36 Diperbarui: 29 Oktober 2024   22:36 56
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Pokok Pemikiran Marx Weber dan H.L.A Hart 

Marx Weber 

Max Weber adalah seorang sosiolog asal Jerman yang memberikan kontribusi signifikan dalam memahami masyarakat dan tindakan sosial. Fokus utama Weber adalah pada tindakan individu dan makna yang melekat di dalamnya.

Pokok-Pokok Pemikiran Max Weber:

Tindakan Sosial:
Weber mendefinisikan sosiologi sebagai ilmu yang memahami tindakan sosial. Tindakan sosial adalah tindakan yang memiliki makna subjektif bagi pelaku dan dipengaruhi oleh tindakan orang lain.


Jenis Tindakan Sosial  

Weber membagi tindakan sosial menjadi empat jenis:
Tindakan rasional berdasarkan tujuan : Didasarkan pada perhitungan rasional untuk mencapai tujuan tertentu. Contoh: seorang pengusaha yang membuka bisnis baru dengan tujuan memperoleh keuntungan.
Tindakan rasional berdasarkan nilai : Didasarkan pada keyakinan akan nilai intrinsik suatu tindakan. Contoh: seorang aktivis lingkungan yang melakukan demonstrasi karena percaya pada pentingnya menjaga lingkungan.
Tindakan afetif : Didasarkan pada emosi atau perasaan. Contoh: seseorang yang menangis karena sedih.
Tindakan tradisional : Didasarkan pada kebiasaan atau adat. Contoh: seseorang yang merayakan hari raya sesuai dengan tradisi keluarganya.


Rasionalisasi:
Proses: Weber melihat adanya tren rasionalisasi dalam masyarakat modern, di mana tindakan-tindakan yang didorong oleh nilai-nilai tradisional dan afeksi semakin digantikan oleh tindakan yang didorong oleh perhitungan rasional.
Dampak: Rasionalisasi membawa konsekuensi positif seperti efisiensi dan kemajuan, tetapi juga menimbulkan dehumanisasi dan birokrasi yang kaku.
Kekuasaan:

Jenis Kekuasaan:

 Weber membedakan tiga jenis kekuasaan:
Kekuasaan tradisional : Kekuasaan yang didasarkan pada tradisi dan kebiasaan.
Kekuasaan karismatik : Kekuasaan yang didasarkan pada karisma atau daya tarik pribadi seorang pemimpin.
Kekuasaan rasional-legal : Kekuasaan yang didasarkan pada aturan hukum dan prosedur yang rasional.


Birokrasi:
Ciri-ciri : Birokrasi adalah bentuk organisasi yang paling efisien dalam masyarakat modern. Ciri-cirinya meliputi hierarki yang jelas, pembagian tugas yang spesifik, aturan yang tertulis, dan impersonalitas.
Dampak : Birokrasi meningkatkan efisiensi tetapi juga dapat menimbulkan birokrasi yang kaku dan mengurangi kreativitas.


Protestanisme dan Kapitalisme:
Hubungan: Weber mengemukakan tesis yang kontroversial bahwa ada hubungan antara etika Protestan, khususnya Calvinisme, dengan munculnya semangat kapitalisme. Etika Protestan yang menekankan kerja keras, disiplin, dan akumulasi kekayaan dianggapnya sebagai salah satu faktor yang mendorong perkembangan kapitalisme.


Metode Verstehen:
Weber menekankan pentingnya memahami makna subjektif yang melekat pada tindakan sosial melalui metode verstehen. Metode ini melibatkan usaha untuk menempatkan diri pada posisi pelaku tindakan untuk memahami alasan di balik tindakan tersebut.


Implikasi Pemikiran Weber:
Pemikiran Weber memberikan dasar yang kuat untuk memahami dinamika masyarakat modern.
Konsep-konsep yang ia kemukakan masih relevan hingga saat ini dan sering digunakan untuk menganalisis berbagai fenomena sosial.
Weber menekankan pentingnya memahami konteks historis dan budaya dalam menganalisis tindakan sosial.

H.L.A Hart 

H.L.A. Hart adalah seorang filsuf hukum asal Inggris yang dikenal sebagai salah satu tokoh sentral dalam aliran positivisme hukum. Fokus utama Hart adalah pada analisis konsep hukum itu sendiri.

Pokok-Pokok Pemikiran H.L.A. Hart:

Aturan Primer dan Sekunder:

Aturan Primer : Ini adalah aturan-aturan yang langsung mengatur perilaku manusia. Contohnya, larangan membunuh, kewajiban membayar pajak, atau hak milik. Aturan ini memberikan kewajiban atau larangan langsung kepada individu.
Aturan Sekunder : Aturan ini berfungsi untuk memberikan kekuatan dan fleksibilitas pada aturan primer. 

Terdapat tiga jenis aturan sekunder:
Aturan Perubahan : Aturan yang mengatur bagaimana aturan primer dapat dibuat, diubah, atau dicabut.
Aturan Adjudicasi : Aturan yang mengatur cara menyelesaikan sengketa dan menerapkan aturan primer.
Aturan Pengakuan : Aturan yang menentukan kriteria suatu aturan dapat dianggap sebagai hukum yang berlaku.


Pemisahan Hukum dan Moralitas:
Hart menekankan pentingnya memisahkan antara hukum dan moralitas. Ia berargumen bahwa hukum adalah sebuah sistem sosial yang terdiri dari aturan-aturan yang diakui dan diterima oleh masyarakat, terlepas dari apakah aturan tersebut moral atau tidak.
Hukum memiliki karakteristik yang berbeda dengan moralitas, seperti adanya sanksi yang jelas dan lembaga penegak hukum.


Kritik Terhadap Naturalisme Hukum:
Hart mengkritik pandangan yang menyatakan bahwa hukum harus didasarkan pada moralitas yang bersifat universal dan alamiah. Ia berpendapat bahwa pandangan ini terlalu idealis dan tidak sesuai dengan kenyataan hukum yang kompleks.


Hukum sebagai Sistem Sosial:
Hart melihat hukum sebagai sebuah sistem sosial yang terdiri dari aturan-aturan yang diakui dan diterima oleh masyarakat. Sistem hukum ini memiliki struktur dan dinamika yang khas.


Implikasi Pemikiran Hart:
Landasan Positivisme Hukum : Pemikiran Hart menjadi landasan bagi aliran positivisme hukum modern, yang menekankan pada analisis hukum secara empiris dan terlepas dari nilai-nilai moral.
Analisis Hukum yang Sistematis : Hart memberikan analisis yang sistematis tentang konsep hukum, dengan membedakan antara aturan primer dan sekunder.
Fokus pada Realitas Hukum : Hart lebih fokus pada bagaimana hukum bekerja dalam praktik, daripada pada idealisme tentang apa yang seharusnya menjadi hukum.

Pokok-pokok pemikiran Weber yang relevan dengan perkembangan hukum di Indonesia:

1. Rasionalisasi dan Birokrasi
Rasionalisasi Hukum: Weber melihat adanya tren rasionalisasi dalam masyarakat modern, termasuk dalam sistem hukum. Di Indonesia, kita melihat pergeseran dari sistem hukum adat yang lebih bersifat informal menuju sistem hukum nasional yang lebih formal dan rasional.
Birokrasi Hukum: Pembentukan birokrasi hukum yang kuat merupakan ciri khas modernitas. Di Indonesia, lembaga-lembaga seperti Mahkamah Agung, Kejaksaan Agung, dan kepolisian merupakan contoh birokrasi hukum yang berperan penting dalam penegakan hukum.
2. Kekuasaan dan Hukum
Tiga Jenis Kekuasaan: Weber mengidentifikasi tiga jenis kekuasaan: tradisional, karismatik, dan rasional-legal. Dalam konteks Indonesia, kita dapat melihat bagaimana ketiga jenis kekuasaan ini berinteraksi dalam pembentukan dan penegakan hukum. Misalnya, kekuasaan tradisional masih memiliki pengaruh dalam masyarakat pedesaan, sementara kekuasaan rasional-legal semakin dominan dalam pemerintahan.
Hukum sebagai Alat Kekuasaan: Weber menekankan bahwa hukum tidak hanya sekadar kumpulan aturan, tetapi juga merupakan alat bagi kelompok yang berkuasa untuk mempertahankan status quo. Hal ini relevan dengan analisis terhadap dinamika kekuasaan dalam pembentukan kebijakan hukum di Indonesia.
3. Agama dan Hukum
Etika Protestan dan Kapitalisme: Meskipun fokus utama Weber adalah pada Eropa, gagasannya tentang hubungan antara agama dan ekonomi dapat diterapkan dalam konteks Indonesia. Pengaruh agama, seperti Islam, terhadap perkembangan hukum di Indonesia sangat signifikan.
Pluralisme Hukum: Indonesia memiliki keberagaman agama dan budaya yang melahirkan pluralisme hukum. Weber memberikan kerangka analisis yang berguna untuk memahami interaksi antara berbagai sistem hukum dalam masyarakat yang plural.
Implikasi Pemikiran Weber untuk Perkembangan Hukum di Indonesia
Peran Negara: Weber menekankan peran penting negara dalam pembentukan dan penegakan hukum. Di Indonesia, negara memiliki peran sentral dalam membentuk sistem hukum nasional.
Legitimasi Hukum: Legitimasi hukum sangat penting bagi keberlangsungan suatu sistem hukum. Weber membantu kita memahami bagaimana legitimasi hukum dapat dibangun melalui berbagai mekanisme, seperti tradisi, karisma, atau rasionalitas.
Dinamika Kekuasaan: Pemikiran Weber membantu kita memahami bahwa hukum tidak statis, tetapi selalu berubah dalam konteks dinamika kekuasaan yang lebih luas.
Peran Masyarakat: Weber juga menekankan pentingnya peran masyarakat dalam membentuk dan mengubah hukum. Partisipasi masyarakat dalam proses pembuatan hukum sangat penting untuk memastikan bahwa hukum relevan dengan kebutuhan masyarakat.


Tantangan dan Isu Kontemporer
Harmonisasi Hukum Adat dan Nasional: Salah satu tantangan utama dalam perkembangan hukum di Indonesia adalah bagaimana mengharmonisasikan hukum adat dengan hukum nasional.
Keadilan Transisional: Isu keadilan transisional, seperti penanganan pelanggaran HAM masa lalu, juga menjadi tantangan dalam konteks penerapan hukum di Indonesia.
Korupsi: Korupsi merupakan masalah serius yang menghambat penegakan hukum di Indonesia. Pemikiran Weber dapat membantu kita memahami akar penyebab korupsi dan mencari solusi yang efektif.

Relevansi Pemikiran Hart untuk Perkembangan Hukum di Indonesia
Reformasi Hukum : Pemikiran Hart tentang aturan primer dan sekunder relevan dalam memahami proses reformasi hukum di Indonesia, di mana aturan-aturan lama perlu diubah atau disesuaikan dengan kondisi yang baru.
Pluralisme Hukum : Pemikiran Hart tentang pemisahan hukum dan moralitas membantu kita memahami tantangan dalam mengelola pluralisme hukum di Indonesia, di mana terdapat berbagai sistem hukum yang hidup berdampingan.
Interpretasi Hukum : Konsep aturan sekunder Hart memberikan kerangka kerja untuk memahami proses interpretasi hukum oleh para hakim dan penegak hukum lainnya.
Pendidikan Hukum : Pemikiran Hart dapat menjadi dasar dalam pendidikan hukum di Indonesia, untuk menanamkan pemahaman yang lebih baik tentang sifat dan fungsi hukum.
Tantangan dan Isu Kontemporer

Harmonisasi Hukum Adat dan Nasional:

Salah satu tantangan utama dalam perkembangan hukum di Indonesia adalah bagaimana mengharmonisasikan hukum adat dengan hukum nasional. Pemikiran Hart dapat membantu kita memahami bagaimana kedua sistem hukum ini dapat hidup berdampingan.


Keadilan Transisional: 

Isu keadilan transisional, seperti penanganan pelanggaran HAM masa lalu, juga menjadi tantangan dalam konteks penerapan hukum di Indonesia. Pemikiran Hart tentang perubahan hukum dapat memberikan perspektif yang berguna dalam menghadapi isu ini.

Kesimpulan

Dengan menggabungkan pemikiran Weber dan Hart, kita dapat melihat bahwa perkembangan hukum di Indonesia merupakan hasil interaksi antara berbagai faktor, termasuk : Faktor sosial, Faktor politik, Faktor ekonomi, Faktor budaya. Pemikiran Weber dan Hart memberikan kerangka analisis yang sangat berguna untuk memahami perkembangan hukum di Indonesia. Dengan memahami konsep-konsep seperti rasionalisasi, birokrasi, kekuasaan, aturan primer dan sekunder, serta pemisahan hukum dan moralitas, kita dapat menganalisis secara lebih mendalam dinamika hukum di Indonesia serta tantangan-tantangan yang dihadapi.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun