Mohon tunggu...
Muhammad Lutfi
Muhammad Lutfi Mohon Tunggu... Penulis - Pengen Manfaat aje

Aku suka nulis, bagiku penulis dihargai, baik dari pikiran, harapan, jiwa, nurani, serta ide. Segala yg ada dalam tubuh kita, kita sampaikan. Aku nulis dan suka kayak hamka, apalagi bang pi'ie. Nulis, dan terus membela kebenaran. Kayak pendekar dan jago yang membela segala prinsip kebenaran. Celengireng yang berdosa dan banyak nyampah kayak aye juga bisa bergune nih. Celeng yang busuk dan bersiung mampu mengubah keadaan jiwa.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Elegi Suara Opera

23 Februari 2022   12:36 Diperbarui: 23 Februari 2022   12:52 179
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Mereka saling memeluk erat tak ingin melepaskan. Akhirnya film itu telah selesai. Semua yang ada di dalam gedung berhamburan keluar. Tak terkecuali Henry dan kekasihnya. Mereka masih berpelukan erat. Begitupun dengan orang-orang lainnya yang memeluk erat kekasihnya. Sopir taksi yang sedari tadi menunggu mereka keluar dari gedung bioskop, masih duduk di dalam mobil taksi. Henry menghampiri kawannya itu yang sedang mendengarkan radio di dalam taksi.

“Kawan, aku akan mengobrol sedikit lebih lama lagi dengan kekasihku. Apakah kau bersedia menunggu kami?” ucap Henry.
“Tentu saja, aku tetap bersedia menunggu,” jawabnya.
Marry masih memeluk erat Henry di sampingnya dan tak ingin melepaskan kekasihnya. Mereka menuju ke sebuah kedai dan memesan sebotol bir untuk berdua.
“Aku merasa ingin mengecup ciumanmu,” ucap Merry kepada Henry.
“Lakukan saja, sayang,” jawab Henry.

Merry mendaratkan ciuman kepada Henry. Ciuman itu menyisakan sebuah bekas gincu dan kedamaian bagi Henry. Henry menatap kekasihnya sebentar dan melanjutkan menenggak minumannya kembali. Malam itu, mereka masih berpelukan di bawah cahaya lampu dan gelisah percintaan. Bergantian mereka menenggak minuman di botol itu sampai habis. Henry tak bisa berlama-lama malam ini. Karena besok dia harus bekerja kembali.
“Sayang, ayo kita bergegas pulang. Besok aku harus bekerja.”

“Ayo, sayang.”
Mereka berdua masuk kembali ke dalam mobil taksi yang sedari tadi menunggu mereka berduaan. Malam semakin larut, akhirnya mereka sampai di depan rumah Merry. Sebelum kembali ke rumahnya, Henry mencium kekasihnya agar bisa melepaskan pelukannya.
***
Keesokan harinya, Henry melanjutkan pekerjaannya sebagai sopir taksi. Tetapi, sebelum dia berangkat berkeliling kota London, mobil taksi yang dikendarainya berhenti di depan gedung bioskop tadi malam.  Henry berjalan hilir mudik mencari sesuatu yang hilang. Sepertinya dia sedang mencari sesuatu yang sangat penting baginya.
“Hai, kau adalah Henry, kekasih Merry. Betulkah?” ucap seorang lelaki tampan dan berkacamata hitam.
“Betul, saya Henry. Bagaimana anda bisa tahu nama saya?” tanya Henry keheranan.
“Merry banyak bercerita tentang kamu. Merry adalah pemain opera Root yang kupimpin. Perkenalkan, aku adalah Rodriguez,” ucap Rodriguez menjawab keheranan Henry.

“Iya, betul. Marry adalah kekasihku,” jawab Henry menjelaskan kembali.
“Sedang mencari apa? Nampak hilir mudik mencari sesuatu yang nampak hilang,” ucap Rodriguez.
“Aku sedang mencari uangku yang hilang. Uang itu sangat penting bagiku. Rencananya, aku mau membelikan sesuatu untuk kekasihku. Tetapi, uang itu sekarang hilang. Sepertinya hilang di sekitar sini, karena tadi malam aku membawanya saat kencan bersama Merry,” jelas Henry.

Rodriguez sedikit mengerutkan dahinya. Dia nampak iba melihat kecemasan Henry. Rodriguez benar-benar iba. Dia mengeluarkan uang tiga dua dollar dan mengulurkan uang itu di hadapan Henry.
“Aku benar-benar iba melihat kecemasanmu. Aku memberikanmu uang ini sebagai bukti rasa ibaku padamu. Terimalah!” ucap Rodriguez kepada Henry.
“Saya merasa tidak bisa. Saya merasa gengsi untuk menerimanya. Selain itu, kalau Merry uang itu adalah pemeberian anda, saya pasti akan malu sebagai lelakinya,” jawab Henry.
“Saya akan menutup mulut. Terima saja, sebagai tanda perkenalan kita, Henry,” ucap Rodriguez kembali.

Akhirnya, mau tidak mau Henry tetap menerima uang itu. Walaupun dia sedikit gengsi karena Rodriguez adalah pemilik opera tempat kekasihnya bekerja. Mau bagaimana lagi, jika dia tidak menerima uang itu, dia tidak bisa membelikan sesuatu untuk kekasihnya.
“Terimakasih, Mr. Rodriguez, anda orang yang baik.”
“Tidak, saya hanya iba melihatmu. Lagipula saya kenal baik dengan Merry,” jawab Rodriguez yang juga berlalu pergi dari tempat itu.

Ada sesuatu yang mengganjal di hati Henry setelah mendengar ucapan Rodriguez. Namun, Henry nampak tak menghiraukan perasaannya itu. Dia segera kembali bekerja lagi.

Saat petang mulai nampak, Henry menuju ke sebuah toko fashion wanita di sebuah jalan di kota London. Toko itu adalah tempat kesukaan kekasihnya. Merry selalu membeli syal yang melekat di lehernya itu di toko ini. Henry masuk ke dalamnya dan membeli sebuah syal berwarna merah mawar. Dia ingat, bahwa malam nanti tepat setelah jam 12 malam adalah hari ulang tahun kekasihnya. Karena itu, dia membelikan syal untuk kekasihnya. Henry berencana memberikan kejutan untuk kekasihnya malam ini tanpa memberitahu Merry sebelumnya. Uang pemberian Rodriguez dia gunakan untuk membayar syal itu di kasir. Tinggal satu dolar, untuk membeli minuman kesukaan mereka berdua. Henry sangat mencintai kekasihnya itu.
***
Malam berlalu, Henry telah menyiapkan kejutan untuk kekasihnya. Dia memercikkan parfum mawar ke bajunya, agar nanti menambah erat pelukan Merry. Henry meletakkan syal itu melingkar di lehernya. Sambil menunggu waktu tiba, lelaki itu menyalakan cerutunya. Asap menghentikan laju kegelisahan dan pikirannya yang mengalir kencang. Cerutu membuat dia tenang dan berirama. Bunyi alarm menggema, jam 12 malam telah tiba. Saatnya dia melangkahkan kaki ke rumah kekasihnya, tepat jam 12 malam lebih. Henry mengunci pintu rumah, mematikan cerutunya, lalu menenggak minumannya dan berlalu ke rumah kekasihnya.

Malam itu, entah kenapa perasaan tidak tenang bergejolak di hati Henry. Tidak seperti biasanya, setelah menyalakan cerutu dan menghisapnya dia bisa berpikir tenang. Kali ini seperti ada sesuatu yang selalu mengganjal di hati Henry, dia teringat saat bertemu Rodriguez. Setelah menyebrangi jalan raya yang sepi malam itu, dia berhenti di depan rumah kekasihnya. Sejenak dia meminum bir yang digenggamnya. Henry bergegas mengetuk pintu rumah Merry. 

Merry nampak tidak keluar. Henry kembali mengetuk pintu dan menekan bel rumah, tidak ada langkah seorangpun keluar dari dalam dan membuka pintu untuknya. Henry masih menunggu beberapa menit kehadiran kekasihnya itu, tapi tetap saja belum ada jawaban dan langkah seorang wanita membukakan pintu untuknya. Henry beranggapan, mungkin Marry sedang lelah dan tidur. Lelaki itu memutuskan untuk pulang saja dan memberikan hadiah untuk kekasihnya esok hari saja. Saat selangkah Henry menuruni anak tangga dari rumah Marry, dia mendengar suara lelaki berteriak, “Ya, itu adalah keindahan.”

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun