Minke kendati terpelajar, merasa teralienasi di dunia yang penuh dengan batasan-batasan rasial dan diskriminasi.Â
Hal ini mencerminkan konflik yang lebih besar, yaitu bagaimana individu yang terpelajar atau 'di-peradab-kan' oleh Barat tetap berada di luar lingkaran kekuasaan kolonial yang sesungguhnya. Meskipun mereka bisa mengakses pendidikan dan kebudayaan Barat.
Pramoedya dan Kritik Sosial terhadap Kolonialisme
Melalui karya-karya dalam tetralogi ini, Pramoedya secara jelas mengkritik sistem kolonial Belanda yang tidak hanya mengusik fisik rakyat, tetapi juga membentuk hierarki sosial yang mendalam.
Dalam Anak Semua Bangsa dan Jejak Langkah, kita bisa melihat betapa kerasnya kekuatan kolonial dalam menciptakan struktur sosial yang terpecah dan saling mendiskriminasi antar kelompok. Kaum buruh, petani, dan kelas-kelas bawah lainnya sering kali menjadi korban sistem ini.
Namun demikian, Pramoedya juga menunjukkan bahwa meskipun terjajah, rakyat Indonesia memiliki potensi besar untuk melawan.
Karakter Minke, kendati terdidik dalam sistem yang sama dengan penjajah, tetapi memiliki kecerdasan dan keberanian untuk mempertanyakan struktur sosial tersebut. Dia menjadi simbol dari perlawanan intelektual terhadap ketidakadilan kolonial.
Pramoedya sangat mahir mengungkapkan ketidakadilan sosial dalam novel-novelnya. Melalui penulisannya yang kuat, ia tidak hanya menceritakan penderitaan rakyat bawah, tetapi juga menggambarkan betapa rapuhnya sistem yang diciptakan oleh penjajah.
Keberanian Minke untuk mempertanyakan dan menantang sistem ini mencerminkan semangat perlawanan yang dapat ditemukan pada setiap lapisan masyarakat Indonesia pada masa itu.
Peran Perempuan dalam Tetralogi Buruh
Aspek menarik lainnya dalam tetralogi ini adalah penggambaran peran perempuan dalam perjuangan sosial. Dalam Bumi Manusia, karakter Annelies, yang merupakan wanita Belanda yang menjadi kekasih Minke, menambah dimensi baru pada kisah perjuangan ini.