Mari sejenak membahas tentang hal dasar. Hal dasar yang input dan output--nya tidak terlalu terasa, bahkan tidak 'berguna'. Hal dasar yang tidak memberikan kita penghargaan, terpandang, apalagi jabatan dan kekayaan. Namun, hal dasar tersebut penulis rasa perlu karena ia adalah bagian hidup dan identitas.Â
Hal dasar itu adalah bahasa: bahasa daerah di Indonesia. Bahasa-bahasa yang mulai layu bahkan punah.Â
Indonesia yang memiliki bahasa-bahasa daerah yang begitu banyak dan beragam, tentunya memposisikan bahasa daerah sebagai salah satu daripada produk budaya Indonesia.Â
Dengan banyaknya bahasa daerah yang ada di Indonesia, menjadikan Indonesia sebagai negara yang memiliki keunikan, keistimewaan dari segi kultural dan budayanya.
Bahasa dipandang perlu dan penting sebagai alat komunikasi, persatuan dan identitas negara. Â Demikian juga bahasa daerah.Â
Menurut pakar bahasa, ada beberapa kedudukan dan fungsi bahasa daerah: (1) sebagai lambang kebanggaan daerah, (2) sebagai lambang identitas daerah, (3) alat penghubung dalam keluarga dan masyarakat daerah, (4) sarana pendukung kebudayaan daerah dan bahasa Indonesia, serta (5) sebagai pendukung karya sastra daerah dan nasional.Â
Kedudukan dan fungsi bahasa daerah yang dijabarkan merupakan bentuk aktif dan partisipasi bahasa daerah terhadap perjalan individu dan kolektif dalam masyarakat daerah. Bahasa daerah pun memiliki keunikan dan keistimewaan bagi penuturnya.
Bahasa daerah menjadi lambang dan identitas suatu individu dan kelompok masyarakat untuk menegaskan eksistensinya.Â
Misalnya, orang Aceh yang merantau ke pulau Jawa. Walaupun ia berbicara dengan bahasa Indonesia, tapi dari segi aksen (sederhananya logat) dapat kita kenal bahwa dia berasal dari Aceh.Â
Demikian juga orang Batak. Kendatipun ia berbicara menggunakan bahasa Indonesia, dari segi aksennya dapat kita kenali bahwa dia berasal dari Medan.Â
Ini merupakan salah satu keunikan dan keistimewaan bahasa daerah bagi penuturnya yang menjadi ciri khas dan pembeda dari orang lain.
Perlu diketahui juga, disamping bahasa daerah, ada juga bahasa Ibu. Sederhananya, bahasa daerah adalah bahasa resmi yang digunakan di suatu daerah. Misalnya, di Aceh bahasa resmi daerahnya adalah bahasa Aceh.Â
Sedangkan bahasa Ibu adalah bahasa pertama yang diajarkan, digunakan, dan dipakai oleh seorang penutur. Misalnya, bahasa Ibu seseorang yang berada di Aceh adalah bahasa Kluet atau Jamee (yang merupakan salah satu bahasa ibu/daerah yang ada di Aceh) dan bahasa daerahnya adalah bahasa Aceh.Â
Perlu diingat, bahasa ibu dapat dikatakan sebagai bahasa daerah, namun, bahasa daerah belum tentu dapat dikatakan sebagai bahasa ibu.
Seiring perkembangan zaman, globalisasi menghampiri dunia, keterbukaan semakin luas, akses teknologi dan informasi merambah begitu cepat, hilangnya sekat dan batasan dalam kehidupan, bahasa daerah serasa dipinggirkan.Â
Eksistensi bahasa daerah hanya dianggap sebagai keromantisan daerah belaka. Orang-orang condong menggunakan bahasa Indonesia (nasional) dan bahasa asing dalam percakapan sehari-hari.Â
Disini, bahasa daerah dipojokkan. Kasarnya, bahasa daerah seperti diasingkan  di tengah-tengah penuturnya. Sebetulnya, ini merupakan keprihatinan yang mendalam, sebab, salah satu identitas daerah mulai hilang.
Dominasinya bahasa Indonesia dan bahasa asing, salah satu faktornya adalah sikap bahasa terhadap bahasa daerah yang mulai pudar. Orang-orang lebih bangga dan merasa hebat saat menggunakan bahasa Indonesia atau bahasa asing dalam komunikasi antarsesama.Â
Entah itu karena faktor keluarga, lingkungan, pendidikan, status sosial atau apapun, nyatanya bahasa daerah hanya dianggap sebagai bahasa kuno dan tidak terlalu bergengsi.
Bukan suatu kesalahan saat bahasa Indonesia dan bahasa asing mendominasi arus komunikasi dalam kehidupan. Bagaimanapun bahasa Indonesia dan bahasa asing merupakan salah satu faktor penting untuk terlibat dalam pergaulan dunia sekarang.Â
Hampir segala informasi menggunakan bahasa Indonesia dan bahasa asing. Bahasa Indonesia, di dominasi karena bahasa persatuan dan bahasa resmi nasional.
Sedangkan bahasa asing adalah bahasa dunia yang dengannya, orang-orang lebih mudah mendapatkan informasi, dan menjadi salah satu jalan untuk lebih memahami dan mengenal dunia.
Akan tetapi, hal tersebut tidak menjadi alasan untuk menganaktirikan bahasa daerah. Seperti yang telah dijelaskan, bahasa daerah adalah identitas dan kebanggan daerah. Walaupun berada di tengah-tengah lingkungan yang multikultural, tidak seharusnya mendikotomikan bahasa daerah dengan bahasa lain.Â
Bahasa daerah harus selalu menjadi prioritas bagi penuturnya. Bahasa daerah harus menjadi kebanggaan oleh penuturnya. Bahasa daerah pun harus eksis seperti bahasa-bahasa lain.
Suatu kesedihan saat bahasa daerah mulai layu di tengah-tengah penuturnya. Bahasa yang menjadi bagian sejarah suatu bangsa hilang begitu saja. Bahasa yang menjadi bagian hidup suatu bangsa pudar begitu saja. Bahasa yang merupakan lambang dan identitas bangsa dicampakkan begitu saja.Â
Kita menyadari penting dan urgennya menggunakan dan menguasai bahasa Indonesia dan bahasa asing. Namun, tidak menjadi alasan untuk meninggalkan bahasa daerah. Karena, bahasa daerah adalah bagian daripada sejarah dan identitas.Â
Sebab itu, menjadi kewajiban generasi sekarang untuk kembali menggunakan dan melestarikan bahasa daerah. Menjadikan bahasa daerah sebagai suatu kebanggaan, rasa hormat, dan wujud kecintaan.Â
Sebuah ungkapan menyatakan, "Generasi yang tidak peduli akan sejarah (identitas), maka akan kehilangan masa lalu dan masa depannya".Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H