Engkaulah rajaku
Raja jiwa ragaku
Titahmu acuan hidupku
Hidupku kuserahkan padamu
Diam dan gerakku
Bungkam dan bicaraku
Tidur dan bangkitku
Hidup dan matiku
Kuselaraskan perintahmu
Kapan melangkah
melangkah kemana
Kapan bersenggama
bersenggama dengan siapa
Kapan tidur
Tidur seberapa lama
Kapan bicara
bicara apa
Kuturuti arahanmu
Bagaimana berbusana
Bagaimana bercanda
Bagaimana menghamba
Hidup dan mati seperti siapa
Kuikuti instruksimu
Manusia mesti sadar diri
Paham posisi
Dengar instruksi
Lalu eksekusi dan kumandangkan
Inna ash-sholati
Wanusuki
Wa mahyaya wa mamati
Lillahi robbil 'alamin
Engkaulah kasihku
Kasih suka dukaku
Kehendakmu arah jiwaku
Cinta dan bencimu kompas rasaku
Bagaimana bisa kucintai yang membencimu.Â
Bagaimana bisa kubenci yang mencintaimu.
Bagaimana bisa kucintai yang kau benci. Bagaimana bisa kubenci yang kau cintai.
Engkaulah tujuanku
Tujuan hidup matiku
Ciptaan adalah penandamu
Bersumber darimu
Bagaimana bisa kubenci ciptaanmu, sedang ia darimu.Â
Bagaimana bisa mendekat padamu, dengan merusak karyamu.Â
Berdustalah lisan yang mendaku mencintaimu, tapi menyakiti yang bersumber darimu.
Engkaulah yang tersaksikan
Tersaksikan di sekujur wujud ciptaan
Ciptaan adalah cermin
Cermin penampil wajah sang Rahman.
Kupandangi langit dan bumi, kau yang kusaksikan.Â
Kupandangai bukit dan lembah, kau yang kusaksikan.Â
Kupandangai laut, daratan, bunga, tanah dan hewan, kau yang kusaksikan.Â
Kupandangi diriku, dirimu yang terlihat.
Ma roaitu syaian, illa waroaitullaha qoblahu, ma'ahu wa ba'dahu. Wa huwa 'ala kulli syaiin syahid.
Bagaimana bisa kusakiti ciptaanmu yang senantiasa menampilkan wajahmu. Bagaimana bisa mendaku merindukan, bila cermin wajahnya kau pecahkan.
Butalah hati mereka yang menyakiti. Mendugamu di sana, kami di sini. Maka dengarlah diktum suci ini, Wa huwa ma'akum, aina ma kuntum.
Engkaulah samudra
Samudra tiada tepi
Berpuisi aku tak mampu lagi
Kelu lidahku, beku nalarku
Lenyap wujudku
Bagaimana bisa patuh perintah paduka. Bagaimna bisa mencintai dan membenci karya kekasih.Â
Bagaimana bisa menyaksikan wajah Rahman di sekujur cermin ciptaan.Â
Bila aku meniada, fana fillah.
Itulah setetes air yang melompat ke samudra.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H