Kajian Pustaka
A. Definisi Manajemen
Manajemen berasal dari kata dalam bahasa Inggris management yang berasal dari kata kerja to manage. Secara umum, to manage dapat dipahami sebagai mengelola atau mengurusi sesuatu. Manajemen sebagai ilmu seringkali melibatkan para manajer dalam menggunakan pendekatan ilmiah untuk membuat keputusan, terutama dengan kemajuan teknologi komputer. Di sisi lain, manajemen sebagai seni mencakup berbagai aspek seperti kepemimpinan, komunikasi, dan hal-hal yang berkaitan dengan manusia. Manajemen melibatkan berbagai kegiatan seperti memimpin, mengatur, mengelola, mengendalikan, dan mengembangkan (Widiana, 2020).
B. Tahapan Manajemen
Perencanaan, Pengorganisasian, Aksi, Kontrol (Planning, Organizing, Action, Control) (Aminudin, 2021) yang merupakan tahapan-tahapan dalam proses manajemen. Tahapan ini meliputi:
- Perencanaan (Planning); Merencanakan tujuan, strategi, dan langkah-langkah untuk mencapai hasil yang diinginkan.
- Pengorganisasian (Organizing); Mengatur sumber daya dan struktur organisasi agar sesuai dengan rencana yang telah dibuat.
- Aksi (Action); Melaksanakan rencana yang telah disusun dan menggerakkan sumber daya untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan.
- Kontrol (Control); Memantau, mengevaluasi, dan menyesuaikan proses agar sesuai dengan rencana yang telah ditetapkan, serta mengambil tindakan korektif jika diperlukan.
C. Definisi Manajemen Sumber Daya Manusia
Manajemen Sumber Daya Manusia (MSDM) dapat dijelaskan sebagai "kebijakan dan praktik yang mengatur berbagai aspek yang terkait dengan sumber daya manusia dalam suatu organisasi, termasuk proses rekrutmen, seleksi, pelatihan, pemberian penghargaan, dan evaluasi" (Sedarmayanti, 2019).
Manajemen adalah gabungan ilmu dan seni dalam mencapai tujuan melalui koordinasi aktivitas orang lain. Ini berarti bahwa tujuan dapat tercapai dengan keterlibatan satu individu atau lebih. Di sisi lain, manajemen sumber daya manusia adalah disiplin manajemen yang fokus pada hubungan dan peran manusia di dalam sebuah organisasi khususnya (Muchlisin, 2016).
D. Tujuan Manajemen Sumber Daya Manusia
Pada umumnya manajemen sumber daya manusia bertujuan untuk menjamin tercapainya keberhasilan organisasi melalui seseorang. Menurut Sedarmayanti (2019) manajemen sumber daya manusia bertujuan untuk:
- Membuat organisasi meraih dan menjaga karyawan yang tangkas, loyal dan bermotivasi tinggi yang diperlukan oleh organsasi.
- Memberikan peningkatan dan perbaikan kekuatan, kemampuan, kontribusi dan kecakapan seseorang.
- Memberikan sistem kerja bersamaan dengan tingginya kinerja meliputi, prosedur rekrut dan seleksi yang cermat, kompensasi dan insentif yang sesuai kinerja, pengembangan manajemen serta bentuk pelatihan yang menunjang kebutuhan “bisnis”.
- Pengembangan metode manajemen berkenaan komitmen bahwa karyawan ialah seseorang dalam organisasi yang bernilai untuk mengembangkan iklim kerja dan kepercayaan bersama.
- Membuat iklim terkait produktifitas dan harmonisasi yang dijaga melalui manajemen dan karyawan.
- Pengembangan lingkungan kerjasama tim dan fleksibilitas dapat berkembang.
E. Fungsi Manajemen Sumber Daya Manusia
Fungsi-fungsi Manajemen Sumber Daya Manusia menurut Cherrington dalam Muchlisin (2016) diantara lain :
- Pengelolaan Karyawan; Bertanggung jawab atas pengaturan dan penempatan staf sesuai dengan kebutuhan organisasi, termasuk proses perekrutan, seleksi, dan penempatan tenaga kerja.
- Evaluasi Kinerja; Proses penilaian kinerja individu untuk memastikan pencapaian target dan standar yang telah ditetapkan oleh organisasi.
- Penggajian; Mengatur kompensasi dan penghargaan bagi karyawan, seperti gaji dan tunjangan lainnya, sebagai pengakuan atas kontribusi mereka.
- Hubungan Karyawan; Mengelola interaksi antara manajemen dan karyawan serta memastikan komunikasi yang efektif, penyelesaian konflik, dan kepuasan karyawan.
- Keselamatan dan Kesehatan; Menjaga lingkungan kerja yang aman dan sehat dengan mengidentifikasi dan mencegah risiko kecelakaan serta penyakit terkait pekerjaan.
- Penelitian Personalia; Melakukan penelitian terkait kebutuhan, perilaku, dan kepuasan karyawan untuk memahami dinamika organisasi dan meningkatkan manajemen sumber daya manusia.
F. Definisi Konflik
Beragamnya pengertian mengenai konflik, konflik memiliki arti yang luas. Konflik merupakan fenomena alami yang sering terjadi dalam setiap kelompok dan organisasi, sehingga sulit untuk dihindari (Robbins, P, & Judge, 2013). Menurut Mangkunegara (2017), Konflik merupakan ketegangan atas pertentangan yang timbul di antara harapan seseorang terhadap dirinya sendiri, orang lain, atau organisasi dengan kenyataan yang sebenarnya terjadi. Sementara itu, menurut Ranjabar (2021) bahwa pertentangan atau konflik adalah proses yang dimulai ketika satu pihak merasa bahwa pihak lain telah atau akan mempengaruhi secara negatif sesuatu yang menjadi perhatian utama bagi pihak pertama. Lebih lanjut lagi, Jacobus Ranjabar mengatakan bahwa konflik harus dirasakan oleh pihak-pihak yang terlibat, karena keberadaan konflik merupakan masalah persepsi yang berkaitan dengan pengalaman dan penafsiran masing-masing pihak yang terlibat..
Setelah mendapatkan beberapa definisi konflik yang telah tertera diatas, dapat dikemukakan bahwa konflik merupakan keadaan ketika salah satu individu merasakan ketidak – nyamanan atau saat individu merasakan adanya pertentangan terhadap kepentingannya yang dipicu dari perbedaan persepsi perihal tujuan yang hendak dituju dimana apa yang dirasakan salah satu individu yang membuat perselisihan bagi keduanya.
G. Pandangan Tentang Pemikiran Konflik
Sedarmayanti (2019) mengemukakan pandangan terhadap konflik dibagi menjadi 2 pandangan, yaitu:
No
Pandangan Lama (Tradisional)
Pandangan Baru (Interaksionis)
1.
Konflik bisa dihindari.
Konflik tidak bisa dihindari.
2.
Konflik timbul karena kelalaian dalam manajemen organisasi atau perilaku pengganggu.
Ada berbagai alasan mengapa konflik muncul, termasuk struktur organisasi, perbedaan tujuan yang tak terhindarkan, perbedaan dalam persepsi dan nilai-nilai pribadi, dan lainnya.
3.
Konflik mengacaukan kinerja organisasi dan menghambat pencapaian yang optimal.
Konflik dapat memberikan kontribusi positif atau negatif terhadap pelaksanaan kegiatan organisasi dalam berbagai tingkat.
4.
Tugas manajemen adalah menyelesaikan konflik dengan efektif.
Tugas manajemen adalah mengelola tingkat konflik dan menyelesaikannya dengan efisien.
5.
Pelaksanaan kegiatan organisasi yang optimal memerlukan penanganan konflik dengan efektif.
Pelaksanaan kegiatan organisasi yang optimal memerlukan tingkat konflik yang terkendali.
Sumber : Sedarmayanti (2019)
Menurut pandangan tradisional, konflik dianggap sebagai hasil yang tidak diinginkan karena dapat mengganggu pengelolaan organisasi. Konflik dipandang sebagai akibat dari kesalahan dalam perancangan dan pengelolaan organisasi, kurangnya komunikasi baik antar individu maupun kelompok, ketertutupan individu dalam kelompok, dan kurangnya respons terhadap kebutuhan dan aspirasi karyawan dalam pengelolaan organisasi. Di sisi lain, pandangan interaksionis lebih terbuka terhadap konflik karena melihatnya sebagai sesuatu yang dapat membantu organisasi tumbuh dan berkembang tanpa mengabaikan perbedaan antar individu dan kelompok. Konflik dalam pandangan ini memicu refleksi diri individu dan kelompok serta membawa dampak positif dalam pengambilan keputusan dan penyelesaian masalah.
H. Konflik Fungsional dan Disfungsional
Fenomena konflik dalam sebuah organisasi sering diibaratkan sebagai pisau bermata dua. Di satu sisi, konflik dapat menjadi sesuatu yang baik bagi organisasi, tetapi di sisi lain, juga dapat menjadi sesuatu yang buruk. Konflik yang bersifat fungsional akan mendukung tujuan kelompok, meningkatkan kinerjanya, bahkan bisa menjadi bentuk konflik yang konstruktif atau membangun disisi lain, konflik yang menghambat kinerja kelompok bersifat destruktif atau merusak, disebut sebagai konflik disfungsional (Ranjabar, 2021).
Menurut Schermerhorn dalam Al – Qur’aniawan (2015) dengan pendekatan positif, konflik memiliki potensi untuk membawa masalah yang ada ke permukaan, memungkinkan pihak yang terlibat untuk menemukan solusi dengan menggunakan kreativitas dalam penyelesaiannya dimana konflik yang menghasilkan manfaat bagi individu, kelompok atau organisasi ialah konflik fungsional atau konflik yang konstruktif.
Berkebalikan dengan fungsional yang bersifat konstruktif, Schermerhorn dalam Al – Qur’aniawan (2015) juga mengemukakan Ketika konflik terjadi secara berkelanjutan, itu dapat menguras energi dan waktu untuk menyelesaikannya, menciptakan permusuhan antarpersonal, dan secara keseluruhan menciptakan lingkungan kerja yang negatif bagi para pekerja. dimana konflik ini menghasilkan kerugian bagi organisasi seperti penurunan kepuasan dan kinerja, hal ini mengundang karyawan untuk bertindak diluar kendali organisasi.
I. Jenis - jenis Konflik
Menurut T. Hani Handoko dan Irham Fahmi dalam Ranjabar (2021) terdapat lima jenis konflik dalam kehidupan organisasi, yaitu :
- Konflik di dalam diri individu (intrapersonal conflict)
Konflik dimana individu dihadapkan pada ketidakpastian mengenai harapan dalam pelaksanaan kerjanya, jika permintaan pekerjaan saling bertentangan atau jika pekerjaan yang dilakukan melebihi kemampuannya.
- Konflik antar individu (interpersonal conflict)
Konflik dalam antar individu didalam organisasi yang sama, dimana konflik dipicu oleh beberapa perbedaan kepribadian antar individu, biasanya timbul dari tekanan – tekanan yang berkaitan dengan peranan.
- Konflik antar individu dan kelompok.
Konflik dimana individu mengalami tekanan dalm menghadapi keseragaman kelompok kerja yang dipaksakan, sehingga individu tersebut dihadapkan pada sanksi – sanksi dalam pelanggaran norma kelompok.
- Konflik antar kelompok dalam organisasi yang sama.
Pertentangan antar kelompok mengenai kepentingan atau tujuan tugas, sehingga timbul sikap lebih tinggi dibanding kelompok lain.
- Konflik antar organisasi (inter-organizational conflict).
Konflik yang timbul didalam persaingan (competition) untuk. meningkatkan perekonomian dan sistem didalamnya. Konflik ini dianggap memicu pengembangan produk baru, teknologi dan jasa baru serta harga dan pengembangan sumber daya yang lebih terjangkau dan efisien.
J. Sumber Terjadinya Konflik
Konflik yang terjadi perlu diketahui beberapa faktor sumber penyebab terjadinya konflik tersebut, dalam upaya mengendalikan konflik tersebut dalam menentukan langkah yang hendak diputuskan untuk meraih manfaat dan menarik hal positif dalam sebuah proses menciptakan perilaku organisasi yang berguna bagi peningkatan efektifitas organisasi.
Dari sekian banyak teori penyebab terjadinya konflik, teori yang umumnya dapat merepresentasi dan memiliki kesamaan terhadap teori lain penyebab terjadinya konflik ialah teori yang dibuat oleh Robbins dalam Ranjabar (2021), yaitu :
Penyebab terjadinya konflik sering kali terletak pada masalah komunikasi. Konflik dalam organisasi sering kali muncul karena gangguan dalam proses komunikasi. Komunikasi yang buruk dapat menyebabkan kesalahpahaman dan memicu konflik. Konflik pribadi seringkali disebabkan oleh kesalahan dalam menafsirkan pesan, yang berakar dari komunikasi yang tidak efektif.
- Struktur.
Variabel yang mencakup struktur dalam konteks ini meliputi ukuran organisasi, tingkat atau hierarki jabatan dalam kelompok, kejelasan yurisdiksi, gaya kepemimpinan, sistem imbalan, dan tingkat ketergantungan antar kelompok. Konflik antar individu dapat berkembang ketika organisasi memiliki peraturan dan penilaian kinerja yang tidak masuk akal atau membingungkan bagi karyawan. Perbedaan dalam ukuran dan spesialisasi juga memiliki potensi besar untuk memicu konflik. Ambiguitas dalam yurisdiksi antar jabatan juga dapat meningkatkan perselisihan terkait perolehan kontrol atas sumber daya atau wilayah.
- Variabel Pribadi.
Potensi sumber konflik terletak pada variabel pribadi, yang mencakup karakteristik kepribadian, emosi, dan nilai-nilai individu. Setiap individu memiliki latar belakang yang unik yang dipengaruhi oleh pendidikan, budaya, tradisi keluarga, dan proses sosialisasi. Persoalan seperti prasangka, ketidaksepakatan, dan penilaian yang berbeda menjadi sumber potensial konflik karena ketidaknyamanan terhadap karakteristik kepribadian seseorang.
K. Dampak Konflik
Dampak dari penyebab konflik akan memengaruhi semua pihak yang terlibat di dalamnya. Konsekuensi dari konflik dapat dibagi menjadi dua aspek, yaitu dampak negatif dan dampak positif. Menurut Drafke dalam Al – Qur’aniawan (2015), dampak negatif dari konflik terjadi ketika salah satu atau lebih pihak yang terlibat merasa tidak puas dengan hasil penyelesaian konflik. Di sisi lain, dampak positifnya terjadi ketika semua pihak yang terlibat merasa puas dengan hasil penyelesaian konflik.
Adapun akibat negatif yang ditimbulkan dari konflik, menurut Drafke dalam Al – Qur’aniawan (2015), ialah pihak yang merasa dirugikan cenderung untuk menyalahkan pihak lain yang terlibat dalam konflik, dengan tujuan untuk memperoleh apa yang mereka inginkan atau mencapai tujuan mereka. Kemudian menyebabkan perpecahan antara pihak-pihak yang terlibat, karena masing-masing pihak bertahan pada pendirian mereka tanpa mau berkompromi, bahkan jika itu berarti kehilangan individu yang berharga.
Sementara itu, akibat positif dari konflik yang disebutkan oleh Drafke dalam Al – Qur’aniawan (2015) ialah pihak-pihak yang terlibat dalam konflik berusaha untuk mencari solusi yang dapat menyelesaikan masalah, bukan hanya bertengkar, meskipun mereka memiliki pandangan yang berbeda. Mereka fokus pada penyelesaian masalah. Kemudian untuk mencapai kepuasan bersama, setiap pihak memperoleh apa yang mereka inginkan dan merasa puas dengan hasil penyelesaian konflik. Ini berbeda dengan kompromi yang sering kali membuat salah satu pihak merasa tidak puas atau dirugikan.
L. Dampak Terjadinya Konflik
Konflik bisa berdampak positif atau negatif, tergantung pada bagaimana individu atau pimpinan menangani situasi tersebut. Penting bagi mereka untuk mengenali tanda-tanda terjadinya konflik agar dapat menyelesaikannya dengan cepat dan tepat.
Keterangan Gambar:
- Kuadran I: Merupakan manifestasi konflik yang jelas dan agresif, yang sering kali terlihat melalui perilaku seperti teriakan, hinaan, penghinaan, kekerasan fisik, dan sebagainya.
- Kuadran II: Merupakan tanda-tanda konflik yang tersembunyi namun tetap agresif, seperti komentar merendahkan, kritik tanpa henti, mencari kesalahan terus-menerus, dan upaya merusak reputasi seseorang.
- Kuadran III: Merupakan tanda-tanda konflik yang tersembunyi dan bersifat pasif, seperti penolakan untuk bekerja sama, atau memilih untuk tidak menghadiri pertemuan atau kegiatan tertentu.
- Kuadran IV: Merupakan manifestasi konflik yang terlihat jelas namun bersifat pasif, seperti mengirim memo kepada atasan atau menggunakan komunikasi tertulis lainnya untuk menyampaikan ketidakpuasan atau masalah yang dihadapi.
M. Proses Konflik
Tahap I: Oposisi atau Ketidakcocokan Potensial Tahap awal dalam proses konflik adalah adanya kondisi yang membuka kemungkinan timbulnya konflik. Kondisi ini tidak selalu menyebabkan konflik secara langsung, tetapi setidaknya salah satu kondisi tersebut perlu hadir untuk memungkinkan terjadinya konflik. Kondisi tersebut dapat digolongkan ke dalam tiga kategori umum:
- Komunikasi
Perbedaan dalam pemahaman kata, istilah yang berbeda, kurangnya pertukaran informasi, dan gangguan dalam komunikasi bisa menjadi penyebab konflik.
- Struktur
Faktor-faktor seperti dimensi, tingkat khususnya dalam tugas yang diberikan kepada anggota kelompok, kejelasan batas wilayah, kesesuaian antara anggota dan tujuan, gaya kepemimpinan, sistem penghargaan, dan tingkat ketergantungan antar kelompok dapat memicu konflik.
- Variabel Individu
Perbedaan dalam ciri kepribadian, emosi, dan nilai-nilai pribadi setiap orang bisa menyebabkan konflik. Sikap yang otoriter dan dogmatis serta emosi yang negatif dapat menjadi sumber konflik.
Tahap II: Penilaian dan Personalisasi Jika kondisi yang disebutkan pada tahap I secara negatif memengaruhi salah satu pihak, maka potensi untuk adanya oposisi atau ketidakcocokan akan muncul dalam tahap kedua. Dalam tahap ini, proses penilaian individu dan personalisasi konflik menjadi lebih nyata.
Tahap III: Maksud Maksud atau niat berada di antara persepsi, emosi, dan perilaku yang terang-terangan. Maksud adalah keputusan untuk bertindak dengan cara tertentu. Dalam tahap ini, individu harus mempertimbangkan maksud orang lain untuk menentukan bagaimana menanggapi perilaku mereka.
Tahap IV: Perilaku Tahap keempat adalah tahap di mana konflik menjadi jelas atau termanifestasi. Tahap perilaku mencakup pernyataan, tindakan, dan reaksi yang dilakukan oleh pihak yang terlibat dalam konflik. Perilaku konflik biasanya merupakan usaha yang jelas untuk menerapkan atau mengekspresikan maksud masing-masing pihak.
Tahap V: Hasil Interaksi antara pihak yang terlibat dalam konflik menghasilkan reaksi. Reaksi ini bisa berupa fungsional, yang berarti konflik tersebut meningkatkan kinerja kelompok, atau disfungsional, yang berarti menghambat kinerja kelompok.
N. Definisi Konflik Interpersonal
Di antara beberapa jenis konflik di dalam konteks perilaku organisasi, salah satunya adalah konflik interpersonal, yang terjadi ketika perilaku individu bertentangan. “Konflik interpersonal merupakan suatu konflik yang terjadi ketika dua individu merasa bahwasanya sikap, perilaku, atau tujuan yang mereka inginkan bertentangan antara yang satu dengan yang lainnya” (Maulida & Anugrah, 2022).
Dapat disimpulkan bahwa konflik interpersonal terjadi ketika beberapa orang tidak dapat berpadu dalam tujuan, nilai-nilai, dan perilaku didalam situasi sosial maupun di lingkungan kerja. Konflik semacam ini dapat dipicu oleh berbagai alasan yang terkait dengan pekerjaan dan kegiatan mereka.
O. Metode Penanganan Konflik
Dengan menggunakan dimensi kekooperatifan, yang mengacu pada tingkat di mana salah satu pihak berupaya untuk memuaskan kepentingan pihak lain, dan ketegasan, yang mengacu pada tingkat di mana satu pihak berupaya untuk memenuhi kepentingan sendiri, kita dapat mengidentifikasi lima maksud penanganan konflik, yaitu:
- Bersaing.
Bersaing masalah adalah cara di mana individu atau pihak berusaha untuk mencapai tujuan pribadi mereka dengan mengungguli atau mengalahkan pihak lain yang terlibat dalam konflik atau situasi sulit. Ini mencerminkan keinginan untuk meraih keunggulan atas pesaing dan memenangkan pertarungan. Pendekatan ini sering ditandai dengan sikap agresif dan keinginan untuk menonjol di atas yang lain. Meskipun dapat membawa kemenangan dalam beberapa kasus, gaya bersaing juga berpotensi merusak hubungan antarpihak dan memperbesar konflik.
- Berkolaborasi.
Berkolaborasi adalah cara di mana individu atau kelompok yang berbeda bekerja sama aktif untuk mencapai tujuan bersama atau menyelesaikan tugas dengan memanfaatkan keahlian, sumber daya, dan pemahaman masing-masing. Dalam konteks ini, kolaborasi melibatkan pertukaran ide, pembagian tanggung jawab, komunikasi yang terbuka, dan kerja tim yang efisien untuk mencapai hasil yang diinginkan. Namun gaya ini disinyalir memakan waktu, kompleksitas yang tinggi, kesulitan pengambilan keputusan, potensi pengorbanan yang tidak seimbang, potensi konflik internal dan ketergantungan berlebihan.
- Menghindar.
Menghindari masalah adalah cara di mana seseorang atau kelompok menghindari konflik atau situasi sulit dengan tidak menghadapinya secara langsung. Ini bisa berarti menghindari pertentangan, mengabaikan masalah, atau menunda pengambilan keputusan. Gaya ini umumnya dipilih ketika seseorang merasa tidak siap atau tidak nyaman menghadapi konflik atau ketidaksepakatan. Namun, penggunaan gaya ini bisa menyebabkan penundaan dalam penyelesaian masalah atau konflik, dan dalam beberapa kasus, memperburuk masalah seiring berjalannya waktu.
- Mengakomodasi.
Mengakomodasi masalah adalah cara di mana seseorang atau kelompok cenderung lebih memprioritaskan kepentingan orang lain daripada kepentingan mereka sendiri saat menyelesaikan konflik atau situasi sulit. Ini melibatkan pengorbanan atau penerimaan kebutuhan atau keinginan pribadi untuk memenuhi kebutuhan atau keinginan orang lain. Gaya ini sering dipilih ketika hubungan jangka panjang atau kerjasama yang harmonis dianggap lebih penting daripada mempertahankan kepentingan pribadi secara eksklusif. Meskipun bisa menciptakan kedamaian sementara dan memperkuat hubungan, penggunaan berlebihan dari gaya ini dapat menyebabkan individu merasa dimanfaatkan atau merugikan secara tidak adil.
- Berkompromi.
Gaya berkompromi masalah adalah cara di mana individu atau pihak berusaha mencapai kesepakatan yang memuaskan semua pihak yang terlibat dalam konflik atau situasi sulit. Ini melibatkan kesediaan untuk memberi dan menerima beberapa hal, dengan tujuan mencapai kesepakatan bersama. Pendekatan ini menunjukkan sikap terbuka dan kolaboratif dalam menangani perbedaan, serta pengakuan bahwa kompromi seringkali diperlukan untuk memelihara hubungan yang baik dan mencapai tujuan bersama. Meskipun bisa menghasilkan solusi lebih cepat daripada gaya lain, seperti menghindari atau mengalahkan, kompromi juga dapat menyebabkan ketidakpuasan jika kompromi tidak merata atau jika kepentingan penting diabaikan.
Menurut Ross dalam Winardi (2013) Strategi dalam memecahkan konflik dapat dibagi menjadi tiga, yaitu:
- Strategi Self – Help. Seringkali dianggap sebagai tindakan unilateral yang bersifat destruktif, strategi ini juga memiliki potensi untuk menjadi konstruktif. Pihak yang menggunakan strategi self-help dapat melakukan langkah-langkah seperti menarik diri, menghindar, tidak berpartisipasi, atau bertindak secara independen. Meskipun terkadang digunakan oleh pihak yang lebih kuat untuk menekan pihak yang lebih lemah, strategi self-help juga dapat digunakan untuk mencapai hasil yang positif dengan memberikan kesempatan bagi pihak yang terlibat untuk merenungkan situasi.
- Joint Problem Solving. Melibatkan kontrol bersama terhadap hasil yang dicapai oleh kelompok-kelompok yang terlibat dalam konflik. Setiap kelompok memiliki hak yang sama untuk menyuarakan pendapatnya dalam menentukan hasil akhir. Penyelesaian masalah seringkali dilakukan melalui pertemuan langsung, di mana pihak-pihak terlibat berdiskusi untuk mencapai kesepakatan bersama. Pendekatan ini memberikan kesempatan bagi semua pihak untuk terlibat aktif dalam proses penyelesaian konflik.
- Third-Party Decision Making. Melibatkan pihak ketiga yang netral dan independen yang dapat membawa perspektif baru dan solusi yang tidak bias. Pihak ketiga ini dapat berperan sebagai mediator, arbiter, atau fasilitator dalam membantu menyelesaikan konflik antara pihak-pihak yang terlibat. Pendekatan ini dapat membantu meredakan ketegangan dan menciptakan lingkungan yang lebih kondusif untuk menemukan solusi yang memuaskan bagi semua pihak.
Urutan ini mencerminkan kebiasaan orang dalam mencari penyelesaian suatu masalah, dimulai dari cara yang tidak formal terlebih dahulu, kemudian beralih ke cara yang lebih formal jika strategi pertama tidak berhasil.
P. Tujuan Strategi Konflik
Dalam konteks sebuah organisasi atau lembaga, manajemen konflik yang dilakukan oleh lembaga atau karyawan melampaui sekadar pencarian solusi atau kesepakatan. Penyelesaian konflik tidak hanya bertujuan untuk mencapai kesepakatan, tetapi juga memiliki potensi untuk menghasilkan perkembangan positif dalam pengembangan pribadi bagi semua pihak yang terlibat. Kreitner dan Kinicki dalam Al – Qur’aniawan (2015) disebutkan beberapa hasil dari penyelesaian konflik sebagai berikut :
- Perjanjian atau kesepakatan
Perjanjian merupakan hasil kesepakatan bersama antara beberapa pihak yang terlibat dalam konflik dengan tujuan menyelesaikan ketidaksepakatan. Kesepakatan yang paling diinginkan untuk menyelesaikan permasalahan adalah yang adil dan merata bagi semua pihak yang terlibat. Sebaliknya, kesepakatan yang membuat salah satu pihak merasa dieksploitasi atau kalah dapat memperburuk konflik dan menumbuhkan rasa benci terhadap pihak lain.
- Hubungan yang lebih kuat
Kesepakatan yang efektif memfasilitasi pihak-pihak yang terlibat dalam konflik untuk membangun hubungan komunikasi yang kuat dan memperoleh tingkat kepercayaan yang dibutuhkan untuk mempertahankan kesepakatan tersebut. Ini juga memungkinkan pihak-pihak yang bertikai untuk memiliki saling percaya, yang memungkinkan mereka untuk mempertahankan kesepakatan yang telah disepakati hingga penyelesaian akhir.
- Pembelajaran
Penyelesaian konflik yang berhasil dapat memberikan dampak positif bagi pihak-pihak yang terlibat, termasuk meningkatkan kesadaran mereka terhadap munculnya konflik dan mengembangkan keterampilan untuk mengatasi masalah konflik dengan cara yang kreatif. Seperti dalam prinsip manajemen, pengelolaan konflik yang berhasil bisa dipelajari melalui pengalaman dan introspeksi.
R. Definisi Komunikasi Interpersonal
Komunikasi interpersonal menurut Wood (2013) komunikasi interpersonal merupakan proses komunikasi antara dua orang atau lebih, baik secara langsung tatap muka maupun melalui media, di mana umpan baliknya biasanya langsung terlihat atau diketahui. Komunikasi interpersonal merupakan proses komunikasi yang terjadi dalam konteks interaksi sosial untuk memahami makna suatu pesan atau informasi dari stimulus tertentu (Maulana & H Gumelar, 2013).
Komunikasi interpersonal adalah proses pertukaran informasi yang terjadi antara dua individu atau sekelompok kecil individu, di mana mereka saling berinteraksi dan memberikan umpan balik satu sama lain (Muchlisin, 2021). Dalam komunikasi interpersonal, terjadi perubahan dalam pemikiran, perasaan, dan sikap individu melalui interaksi, inspirasi, semangat, dan dorongan yang saling diberikan. Proses ini memungkinkan terjadinya komunikasi dialogis, di mana terdapat pergantian bersamaan (mutual understanding) dan empati antara pihak yang terlibat. Komunikasi interpersonal dianggap sebagai bentuk komunikasi yang paling efektif dalam mengubah sikap, kepercayaan, opini, dan perilaku individu dibandingkan dengan bentuk komunikasi lainnya.
S. Faktor - faktor yang mempengaruhi komunikasi interpersonal
Menurut Devito dalam Riandi (2021), beberapa faktor yang mungkin mempengaruhi terjadinya hambatan dalam komunikasi interpersonal antara lain:
- Polarisasi; Kecenderungan untuk melihat dunia dalam kategori yang ekstrim seperti baik atau buruk, positif atau negatif, sehat atau sakit, pandai atau bodoh.
- Orientasi intensional; Kecenderungan untuk melihat manusia, objek, dan kejadian berdasarkan pada ciri-ciri yang sudah melekat pada mereka. Sebaliknya, orientasi ekstensional adalah kecenderungan untuk melihat manusia, objek, dan kejadian terlebih dahulu, kemudian memperhatikan ciri-ciri mereka. Dengan menggunakan orientasi intensional, penilaian cenderung dipengaruhi oleh pengamatan langsung daripada aspek-aspek sekilas.
- Potong Kompas; Merupakan kesalahan evaluasi di mana orang gagal menyampaikan makna yang dimaksudkan. Potong kompas terjadi ketika pengirim pesan dan penerima pesan saling menyalahkan dalam menafsirkan makna pesan. Potong kompas dapat terjadi dalam dua bentuk. Pertama, terlihat adanya ketidaksepakatan meskipun sebenarnya terdapat kesepakatan dalam makna yang disampaikan. Kedua, meskipun pada permukaan terlihat seperti ada kesepakatan karena penggunaan kata-kata yang sama, namun pada penelitian yang lebih mendalam, akan terlihat bahwa sebenarnya terdapat ketidaksepakatan yang nyata.
Sedangkan Menurut Wood (2013), faktor-faktor pendukung yang memengaruhi keberhasilan komunikasi interpersonal meliputi:
- Etika; Etika merupakan bidang dalam filsafat yang memusatkan perhatian pada prinsip moral dan peraturan terkait perilaku manusia. Etika mempertimbangkan hal-hal yang benar dan salah dalam interaksi. Dalam komunikasi interpersonal, karena sifatnya yang tidak dapat dipisahkan, komunikasi memiliki dampak yang signifikan dalam ranah etika antar individu. Apa yang kita sampaikan dan lakukan berpengaruh pada orang lain. Oleh karena itu, individu yang bertanggung jawab selalu memperhatikan etika dalam berkomunikasi.
- Makna; Proses pemahaman berasal dari cara kita menafsirkan pesan-pesan komunikasi. Dalam konteks komunikasi interpersonal, seseorang selalu melakukan interpretasi terhadap apa yang disampaikan oleh orang lain.
- Hubungan; Komunikasi interpersonal menjadi sarana utama untuk membangun dan memperkuat hubungan antar individu. Bagaimana kita menanggapi masalah dalam hubungan tersebut? Apakah melalui konfrontasi, penarikan diri, atau menggunakan strategi tertentu untuk memperbaiki hubungan dengan cepat? Karena komunikasi tidak memiliki makna yang melekat, penting bagi kita untuk memahami secara pribadi bagaimana arti komunikasi dalam konteks hubungan.
T. Fungsi dan Tujuan Komunikasi Interpersonal
Menurut Arni dalam Riandi (2021), komunikasi interpersonal memiliki fungsi dan tujuan yang dapat dijelaskan sebagai berikut:
- Eksplorasi Identitas Diri; Salah satu tujuan komunikasi interpersonal adalah untuk menggali dan memahami identitas pribadi. Melalui interaksi dengan orang lain, kita dapat belajar lebih banyak tentang diri kita sendiri dan orang lain. Diskusi mengenai perasaan, pemikiran, dan perilaku kita sendiri memberikan perspektif baru dan memungkinkan kita untuk melihat diri kita dari sudut pandang lain.
- Pengenalan Terhadap Lingkungan; Komunikasi interpersonal memungkinkan kita untuk lebih memahami dunia di sekitar kita. Banyak informasi yang kita terima berasal dari interaksi langsung dengan orang lain, meskipun media massa juga memberikan kontribusi penting. Namun, banyak informasi ini sering kali didiskusikan dan dipahami melalui komunikasi tatap muka.
- Pembentukan dan Pemeliharaan Hubungan; Salah satu aspek penting dari komunikasi interpersonal adalah untuk membentuk dan merawat hubungan yang berarti dengan orang lain. Banyak waktu yang dihabiskan untuk berkomunikasi dengan tujuan memperkuat ikatan sosial dan memelihara hubungan dengan individu lain dalam kehidupan sehari-hari.
- Pengaruh terhadap Sikap dan Perilaku; Komunikasi interpersonal juga dapat digunakan untuk mempengaruhi sikap dan perilaku orang lain. Melalui interaksi interpersonal, kita dapat mencoba memengaruhi orang lain dalam berbagai hal, seperti mencoba pola makan baru, merekomendasikan produk tertentu, atau membagikan pandangan pribadi tentang suatu hal.
- Hiburan dan Kenikmatan; Interaksi interpersonal juga sering kali merupakan sarana untuk bersenang-senang dan menghibur. Percakapan tentang kegiatan akhir pekan, diskusi tentang hobi atau minat bersama, serta bercerita atau tertawa bersama merupakan contoh dari komunikasi interpersonal yang bertujuan untuk menghibur dan menikmati waktu luang. Ini merupakan bagian penting dalam menjaga keseimbangan mental dan emosional dalam kehidupan sehari-hari.
====================================================================================
Aminudin, M. S. (2021). POAC dalam Manajemen Konten Platform Pembelajaran Digital. Diambil kembali dari UPTP DISKOP UKM JATIM: https://uptdiklatukm.diskopukm.jatimprov.go.id/2021/09/27/poac-dalam-manajemen-konten-platform-pembelajaran-digital-2/#:~:text=POAC%20adalah%20singkatan%20kata%20dari,diharapkan%20(Terry%26Rue%2C%201982).
Al - Qur'aniawan, A. P. (2015, Januari 23). Konflik Interpersonal dan Strategi Penyelesaian Konflik Di PT. ALSTOM Power ESI (Energy Systems Indonesia) Pada Unit HRSG (Heat Recovery Steam Generator). Surabaya: ADLN-PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA.
Muchlisin, R. (2016). Pengertian dan Fungsi Manajemen Sumber Daya Manusia. Diambil kembali dari KAJIAN PUSTAKA: https://www.kajianpustaka.com/2016/02/pengertian-dan-fungsi-manajemen-sumber-daya-manusia.html
Muchlisin, R. (2021). Komunikasi Interpersonal - Pengertian, Karakteristik, Komponen, Bentuk dan Hambatan. Diambil kembali dari Kajian Pustaka: https://www.kajianpustaka.com/2021/11/komunikasi-interpersonal.html
Mangkunegara. (2017). Manajemen Daya Manusia Perusahaan. Bandung: PT Remaja Rosdakarya.
Maulida, N., & Anugrah, D. (2022, Desember 26). Manajemen Konflik Interpersonal di Kantor Polrestabes Makassar. Volume V Nomor 2 - ISSN Online : 2621-6906.
Maulana, & H. G. (2013). Psikologis Komunikasi dan Persuasi. Jakarta: Akademia.
Robbins, P, S., & Judge. (2013). Organizational Behavior. London: Pearson.
Ranjabar, J. (2021). Perilaku Organisasi. Bandung: Alfabeta.
Sedarmayanti. (2019). MANAJEMEN SUMBER DAYA MANUSIA "Reformasi Birokrasi dan Manajemen Pegawai Negeri Sipil. Bandung: refika ADITAMA.
Winardi. (2013). Manajemen Perubahan [ Management Of Change ]. Jakarta: Kencana.
Widiana, M. E. (2020). BUKU AJAR. Banyumas: CV. Pena Persada.
Wood, J. T. (2013). Komunikasi Interpersonal Interaksi Keseharian. Jakarta: Salemba Humanika.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H