Membaca adalah salah satu aktivitas yang tidak bisa dipisahkan dari kegiatan belajar dan mengajar. Ketika guru harus mengajar, terlebih dahulu guru tersebut harus mempersiapkan dirinya dengan memahami materi yang akan  disampaikannya nanti. Salah satu proses persiapannya  adalah melalui kegiatan membaca atau menelaah bahan ajar yang akan disampaikan.Â
Begitu pula dengan murid-muridnya, murid yang pandai tidak lantas menjadi pandai tanpa adanya proses yang harus dia lalui sebagai pelajar, salah satunya adalah kebiasaan ia dalam membaca buku.Â
Sudah menjadi hukum alamiah, anak yang mempunyai intensitas baca yang tinggi dimungkinkan akan lebih mudah memahami banyak hal ketimbang anak yang memiliki intensitas baca yang rendah. Karena input pengetahuan ke dalam pikirannya jauh lebih banyak ketimbang anak yang mempunyai kebiasaan baca yang rendah.
Salah satu penunjang kegiatan membaca di sekolah adalah dengan adanya perpustakaan. Sejak dulu sampai saat ini perpustakaan telah menjadi pusat sumber belajar di suatu lembaga pendidikan, dari tingkat pendidikan dasar sampai tingkat pendidikan tinggi, perpustakaan menjadi tempat yang wajib adanya. Karena di sanalah buku-buku yang menjadi sumber belajar pokok maupun penunjang tersimpan dan tertata. Â Â
Dengan adanya perpustakaan tersebut sudah semestinya dapat meningkatkan budaya baca para murid di sekolah, karena apapun yang ingin diketahui oleh murid setidaknya dapat ditemukan di perpustakaan.Â
Namun pada kenyataannya, masih banyak perpustakaan di sekolah-sekolah tertentu tidak begitu berpengaruh keberadaannya terhadap peningkatan budaya baca para muridnya. Khususnya perpustakaan-perpustakaan yang ada pada satuan pendidikan dasar.Â
Kenapa demikian? Karena pengelola perpustakan di Sekolah Dasar (SD) biasanya harus bebagi tanggung jawab dengan profesi pokoknya sebagai guru. Dengan kata lain, pustakawan di SD adalah juga merupakan guru di SD tersebut.Â
Sah-sah saja memang, tapi efektifitas kerja sebagai seorang pengelola perpustakaan sekaligus sebagai seorang guru tentu tidak akan sebaik dia apabila berprofesi sebagai seorang pustakawan saja. Karena kalau diperinci, tugas seorang pustakawan tidaklah sesederhana yang dibayangkan.
Tugasnya tidak hanya sekedar menyuruh anak dan menjaga anak supaya tetap diam dan tidak gaduh saat di perpustakaan, namun yang lebih penting adalah sejauh mana pengelola dapat meningkatkan pelayanan perpustakaannya dalam rangka meningkatkan budaya baca para muridnya.Â
Dimulai dari pencarian buku-buku menarik dan kekinian yang sesuai dengan perkembangan anak, dilanjut dengan proses pemesanan, katalogisasi, sampai penempatan buku pada rak-rak yang dimungkinkan dapat menarik hati para murid untuk membaca. Semuanya dilakukan dengan penuh perhitungan.
Apabila peran perpustakaan tidak dioptimalkan, penulis khawatir kalau perpustakaan sekolah kini hanya menjadi pelengkap bangunan sekolah saja, atau hanya dijadikan gudang penyimpanan buku-buku bekas semata.Â
Para murid enggan berkunjung lagi dikarenakan pengelolaan yang buruk atau karena buku-buku yang ada telah usang tanpa adanya pembaharuan, atau karena minimnya buku-buku yang sesuai dengan perkembangan psikologis mereka.
Buku yang Bermutu
Ketersediaan buku-buku yang bermutu adalah hal yang sangat penting untuk mengoptimalkan peran perpustakaan sekolah. Bangunan perpustakaan yang bagus dan luas tidak akan berpengaruh apa-apa kalau di dalamnya tidak ada buku-buku yang bermutu. Bermutu disini sangatlah relatif, sesuai dengan kebutuhan tingkat satuan pendidikan dimana perpustakaan tersebut berdiri.Â
Buku-buku untuk anak usia SMP tentu berbeda dengan buku-buku untuk anak usia SD yang pada dasarnya kemampuan bacanya masih dibilang rendah. Buku-buku yang mempunyai banyak gambar, ukuran huruf yang besar, desain cover yang menarik serta halaman yang tidak terlalu tebal tentu sangatlah cocok untuk bacaan anak usia SD.Â
Meskipun buku tersebut pada umumnya banyak dijumpai pada buku-buku komik Jepang, misalkan, namun sekarang sudah banyak buku-buku yang demikian dengan bertemakan pendidikan. Baik berupa cerita maupun materi-materi pembelajaran.
Tempat yang Nyaman dan Pelayanan yang Ramah
Meskipun di masa kini banyak perpustakaan sekolah yang membuka ruang secara online bagi para pembaca di dunia maya, namun tidak semua pelajar dapat masuk dan menikmati fasilitas yang telah terhubung dengan jaringan tersebut. Maka perpustakaan sebagai sebuah ruangan nyata yang banyak menyimpan berbagai macam koleksi buku tetap menjadi pilihan utama.Â
Oleh karenanya, tempat yang nyaman, tata letak lemari dan pajangan yang tidak membosankan untuk dipandang mata adalah hal yang harus diperhatikan. Ruangan yang diciptakan seperti suasana di dalam rumah atau kamar sendiri tentu menjadi nilai plus bagi perpustakaan tersebut.Â
Terlebih-lebih dengan adanya pelayanaan yang ramah dari pengelola perpustakaan, tentu akan membuat murid menyimpan rasa rindu tersendiri untuk kembali mengunjungi perpustakaan.
Program Kreatif
Membuat orang untuk gemar membaca adalah hal yang cukup menantang, karena persoalan membaca adalah persoalan suka dan tidak suka, butuh dan tidak butuh. Tidak bisa dipaksa oleh pihak lain, selain timbul dari kesadaran dirinya sendiri.Â
Apalagi pada anak yang belum memiliki gairah yang cukup besar untuk membaca. Namun, bukan hal yang tidak mungkin apabila gairah membaca itu dapat dipicu dengan suatu tindakan atau kegiatan yang dapat merangsang tumbuhnya keinginan seseorang untuk gemar membaca. Disinilah peran perpustakaan sekolah harus ditunjukkan.Â
Perpustakaan Sekolah harus merancang program yang kreatif guna meningkatkan kegemaran murid dalam membaca buku. Contohnya adalah dengan diadakannya lomba menulis, entah itu menulis cerpen, novel, puisi, artikel atau resensi yang semuanya itu berhubungan erat dengan dunia kepustakaan.Â
Tentunya, murid akan semakin sering berkunjung ke perpustakaan dikarenakan membutuhkan contoh atau referensi guna menunjang perlombaan tersebut. Lambat laut, secara tidak langsung kegiatan semacam ini akan menjadikan siswa lebih akrab dengan perpustakaan, khususnya dengan buku itu sendiri.
Tidak hanya itu, program rutin pun dapat dilakukan pengelola perpustakaan bersama-sama dengan para guru. Salah satunya adalah program silent reading. Kegiatan ini adalah suatu bentuk pembiasaan siswa dalam membaca buku. Dalam kegiatan ini, guru menganjurkan bahkan bisa mewajibkan setiap anak membawa satu buku  yang mereka sukai ke kelas.Â
Sepuluh sampai lima belas menit sebelum pelajaran pertama dimulai, seluruh siswa disuruh membaca buku yang mereka bawa tersebut dengan cara silent, atau membaca dalam hati tanpa suara.Â
Hal ini adalah suatu bentuk pembiasaan yang cukup baik guna menumbuhkan minat murid dalam membaca buku-buku yang mereka sukai, sekaligus memberi pembelajaran terhadap mereka bagaimana membaca buku yang baik, tanpa harus menggangu orang lain.
Contoh dari GuruÂ
Segala perkataan dan tingkah laku seorang guru adalah model bagi para muridnya. Konsep ini cukup lumrah dalam dunia pendidikan, bahkan mungkin saat seorang guru masih duduk di bangku kuliah mereka telah mendengar konsep atau pepatah yang demikian itu.Â
Namun, pepatah itu rupanya cukup sulit diaplikasikan oleh para guru, terlebih mengenai persoalan membaca. Tidak hanya menyuruh membaca, semestinya guru pun menunjukkan kepada murid-muridnya bahwa membaca telah menjadi kebiasaannya pula.
Penulis prihatin ketika guru senantiasa menyuruh anak terus belajar, namun gurunya sendiri sama sekali bukan pembelajar yang baik. Membaca merupakan bagian dari belajar, tanpa harus diintervensi semestinya kegiatan membaca sudah mendarah daging bagi seorang guru dan murid.Â
Terlebih-lebih bagi guru, karena guru sebagai fasilitator bagi murid-muridnya, sehingga asupan pengetahuan pada dirinya harus jauh lebih besar dari para muridnya.
Sungguh, akan menjadi pemandangan yang luar biasa apabila guru atau bahkan kepala sekolah didapati oleh anak-anak sedang membaca saat adanya waktu luang di sekolahnya. Tidak hanya di perpustakaan, mungkin di taman-taman dan kantin sekolah anak melihat para gurunya sedang membaca. Keadaan ini, memberikan pengaruh yang luar biasa bagi para murid untuk meniru kebiasaan para gurunya.
Pada akhirnya, peran perpustakan sebagai tempat sekaligus wadah dalam peningkatan budaya baca di sekolah tidak akan berjalan secara optimal tanpa adanya dukungan dari guru dan kepala sekolah. Kolaborasi apik antara tempat yang nyaman, buku yang bermutu, program yang kreatif dan contoh yang nyata dari para pendidik adalah mutlak adanya.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H