Mohon tunggu...
Muhammad Iqbal Fahimy
Muhammad Iqbal Fahimy Mohon Tunggu... Lainnya - PELAJAR

Suara yang tak bernada. Detak yang tak berdenyut. Hiduplah!

Selanjutnya

Tutup

Money Pilihan

Memahami Overthinking dan Berdamai dengan Diri Sendiri

5 Juni 2022   00:10 Diperbarui: 30 Juni 2022   12:42 300
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Namun, karena doktrin, dogmatis, dan kabar-kabar burung yang belum tentu benar, kita enggan berkomunikasi secara "manusiawi' dengan dosen dan menganggap dosen adalah cerminan daripada kesempurnaan yang jika salah, akan menjelma kebencian.

Ada korelasi antara doktrin, dogmatis, atau kabar-kabar burung yang menciptakan overthinking. Yaitu sifat tidak boleh, tidak baik, tidak betul, tidak mungkin, yang mengotak-ngotakkan pikiran kita hingga tercipta belenggu kuat yang sukar untuk di hancurkan.

Jika kita akarkan masalah overthinking secara prinsip, overthinking hanyalah sebuah ilusi yang membelenggu manusia. Belenggu yang terbuat dari kekhawatiran, kecemasan, kegelisahan, dan ketakutan yang berlebihan terhadap sesuatu hal yang sesuatu tersebut bersifat abstrak (samar-samar).

Dalam dimensi sastra, dikenal istilah fiksi yaitu suatu rekaan atau tidak mengandung kebenaran yang nyata. 

Mungkin, kita pernah membaca, menonton, atau sekedar mendengar novel Tenggelamnya Kapan Van Der Wijck karya Alm. Prof. Buya Hamka dan novel Siti Nurbaya karya Alm. Marah Roesli.

Novel yang begitu spektakuler, kontroversial, dan hebat tersebut, dibangun atas dasar-dasar kenyataan yang kemudian dibungkus dalam bingkaian fiksi.

Kita tidak akan pernah menemukan tokoh Zainuddin dan Hayati (dalam novel Tenggelamnya Kapan Van Der Wijck) atau tokoh Siti Nurbaya dan Datuk Maringgih (dalam novel Siti Nurbaya), atau tokoh-tokoh lainnya dalam kehidupan nyata. 

Mereka semua tercipta melalui manifestasi dari Alm. Prof. Buya Hamka dan Alm. Marah Roesli saat melihat lingkungan sosial yang ada disekitarnya.

Demikian juga overthinking. Ia tercipta melalui pemikiran-pemikiran yang berlebihan, hingga berwujud kecemasan dan kegelisahan yang pada kenyataannya, hal tersebut belum pernah atau tidak pernah terjadi.

Overthinking tidak lebih daripada ilusi yang jika diibaratkan seperti dua sisi mata uang: yang tidak dapat dipisahkan dan selalu menyatu. 

Ilusi yang selalu ditolak oleh kenyataan dan tidak akan pernah bersatu. Ilusi hanya mengumpulkan khayalan, kepalsuan, dan kefanaan yang tidak akan pernah habis dan berakhir.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun