Kekhawatiran masyarakat tentu meningkat mengingat perpanjangan masa jabatan ini dapat membuka pintu penyalahgunaan wewenang terbuka lebar. Dengan masa jabatan yang panjang kepala desa dinilai gila jabatan. Belum lagi kecenderungan masyarakat mengenai dugaan korupsi dan penggunaan jabatan untuk kepentingan keluarga kepala desa terpilih. Ketegangan politik kemungkinan dapat teratasi dengan perpanjangan masa jabatan. Namun, disisi lain muncul kekhawatiran bahwa kepala desa akan menjadi sewenang-wenang dan menjadi "raja kecil" di daerahnya.Â
Kepala desa memang berasal dari latar belakang yang beragam. Jadi dibutuhkan lebih banyak bimbingan teknis terutama mengenai keuangan dan sebagainya. Namun hal ini apakah dinilai efektif dan dapat mencegah penyalahgunaan wewenang setelah diberikan kepercayaan 9 tahun? Penguatan SDM untuk kepala desa demi mencegah berbagai penyelewengan memang diperlukan, tapi apakah masyarakat dapat mengharapkan hal tersebut.
Tuntutan perpanjangan masa jabatan Kades juga diduga adanya agenda kepentingan partai politik, karena masyarakat bisa saja terpengaruh dengan politik kepala desa. Kepala Asosiasi Pemerintah Desa Seluruh Indonesia membantah hal ini, menurutnya urusan partai politik sangat jauh dengan urusan di desa. Disisi lain, Budiman Sudjatmiko, menyatakan jika ada kepentingan partai politik hal itu sah-sah saja. Dirinya melanjutkan, ketika sebuah partai politik mendukung tuntutan para kepala desa untuk meraih simpati lebih banyak maka sah-sah saja dilakukan.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H