Wiji Thukul, seorang penyair sekaligus aktivis yang berani menentang rezim otoriter di Indonesia pada era 1900- an, menjadi cerminan dari perjuangan melawan ketidakadilan dan penindasan. Namun keberadaannya secara misterius lenyap pada tahun 1998, meninggalkan banyak tanda tanya tentang nasibnya. Pertanyaan mengenai mengapa Wji Thukul dihilangkan, sulitnya dalam menemukan jejaknya, serta mengapa keberadaannya hingga kini masih misterius, menjadi pusat perhatian dalam diskusi mengenai aktivisme dan hak asasi manusia.
Wiji Thukul menjadi salah satu aktivis era Orde Baru yang diculik akibat suaranya yang tegas menentang rezim yang dipimpin Soeharto kala itu. Setelah hidup lama dalam pelarian, beliau pun lenyap bak hilang ditelan bumi. Tak ada yang tahu keberadaannya sampai 25 tahun sejak kali terakhir orang-orang melihatnya.
Orde Baru kini sudah bubar. Era reformasi terus bergulir selama 25 tahun. Bangku kekuasaan terus berganti penghuni. Tapi Nasib Wiji Thukul dan para aktivis lainnya yang mengalami kejadian serupa, tidak ada yang tahu sampai detik ini.
Penculikan secara Diam-diam oleh Tim Mawar
Wiji Thukul bersama Sebagian anggota Partai Rakyat Demokratik (PRD) yang aktif menuntut keadilan, menjadi korban penghilangan paksa. Operasi ini berlangsung selama tahun 1997 dan semakin massif menjelang periode 1998.
Situasi tersebut membuat Wiji menjadi buronan pemerintah yang mengharuskan beliau untuk bersembunyi demi menghindarkannya dari kejaran aparat. Singkat cerita, Sipon, nama panggilan istrinya, terakhir kali melihat Wiji sekitar Januari 1998 di Stasiun Balapan. Ia sampai mengingat kata-kata terakhir suami tercintanya itu. “Sipon, aku akan ke Jakarta. Mendukung, berjuang bersama Budiman Sudjatmiko”. Setibanya di Jakarta, Wiji disembunyikan di sejumlah tempat. Sejak itulah tidak ada lagi yang pernah melihat ataupun mendengar kabar tentangnya. Bahkan hingga ajal menjemput istri tercinta, keberadaan beliau tak kunjung ditemukan.
Mengapa Wiji Thukul Dihilangkan?
Pada masa rezim Orde Baru, mereka yang berjuang melawan otoritarianisme rezim banyak yang dikorbankan atau dihilangkan, termasuk diantaranya, Wiji Thukul. Selain itu, beliau dianggap sebagai ancaman bagi rezim otoriter pada masanya karena keberaniannya dalam mengekspresikan kritik terhadap ketidakadilan sosial dan politik. Ia menyuarakan aspirasinya melalui kata-kata dan puisi untuk mengecam kebijakan pemerintah yang menyengsarakan rakyat, terutama dalam konteks penindasan terhadap kaum buruh dan rakyat kecil. Karya-karyanya yang kritis seringkali menyinggung penguasa saat itu, sehingga membuatnya menjadi target yang rentan.
Sesuai dengan yang tertuang dalam buku berjudul Kebenaran Akan Terus Hidup, sebuah buku Kumpulan tulisan Wiji Thukul dan beberapa orang tentang dirinya, adalah salah satu cara untuk mengenang sosok beliau dan para korban HAM lainnya.
Mengapa Begitu Sulit Menemukan Wiji Thukul dan Aktivis ’98?