Jakarta mengajarkan saya banyak hal, kendati saya tidak selalu siap menerima semua pelajaran itu. Kadang, pelajaran hidup datang dengan cara yang tak terduga seperti teman-teman yang ngajak untuk ngopi, tukang ojek online yang memberikan komentar cerdas tentang kehidupan, bahkan dari mereka yang tampaknya terpinggirkan dalam roda ekonomi besar ini.
Saya mulai belajar bahwa Jakarta, meskipun tampak mewah dan berkilau dari luar, tetapi saya menyadari bahwa Jakarta lebih mirip dengan tempat dimana orang-orang berjuang keras untuk mendapatkan tempat mereka.
Di tengah lautan orang-orang yang berlari tanpa henti, ada pelajaran penting yang bisa diambil bahwa hidup bukan tentang menjadi yang tercepat atau terbaik, melainkan tentang survive dan bertahan hidup.
Salah satu hikmah terbesar yang saya dapatkan adalah tentang fleksibilitas. Di Jakarta, saya belajar untuk beradaptasi dalam segala situasi dan kondisi.
Terkadang, kita harus rela menerima kenyataan bahwa rencana besar bisa berantakan dalam sekejap hanya karena hujan, atau bahkan karena dosen memutuskan untuk memberi tugas akhir tambahan yang tiba-tiba, di luar kemampuan kita, dan harus segera selesai.
Hidup di Jakarta mengajarkan saya untuk tidak terlalu berharap pada rencana yang muluk-muluk, tetapi lebih kepada menyiapkan diri untuk segala kemungkinan yang ada dan tanpa direncanakan.
Menjadi seorang pemulung hikmah di Jakarta juga berarti belajar untuk tidak terlalu fokus pada apa yang orang lain pikirkan. Di kota ini, saya belajar bahwa opini orang lain tentang diri kita sering kali lebih banyak dipengaruhi oleh pencitraan media sosial daripada kenyataan hidup.
Sementara sebagian besar orang di Jakarta lebih sibuk dengan cerita tentang pencapaian mereka yang terlihat di feed Instagram atau LinkedIn, tetapi saya memilih untuk merenung dan berpikir tentang arti dan hakikat semua ini (kesuksesan).
Apakah itu tentang memiliki uang banyak? Atau apakah itu tentang memiliki waktu untuk menikmati hidup? Di Jakarta, saya mulai menyadari bahwa sukses itu sangat relatif. Namun yang terpenting adalah bagaimana kita menjalani hidup dan apa yang kita pelajari setiap hari dari pengalaman itu.
Hidup itu bukan Lomba Lari
Setiap hari di Jakarta adalah pelajaran tentang kegigihan. Jakarta bukan tempat untuk orang yang mudah menyerah dan banyak mengeluh, baik bagi diri sendiri maupun keadaan.