Annelies adalah representasi dari ketidakadilan sosial di kalangan kaum perempuan, kendati berasal dari kalangan bangsawan Belanda, tetap menjadi korban dari ketidakadilan patriarki dan kolonialisme.
Perempuan di sini bukan hanya menjadi objek yang diperebutkan antara Minke dan kekuatan kolonial, tetapi juga menjadi figur yang memperlihatkan kesenjangan gender yang ada di tengah masyarakat yang terjajah.
Minke dan Annelies, meskipun berasal dari latar belakang yang sangat berbeda, mengalami tekanan dari sistem sosial yang dibentuk oleh kolonialisme.
Dalam narasi ini, Pramoedya mengajak pembaca untuk melihat betapa kuatnya pengaruh patriarki, baik dalam masyarakat kolonial maupun masyarakat pribumi.
Selain Annelies, karakter perempuan lainnya seperti Nyai Ontosoroh, juga menjadi figur penting dalam cerita. Nyai Ontosoroh adalah simbol dari perempuan pribumi yang menderita akibat ketidakadilan kolonial.
Ia diposisikan sebagai  'nyai' atau gundik, namun dia juga menunjukkan kekuatan luar biasa dalam mengelola kehidupan dan mengambil keputusan-keputusan penting yang mempengaruhi banyak orang.
Melalui tokoh Nyai Ontosoroh, Pramoedya menggambarkan perjuangan perempuan dalam sistem sosial yang sangat patriarkis dan diskriminatif.
Makna Perjuangan dalam Tetralogi Buruh
Pramoedya tidak hanya mengisahkan perjuangan fisik melawan penjajah, tetapi juga perjuangan ideologis yang lebih dalam.
Dalam Rumah Kaca, kita melihat perkembangan Minke yang semakin sadar akan peranannya dalam perubahan sosial dan politik Indonesia.
Minke menjadi seorang aktivis yang percaya pada pentingnya kesadaran kolektif untuk melawan ketidakadilan dan penindasan.