Sudah sejak kemarin Henry berputar-putar di sekeliling gedung bioskop di sebuah kota lama. Siapa yang tahu apa yang dia cari, dia saja enggan bercerita kepada siapapun perihal masalah hidup yang sedang ditanggungnya. Mungkin kali ini dia sedang mencari uangnya yang terjatuh di sekitar gedung bioskop setelah kemarin pergi bersama kekasihnya yang bernama Merry. Merry adalah seorang gadis opera berparas cantik, suaranya merdu saat bernyanyi, saat menari di panggung opera setiap lelaki selalu berdiri menyambutnya dengan antusias dan tepuk tangan.
Itulah Merry, wanita opera yang kini menjadi kekasih Henry. Merry ikut bergabung dalam sebuah kelompok opera bernama “Root”. Kabarnya kelompok opera ini sulit untuk siapa saja bisa menjadi pemain dalam pementasan. Rodriguez, sang produser dan pemilik pementasan opera ini adalah seorang mantan aktor film yang sudah mempunyai nama di kalangan penikmat seni dan umum. Rodriguez, seorang lelaki yang mancung, tinggi, dan rapi dalam berdandan.
Dia dulu punya seorang istri bernama Julia, tetapi karena sikap dan gaya hidup Rodriguez yang selalu digilai banyak wanita itu membuat mereka memilih untuk berpisah. Hingga kini, Rodriguez masih suka bermain cinta dengan wanita, acapkali dengan sesama pemain opera yang dipimpinnya itu. Dalam memilih pemain, Rodriguez sangat selektif. Dia terlihat professional dalam memilih pemain yang memilih bakat.
Salah satunya adalah perempuan yang bernama Merry. Sebelum menjadi kekasih Henry, Merry seorang penari balet di salah satu grup pertunjukan tari modern di kota London, tetapi suatu hari mobil yang sedang parkir mundur di tepi jalan menabrak sepeda Marry yang melaju dari belakang, sehingga Marry mengalami patah tulang belakang. Hal tersebut membuat dia harus memilih berhenti dari kehidupannya sebagai seorang penari.
Kini, Marry terjun kembali ke dunia seni sebagai seorang pemain opera yang kerap memerankan wanita nakal, seorang pecandu bir dan penyuka lelaki flamboyan, dari naskah yang berjudul “Women on The World” karya Rodriguez. Perihal sandiwara, Merry adalah jagonya. Entah dalam kehidupan nyata maupun opera yang dijalaninya.
***
Kemarin, hari Minggu adalah weekend bagi opera “Root” setelah seminggu menjalani pementasan keliling di kota London. Henry telah berdandan rapi dengan memakai setelan jas, berdasi kupu-kupu, dan membawa sekuntum mawar merah kesukaan kekasihnya. Dia berjalan dari rumahnya yang tidak jauh dari rumah kekasihnya. Sepanjang jalan, dia bersiul dan menatap bunga mawar merah dengan senyuman.
Setelah menyebrangi jalan yang tidak terlalu ramai di depan rumahnya, Henry sampai di depan rumah kekasihnya. Bunyi bel pintu berderu saat dia sampai. Seorang wanita yang berambut pirang, memakai gaun berwarna hitam dengan syal di leher. Gincunya menambah kecantikan wanita itu.
“Sayang, hari apakah hari ini?” tanya Henry.
“Ini adalah hari saat sepasang kekasih melepaskan waktu bersama,” jawab Merry.
Henry menyambut jawaban kekasihnya itu dengan pelukan dan ciuman di pipi. Pelukannya kencang tidak seperti biasanya.
“Bunga mawar untukmu, sayang.”
“Ini bunga mawar yang berkesan untukku.”
“Marilah, kita menonton film kesukaanmu, Love.”
“Itu film yang selalu menjadi kebahagiaanku saat bersamamu.”
Mereka segera melepas diri dari rumah, berjalan menunggu sebuah taksi. Sebuah taksi berwarna kuning dengan tulisan Holiday di depan kaca taksi tersebut menuju pelan ke arah mereka.
“Apakah seperti biasanya, menuju gedung bioskop?” tanya sopir taksi itu pada mereka.
“Tentu kawan, bawalah kami ke gedung itu,” jawab Henry kepada temannya itu.
Sepasang kekasih yang dimabuk asmara itu masuk ke dalam taksi dan duduk tanpa melepaskan pelukan. Merry selalu bersandar di dada Henry saat bersama. Ramai sekali orang mengantri masuk ke gedung bioskop. Walaupun mereka sudah menopause dan bukan remaja lagi, mereka bersedia membeli tiket dan menghabiskan waktu bersama istri untuk menonton film di gedung bioskop itu.
“Sayang, pegang tanganku erat. Jangan sampai aku kehilangan kamu,” ucap Henry.
Merry hanya bisa bersandar di lengan Henry dan memeluk erat kekasihnya itu. Walaupun banyak yang antri untuk menonton film, mereka akhirnya juga dapat tempat duduk di kursi paling belakang. Walaupun audio visual kurang terlihat jelas, Henry dan kekasihnya masih bisa menikmati film dengan penuh asmara seperti biasanya. Di dalam gedung biokop yang gelap, hanya mereka berdua duduk di kursi paling belakang.
Di belakang mereka, ada seorang kru yang memegang layar visual film yang di arahkan ke depan layar besar di depan semua orang. Malam itu, mereka hanya berdua duduk di kusi paling belakang. Tidak ada orang lain di kanan dan kiri mereka. Pelukan Merry semakin erat dan erat.
Henry merasakan desir hangat mengalir di dada kekasihnya. Degup jantung Merry semakin kencang dan tidak beraturan. Jari-jari Merry semakin berkeluh hangat dan berkeringat. Mata mereka masih fokus dan asyik menikmati film Love. Tiba-tiba terasa ada yang menjamah dada Henry dan menepukya. Merry sedari tadi memperhatikan wajah Henry yang sedang asyik menikmati film itu.
“Kenapa kamu memperhartikanku, sayang?”
“Kamu terlihat mempesona dan anggun malam ini, Henry.”
“Aku seperti biasanya, tidak berubah sedikitpun. Kecuali wangi parfum di tubuhku malam ini. Lagipula, bukankah ini film kesukaanmu, sayang?”
“Iya, tetapi aku lebih suka kamu daripada film ini.”
Henry memeprhatikan Merry, nampak suatu gelisah dari kekasihnya itu. Detak tangan Merry yang selalu digenggamnya itu berdetak semakin kencang. Henry segera mengecup kening kekasihnya itu, untuk meredakan gelisah di dadanya.
“Tenanglah, sebentar lagi pertunjukan film ini akan usai. Nanti kita berdua mengobrol di kedai depan gedung.”
“Aku selalu bersamamu, sayang.”