Mohon tunggu...
Muhammad Rifqy Nur Fauzan
Muhammad Rifqy Nur Fauzan Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

Tuhan selalu memberikan ilmu melalui alam dan fenomena yang terjadi tanpa disadari oleh manusia

Selanjutnya

Tutup

Filsafat Pilihan

Bagaimana Bisa (Kesadaran-Kesadaran Tauhid)

10 Februari 2023   10:24 Diperbarui: 10 Februari 2023   10:36 214
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Filsafat. Sumber ilustrasi: PEXELS/Wirestock

Engkaulah rajaku

Raja jiwa ragaku

Titahmu acuan hidupku

Hidupku kuserahkan padamu

Diam dan gerakku

Bungkam dan bicaraku

Tidur dan bangkitku

Hidup dan matiku

Kuselaraskan perintahmu

Kapan melangkah

melangkah kemana

Kapan bersenggama

bersenggama dengan siapa

Kapan tidur

Tidur seberapa lama

Kapan bicara

bicara apa

Kuturuti arahanmu

Bagaimana berbusana

Bagaimana bercanda

Bagaimana menghamba

Hidup dan mati seperti siapa

Kuikuti instruksimu

Manusia mesti sadar diri

Paham posisi

Dengar instruksi

Lalu eksekusi dan kumandangkan

Inna ash-sholati

Wanusuki

Wa mahyaya wa mamati

Lillahi robbil 'alamin

Engkaulah kasihku

Kasih suka dukaku

Kehendakmu arah jiwaku

Cinta dan bencimu kompas rasaku

Bagaimana bisa kucintai yang membencimu. 

Bagaimana bisa kubenci yang mencintaimu.

Bagaimana bisa kucintai yang kau benci. Bagaimana bisa kubenci yang kau cintai.

Engkaulah tujuanku

Tujuan hidup matiku

Ciptaan adalah penandamu

Bersumber darimu

Bagaimana bisa kubenci ciptaanmu, sedang ia darimu. 

Bagaimana bisa mendekat padamu, dengan merusak karyamu. 

Berdustalah lisan yang mendaku mencintaimu, tapi menyakiti yang bersumber darimu.

Engkaulah yang tersaksikan

Tersaksikan di sekujur wujud ciptaan

Ciptaan adalah cermin

Cermin penampil wajah sang Rahman.

Kupandangi langit dan bumi, kau yang kusaksikan. 

Kupandangai bukit dan lembah, kau yang kusaksikan. 

Kupandangai laut, daratan, bunga, tanah dan hewan, kau yang kusaksikan. 

Kupandangi diriku, dirimu yang terlihat.

Ma roaitu syaian, illa waroaitullaha qoblahu, ma'ahu wa ba'dahu. Wa huwa 'ala kulli syaiin syahid.

Bagaimana bisa kusakiti ciptaanmu yang senantiasa menampilkan wajahmu. Bagaimana bisa mendaku merindukan, bila cermin wajahnya kau pecahkan.

Butalah hati mereka yang menyakiti. Mendugamu di sana, kami di sini. Maka dengarlah diktum suci ini, Wa huwa ma'akum, aina ma kuntum.

Engkaulah samudra

Samudra tiada tepi

Berpuisi aku tak mampu lagi

Kelu lidahku, beku nalarku

Lenyap wujudku

Bagaimana bisa patuh perintah paduka. Bagaimna bisa mencintai dan membenci karya kekasih. 

Bagaimana bisa menyaksikan wajah Rahman di sekujur cermin ciptaan. 

Bila aku meniada, fana fillah.

Itulah setetes air yang melompat ke samudra.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun