Pada era globalisasi saat ini, kita menghadapi kemajuan teknologi dan arus informasi yang terus berkembang. Semua aspek kehidupan manusia dipengaruhi secara signifikan oleh globalisasi, termasuk ekonomi, politik, sosial, dan budaya. Salah satu kekuatan utama globalisasi adalah teknologi, yang telah mengubah cara kita berinteraksi, bekerja, dan bahkan belajar. Perubahan ini membawa tantangan baru ke dunia pendidikan. Dunia pendidikan harus menghasilkan siswa yang tidak hanya pintar secara intelektual tetapi juga memiliki moralitas dan nilai kemanusiaan yang kuat.
Pendidikan humanisasi, yang menekankan pada nilai-nilai kemanusiaan, menjadi salah satu jawaban dalam menghadapi tantangan globalisasi dan teknologi. Pendidikan ini bertujuan untuk membentuk individu yang tidak hanya terampil secara teknis, tetapi juga peka terhadap sesama, berempati, dan memiliki rasa tanggung jawab terhadap masyarakat serta lingkungan.
Pendidikan Humanisasi
Pendidikan humanisasi adalah metode yang berpusat pada pemanusiaan siswa dan bertujuan untuk mengembangkan potensi manusia secara keseluruhan dari segi intelektual, emosional, sosial, dan moral. Prinsip dasar dari pendekatan ini adalah menghargai martabat manusia sebagai individu yang memiliki hak, kebebasan, dan tanggung jawab dalam kehidupan sosial. Konsep ini menekankan pada pembentukan karakter dan kepribadian yang lebih utuh, yang mencakup nilai-nilai dan prinsip-prinsip moral yang kuat.
Pendidikan humanisasi menekankan pendekatan holistik, yaitu sebuah pendekatan yang melihat siswa sebagai individu yang memiliki berbagai dimensi yang masing-masing memerlukan pengembangan bersama. Kognitif (pengetahuan), afektif (perasaan dan sikap), dan psikomotorik adalah tiga dimensi utama yang diperhatikan dalam pendidikan ini. Tujuan dari pembelajaran holistik ini adalah untuk menghasilkan individu yang seimbang yang tidak hanya memiliki pengetahuan yang luas tetapi juga berempati dan bertanggung jawab terhadap orang lain.
Paulo Freire, seorang tokoh penting dalam pendidikan humanistik, berpendapat bahwa pendidikan seharusnya menjadi alat pembebasan yang membantu siswa menjadi sadar kritis terhadap realitas sosial di sekitar mereka. Dengan cara ini, siswa dapat memahami kondisi sosial mereka, berpikir kritis tentang ketidakadilan yang ada, dan bertindak untuk perubahan yang lebih baik. Freire menekankan pentingnya diskusi di antara guru dan siswa selama proses pembelajaran.
Pendidikan humanisasi juga sangat menekankan pada aspek etika dan moral dalam kehidupan sehari-hari. John Dewey menyatakan bahwa pendidikan tidak hanya bertujuan untuk memberi siswa pengetahuan, tetapi juga untuk memberi mereka kepekaan sosial dan kemampuan untuk membuat keputusan yang bijaksana berdasarkan nilai-nilai moral yang mereka pelajari. Menurut Dewey, pendidikan harus menanamkan rasa tanggung jawab sosial pada siswa agar mereka menjadi warga negara yang baik dan aktif dalam masyarakat.
Pendidikan humanisasi juga menekankan pentingnya solidaritas sosial, yaitu pemahaman bahwa setiap individu saling bergantung satu sama lain. Ini sesuai dengan gagasan Nel Noddings tentang pendidikan, yang berfokus pada "etika care", atau etika peduli, di mana pendidikan tidak hanya tentang apa yang diajarkan tetapi juga tentang hubungan yang dibangun antara guru dan siswa. Menurutnya, pendidikan yang baik adalah yang mengajarkan siswa untuk berkolaborasi dan bertanggung jawab satu sama lain untuk mencapai tujuan bersama baik di sekolah maupun di masyarakat luas.
Tantangan Globalisasi
Globalisasi telah memiliki dampak yang signifikan pada banyak aspek kehidupan manusia, termasuk dunia pendidikan. Meskipun globalisasi menawarkan banyak peluang untuk kemajuan pendidikan, itu juga membawa tantangan yang signifikan, terutama dalam mempertahankan keragaman budaya dan identitas pendidikan di tengah dominasi pengaruh global yang semakin kuat.
Salah satu efek besar dari globalisasi adalah dorongan untuk mengatur sistem pendidikan dan kurikulum di berbagai negara secara bersamaan. Standarisasi ini bertujuan untuk menyediakan individu dengan keterampilan yang sesuai dengan tuntutan pasar kerja global. Namun, standar yang konsisten ini seringkali mengabaikan faktor sosial, budaya, dan keuangan lokal. Sebagai contoh, kurikulum yang dibuat untuk memenuhi permintaan industri negara maju mungkin tidak sesuai dengan permintaan negara berkembang. Akibatnya, nilai-nilai budaya dan karakteristik lokal mungkin terlupakan, sementara sistem pendidikan berkonsentrasi pada kemampuan kognitif dan teknis. Karena itu, banyak negara sekarang menyadari pentingnya pendidikan karakter sebagai cara untuk mengatasi efek buruk dari sistem pendidikan yang terlalu terfokus pada prestasi akademik.
Selain itu, kemajuan dalam teknologi informasi dan komunikasi telah membuka kesempatan bagi orang-orang di seluruh dunia untuk bersaing secara langsung. Ini karena teknologi ini memungkinkan siswa dan guru dari berbagai negara berinteraksi dengan cepat, yang pada gilirannya meningkatkan persaingan baik di tingkat individu maupun antarnegara. Dalam situasi seperti ini, sistem pendidikan harus menyesuaikan diri dengan kebutuhan untuk meningkatkan kualitas sumber daya manusia agar dapat bersaing secara global. Hal ini berarti pendidikan harus memprioritaskan keterampilan kognitif selain keterampilan sosial dan praktis, seperti kemampuan berkomunikasi lintas budaya, kreativitas, dan kemampuan bekerja dalam tim multinasional. Namun, terlalu berfokus pada pencapaian global dapat mengabaikan perkembangan pribadinya. Pendidikan yang berfokus pada prestasi akademik tanpa mempertimbangkan keseimbangan emosional dan sosial dapat menghasilkan siswa yang tidak siap untuk menghadapi kesulitan kehidupan sehari-hari.
Dalam era globalisasi, ketimpangan dalam akses ke pendidikan juga merupakan masalah utama. Teknologi digital mempermudah pembelajaran dan informasi, tetapi tidak semua orang memiliki kesempatan yang sama untuk menggunakannya. Problem infrastruktur seperti akses internet yang terbatas, fasilitas pendidikan yang tidak memadai, dan kekurangan perangkat teknologi adalah kendala utama di banyak negara berkembang. Hal ini membuat perbedaan pendidikan antara negara maju dan negara berkembang semakin besar. UNESCO melaporkan bahwa ketidaksetaraan akses terhadap pendidikan menyebabkan kurangnya peluang bagi orang-orang dari kelompok ekonomi kurang mampu untuk mendapatkan pendidikan berkualitas tinggi. Pada akhirnya, hal ini menyebabkan perbedaan sosial dan ekonomi antara negara menjadi lebih besar.
Selain dampak-dampak tersebut, globalisasi memiliki efek yang lebih besar pada budaya dan prinsip masyarakat yang sudah ada. Melalui media massa, internet, dan media sosial, pengaruh budaya asing dapat merusak nilai-nilai lokal yang menjadi identitas suatu negara. Budaya konsumtif dan materialisme semakin mendominasi di kalangan generasi muda, sementara nilai-nilai seperti gotong royong, kesederhanaan, dan penghormatan terhadap orang tua mulai hilang. Sangat sulit untuk menggabungkan nilai-nilai global yang baik dengan kearifan lokal yang sudah ada dalam pendidikan. Selain membantu melestarikan warisan budaya lokal, pendidikan juga harus membantu siswa memahami perubahan dunia yang terus berkembang. Oleh karena itu, untuk menjaga nilai-nilai budaya lokal di tengah pengaruh kuat globalisasi, pendidikan yang mengutamakan penguatan karakter dan identitas bangsa sangat penting.
Peran Teknologi
Teknologi telah menjadi bagian yang tak terpisahkan dari kehidupan sehari-hari, termasuk dalam sektor pendidikan. Inovasi teknologi menawarkan berbagai keuntungan, seperti kemudahan akses informasi, menciptakan metode pembelajaran yang lebih interaktif, serta mempermudah komunikasi dan kolaborasi antara siswa dan pengajar. Namun, meskipun teknologi membawa banyak manfaat, ia juga menghadirkan tantangan besar dalam konteks pendidikan humanisasi, yang berfokus untuk mendidik individu yang tidak hanya pintar secara akademis, tetapi juga memiliki nilai-nilai moral, etika, dan keterampilan sosial yang baik.
Kemampuan untuk memberikan akses yang cepat dan mudah ke berbagai data merupakan salah satu keuntungan utama teknologi. Siswa dapat memperoleh berbagai materi pembelajaran dari berbagai sumber yang tidak terbatas melalui internet dan perangkat digital. Ini meningkatkan pengalaman belajar mereka dan memungkinkan mereka untuk mengeksplorasi secara mandiri. Sebaliknya, jumlah informasi yang sangat besar ini juga menimbulkan kesulitan bagi pendidikan humanisasi. Jika siswa tidak memahami etika digital dengan baik, mereka berisiko terjebak dalam perilaku yang merugikan seperti menyebarkan informasi palsu, terlibat dalam cyberbullying, atau menjadi ketergantungan pada teknologi yang mengganggu keseimbangan sosial dan emosional mereka.
Pemanfaatan teknologi dalam proses pembelajaran juga memberikan banyak manfaat, seperti menciptakan pengalaman belajar yang lebih menarik dan dinamis. Dengan bantuan teknologi, pembelajaran dapat disesuaikan dengan kebutuhan individu melalui berbagai platform pembelajaran online, aplikasi instruksional, dan simulasi virtual. Alat-alat ini dapat meningkatkan keterlibatan siswa dan memudahkan pemahaman konsep yang sulit. Namun, teknologi tidak boleh menggantikan peran guru sebagai motivator dan pengarah. Untuk menjaga interaksi sosial yang positif dan membantu perkembangan karakter siswa, peran guru masih sangat penting. Dalam pendidikan humanisasi, teknologi harus digunakan untuk mendukung pembelajaran yang inklusif, berbasis nilai, dan memperhatikan perkembangan intelektual dan emosional siswa.
Salah satu tantangan besar di era digital adalah berkurangnya interaksi sosial tatap muka, yang mempengaruhi perkembangan keterampilan sosial siswa. Siswa mungkin tidak dapat berinteraksi secara langsung karena penggunaan media sosial, aplikasi pesan instan, dan pembelajaran daring. Kemampuan sosial seperti komunikasi, empati, dan kerja sama sangat penting untuk pengembangan. Untuk memperoleh keterampilan sosial yang relevan dalam kehidupan sehari-hari, interaksi tatap muka sangat penting. Oleh karena itu, penting bagi pendidikan humanisasi untuk terus menekankan betapa pentingnya membangun keterampilan social (bukan menggantikan), teknologi harus digunakan untuk meningkatkan interaksi sosial. Sebagai contoh, platform pembelajaran kolaboratif daring dapat mendorong siswa untuk bekerja sama dalam tim secara virtual, yang dapat meningkatkan kemampuan mereka untuk berinteraksi dan bekerja sama. Agar keterampilan sosial dan emosional peserta didik tetap terjaga dengan baik, penggunaan teknologi harus diimbangi dengan kesempatan untuk berinteraksi secara langsung dalam konteks sosial.
Langkah-langkah Menuju Pendidikan Humanisasi
Pendidikan harus dapat beradaptasi dengan perkembangan globalisasi dan teknologi, yang memberikan dampak besar pada kehidupan manusia. Agar pendidikan tetap relevan, berkelanjutan, dan mampu menghadapinya secara efektif, perlu dilakukan sejumlah langkah komprehensif dan mendalam. Pendidikan yang menerapkan prinsip-prinsip humanisasi sangat penting untuk menghasilkan siswa yang tidak hanya memiliki kemampuan akademik tetapi juga memiliki karakter yang kuat, empati, dan mampu berkontribusi pada masyarakat dunia yang berkembang.
Kurikulum pendidikan tidak hanya ditujukan untuk menghasilkan individu dengan pengetahuan dan keterampilan teknis, tetapi juga yang memiliki kemampuan moral dan etika yang kokoh. Pendidikan harus mengintegrasikan nilai-nilai kemanusiaan seperti keadilan, toleransi, solidaritas, integritas, dan saling menghargai harus ditanamkan dalam semua mata pelajaran dan kegiatan pembelajaran. UNESCO (2015) menyatakan bahwa kurikulum berbasis nilai harus menekankan pada "pendidikan untuk kedamaian", yang mempromosikan dialog antarbudaya dan mengajarkan penghargaan terhadap perbedaan.
Kurikulum juga harus menekankan pengembangan karakter, yang mencakup sikap moral, perhatian terhadap lingkungan, dan solusi konflik secara damai. Metode ini sangat penting untuk mengatasi konflik yang sering terjadi di masyarakat global yang semakin beragam dan plural. Kurikulum berbasis nilai juga harus mendukung perkembangan sosial dan kognitif siswa.
Untuk mengatasi tantangan global yang semakin kompleks, pendekatan berbasis kompetensi yang menekankan penguasaan kompetensi tertentu dan penanaman nilai-nilai moral sangat diperlukan. Program berbasis proyek, seperti pembelajaran berbasis proyek (project-based learning), dapat menjadi sarana yang efektif untuk memperkenalkan siswa pada masalah sosial yang nyata dan menciptakan solusi kreatif melalui kolaborasi dengan individu yang memiliki latar belakang sosial dan budaya yang berbeda.
Teknologi dapat memainkan peran penting dalam memperkaya pengalaman belajar dengan memungkinkan pendidikan yang lebih interaktif, inklusif, dan personal. Penggunaan teknologi perlu dirancang tidak hanya untuk meningkatkan penguasaan keterampilan teknis dan pengetahuan, tetapi juga untuk mendukung perkembangan sosial dan emosional peserta didik. Sebagai contoh, platform pembelajaran online yang memungkinkan siswa dari berbagai belahan dunia bekerja sama satu sama lain dapat memberikan peluang bagi siswa untuk belajar lintas budaya sekaligus meningkatkan keterampilan sosial mereka dan kemampuan untuk berempati.
Namun, pedoman etika digital yang jelas harus disertakan dengan penggunaan teknologi dalam pendidikan. Ini karena media sosial dan internet semakin populer, sehingga penting bagi siswa untuk memahami bagaimana berkomunikasi secara digital dan melindungi data pribadi mereka. Teknologi memungkinkan belajar di luar kelas, tetapi Greenhow dan Lewin (2016) mengatakan bahwa perlu ada pengawasan tentang cara teknologi digunakan agar tidak menimbulkan masalah seperti hoax atau cyberbullying.
Lebih jauh lagi, teknologi harus digunakan untuk meningkatkan kemampuan kritis siswa. Ini tidak hanya perlu mendapatkan data tetapi juga mengajarkan mereka untuk melakukan analisis dan evaluasi menyeluruh atas informasi yang mereka peroleh. Dengan demikian, pembelajaran literasi digital dan etika di dunia maya menjadi komponen penting dari pembelajaran berbasis teknologi.
Pendidikan karakter memiliki peran vital dalam menciptakan individu yang tidak hanya unggul secara akademis, tetapi juga memiliki integritas dan kemampuan sosial yang baik. Menurut Lickona (2004) pendidikan karakter tidak hanya bertujuan untuk mendidik orang untuk berperilaku baik tetapi juga untuk membangun kebiasaan positif yang dapat digunakan setiap hari. Peduli terhadap sesama, bertanggung jawab, dan jujur adalah ciri karakter yang baik.
Program pendidikan karakter harus dimulai sejak usia dini, bahkan di tingkat sekolah dasar. Keterampilan kerja sama tim, pengendalian emosi, dan empati harus diajarkan di sekolah. Hal ini dapat dicapai melalui berbagai kegiatan, seperti pelatihan kepemimpinan, kegiatan sosial, dan pembelajaran berbasis nilai, di mana siswa diberi kesempatan untuk menerapkan prinsip-prinsip seperti kejujuran, saling menghormati, dan rasa tanggung jawab.
Pendidikan karakter juga harus dimasukkan dalam pendidikan akademik. Misalnya, siswa dalam mata pelajaran sejarah dapat diajarkan tentang tokoh-tokoh yang memperjuangkan keadilan dan hak asasi manusia. Mereka juga dapat diajarkan bagaimana mereka dapat mengambil pelajaran dari perjuangan ini untuk menghadapi tantangan yang dihadapi oleh masyarakat saat ini.
Untuk menciptakan pendidikan yang berbasis humanisme, sangat penting untuk membangun kerja sama antara pendidikan dan masyarakat, yaitu kolaborasi antara sekolah, orang tua, dan masyarakat. Sekolah harus berfungsi sebagai tempat pembelajaran yang terhubung dengan lingkungan sosial yang lebih luas. Siswa akan lebih mungkin untuk menerapkan nilai-nilai yang dipelajari di sekolah dalam kehidupan nyata jika mereka berada dalam komunitas yang mendukung.
Keterlibatan orang tua dan masyarakat dalam pendidikan dapat meningkatkan motivasi dan hasil akademik siswa, menurut Epstein (2001). Program yang melibatkan orang tua, seperti seminar atau lokakarya tentang pendidikan karakter, akan memperkuat nilai-nilai kemanusiaan yang diajarkan di sekolah. Program seperti ini juga dapat meningkatkan kesadaran orang tua dan masyarakat tentang pentingnya pendidikan karakter dalam menghadapi tantangan sosial dan globalisasi. Kolaborasi ini juga melibatkan dunia usaha, lembaga sosial, dan organisasi internasional. Melalui kemitraan ini, sekolah dapat memberikan pengalaman belajar yang lebih luas bagi siswa, seperti magang, program pertukaran pelajar, atau proyek sosial yang melibatkan masyarakat setempat.
Salah satu tantangan terbesar yang dihadapi pendidikan global saat ini adalah ketidakmerataan akses terhadap pendidikan berkualitas tinggi. Meskipun globalisasi dan kemajuan teknologi telah memungkinkan akses yang lebih inklusif untuk pendidikan, masih ada perbedaan digital antara negara maju dan berkembang, serta antara kota dan pedesaan.
Warschauer (2011) mengatakan bahwa teknologi dapat membantu mengatasi ketidakmerataan pendidikan jika ada kebijakan yang mendukung penyebaran teknologi secara adil. Jika ada fasilitas dan pelatihan yang memadai, pendidikan berbasis teknologi dapat memberi siswa di daerah terpencil kesempatan untuk mengakses pelajaran bermutu tinggi. Â Kebijakan pendidikan juga harus mempertimbangkan kebutuhan semua kelompok masyarakat, termasuk anak-anak dari keluarga ekonomi rendah atau penyandang disabilitas. Pendidikan yang inklusif harus menjadi prioritas utama.
Penutup
Pendidikan humanisasi adalah solusi penting untuk menghadapi tantangan globalisasi dan kemajuan teknologi. Pendidikan harus bertujuan untuk menciptakan orang yang tidak hanya cerdas secara intelektual, tetapi juga orang yang memiliki karakter, empati, dan kesadaran sosial. Untuk mencapai tujuan ini, kurikulum berbasis nilai, penggunaan teknologi yang bijaksana, dan penguatan pendidikan karakter di setiap jenjang pendidikan diperlukan. Pendidikan humanisasi dapat membentuk generasi muda yang tidak hanya memiliki kemampuan teknis, tetapi juga mampu berkontribusi positif pada masyarakat global yang semakin kompleks dan beragam. Ini dapat dicapai melalui upaya bersama antara sekolah, orang tua, dan masyarakat.
Â
Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H