Mari kita bicara sedikit tentang strategi kampanye Sherly yang tampaknya sangat terstruktur, sistematis, dan terencana. Salah satu taktik yang sangat jitu adalah menghindari pembahasan rinci tentang kebijakan.
Mengapa repot-repot membahas hal-hal teknis yang kompleks seperti anggaran daerah, proyeksi ekonomi, atau infrastruktur? Lebih baik tampil dengan janji-janji yang terdengar menarik.
Apalagi di daerah seperti Maluku Utara yang masih sangat bergantung pada pendekatan emosional dalam politiknya. Apakah masyarakat benar-benar membutuhkan detail kebijakan atau mereka hanya ingin merasa terhubung dengan calon yang memahami kebutuhan mereka secara emosional?
Bukan hanya sekedar slogan kosong, Sherly berhasil menghadirkan dirinya sebagai "pembaharu" yang dijanjikan oleh Maluku Utara. Dalam analisis politik kontemporer, janji-janji besar tanpa detail teknis sering kali menjadi salah satu alat paling efektif untuk memenangkan hati masyarakat (Moffitt & Tormey, 2021).
Seperti yang kita lihat dalam banyak kampanye populis, yang terpenting adalah citra dan simbolisme. Tak masalah apabila program kerjanya belum tentu dapat diimplementasikan, asal pesannya sampai dan disambut dengan tepuk tangan.
Ini adalah seni berbicara tanpa menjelaskan apa pun, dan Sherly tampaknya telah memahaminya dengan sangat baik.
Ketika Adat dan Budaya menjadi Senjata Pemilihan
Tak dapat dipungkiri, Sherly Tjoanda tahu betul bahwa di Maluku utara, politik tak bisa lepas dari sentimen lokal. Di tengah atmosfer Pilkada yang memanas, dia memilih untuk mendekatkan dirinya dengan masyarakat melalui pendekatan yang sangat menyentuh.
Sherly dengan pendekatan briliannya, mampu berbicara tentang kebudayaan lokal, melibatkan tokoh adat, dan tentu dengan menjanjikan bahwa di bawah kepemimpinannya, budaya dan tradisi akan dihormati serta dilestarikan.
Siapa yang bisa menolak pendekatan seperti ini? Dalam banyak kasus, para pemilih lebih suka merasakan hubungan emosional dengan calon pemimpin mereka daripada mempertimbangkan seberapa realistis kebijakan yang ditawarkan (Heath, 2022).
Mungkin ini adalah pendekatan yang sangat klasik, tetapi apakah ada yang lebih efektif dari berbicara tentang kebudayaan dan identitas lokal? Tentu saja tidak. Menggunakan simbol-simbol budaya dan adat sebagai alat politik adalah trik lama yang tak pernah gagal dalam politik daerah (Keddie, 2023).