K10_Quiz to 16-22 November 2024_Pemeriksaan Pajak -- Model Pemeriksaan Pajak Trans Substansi Pemikiran Aristotle_Dosen Bapak Prof. Dr. Apollo Daito, S.E., Ak., M.Si., CIFM., CIABV., CIABG
WHAT ?
Apa itu Rerangka Pemikiran Aristotle ?
Rerangka pemikiran Aristoteles merujuk pada sistem filsafat yang dikembangkan oleh Aristoteles, seorang filsuf Yunani kuno yang hidup dari 384 hingga 322 SM. Pemikiran Aristoteles mencakup berbagai bidang seperti logika, etika, metafisika, politik, dan estetika.
Berikut adalah beberapa komponen utama dari rerangka pemikiran Aristoteles:
1. Logika: Aristoteles dianggap sebagai bapak logika formal. Ia memperkenalkan silogisme sebagai metode penalaran. Silogisme adalah bentuk penarikan kesimpulan yang terdiri dari dua premis yang mengarah ke kesimpulan. Karyanya dalam logika terdiri dari beberapa tulisan yang dikenal sebagai "Organon." Salah satu kontribusi terpentingnya adalah pengembangan silogisme, yang terdiri dari dua premis dan satu kesimpulan. Contoh silogisme:
- Premis 1: Semua manusia adalah makhluk hidup.
- Premis 2: Socrates adalah manusia.
- Kesimpulan: Jadi, Socrates adalah makhluk hidup.
Di sini, Aristoteles mengaitkan penalaran deduktif dengan struktur yang dapat dianalisis secara logis. Ia mengidentifikasi berbagai bentuk silogisme dan juga menggarisbawahi pentingnya definisi yang tepat untuk memproduksi argumen yang valid.
2. Metafisika: Dalam metafisika, Aristoteles membahas tentang substansi, sebab, dan eksistensi. Ia membagi pengetahuan menjadi dua kategori: pengetahuan teoritis dan praktis. Karya Aristoteles dalam metafisika membahas tentang apa yang ada dan cara kita memahami realitas. Ia memperkenalkan konsep substansi, yang menjadi inti dari diskusinya. Substansi dibagi menjadi dua: substansi primer (individu) dan substansi sekunder (kategori atau jenis). Dalam "Metafisika," ia juga mengeksplorasi empat sebab:
- Sebab Material: Apa yang menjadi bahan dari sesuatu.
- Sebab Formal: Bentuk dan struktur dari sesuatu.
- Sebab Efisien: Penyebab yang menggerakkan sesuatu menjadi ada.
- Sebab Final: Tujuan atau akhir dari sesuatu.
3. Etika: Aristoteles mengembangkan teori etika berbasis keutamaan (virtue ethics). Ia menekankan pentingnya karakter dan kebiasaan dalam mencapai eudaimonia, yaitu keadaan bahagia atau berkembang secara maksimal. Dalam karyanya "Nikomakhean Ethics," ia mengeksplorasi cara mengembangkan kebajikan moral. Dalam "Nikomakhean Ethics," ia menjelaskan bahwa kebajikan terletak di antara dua ekstrem (konsep ini dikenal sebagai "teori jalan tengah" atau "mean"). Misalnya, keberanian adalah kebajikan yang terletak di antara ketidakberanian (kekurangan) dan kebodohan (kelebihan).
4. Politik: Dalam "Politika," Aristoteles menganalisis berbagai bentuk pemerintahan, seperti monarki, aristokrasi, dan demokrasi. Ia percaya bahwa keadilan dan kebaikan bersama harus menjadi fokus dari setiap bentuk pemerintahan. Aristoteles berpendapat bahwa masyarakat ideal adalah masyarakat di mana warga negara terlibat dalam proses pemerintahan dan memiliki kesempatan untuk mengembangkan kebajikan mereka. Ia juga membahas konsep kedaulatan dan hak asasi manusia.
5. Estetika: Aristoteles juga mengkaji kesenian dan estetika, terutama dalam karyanya "Poetika," di mana ia menganalisa puisi dan drama, serta menciptakan konsep tentang mimetik (meniru) dan catharsis (pembebasan emosi). Dalam "Poetika," Aristoteles mengkaji seni, khususnya puisi dan drama. Ia memperkenalkan gagasan mimetik, yaitu seni sebagai tiruan dari kehidupan. Ia berargumen bahwa karya seni dapat mengarah pada catharsis (pembebasan emosi) melalui pengalaman estetis. Aristoteles menganalisis elemen-elemen dalam drama, seperti plot, karakter, dan nada, serta bagaimana semuanya berkontribusi pada keseluruhan pengalaman.
Apa itu Model Audit Perpajakan Trans Substansi menurut Pemikiran Aristotle ?
Pemisahan dan pengelompokan kategori dalam pemikiran Aristotle mengenai substansi dan aksiden mencerminkan cara dia merumuskan dan memahami fakta-fakta tentang dunia. Dalam framework yang dia usulkan, dua bagian besar tersebut---substansi (ousia) dan aksiden (sumbebekos)---berfungsi untuk mengklasifikasikan berbagai aspek dari eksistensi dan karakteristik.
- Substansi (Ousia)
Substansi mengacu kepada entitas dasar yang ada secara independen. Substansi ini mencakup hal-hal yang secara inheren memiliki sifat-sifat tertentu dan merupakan "apa" dari benda tersebut. Dalam konteks audit perpajakan, substansi bisa diartikan sebagai elemen penting yang menjadi fokus analisis dalam peraturan pajak.
- Aksiden (Sumbebekos)
Aksiden, di sisi lain, adalah sifat-sifat tambahan yang tidak melekat pada substansi dan tidak mempengaruhi eksistensi inti dari sesuatu. Ini adalah karakteristik yang mungkin berubah tanpa mengubah hakikat dari substansi itu. Dalam konteks perpajakan, ini dapat merujuk pada berbagai karakteristik transaksi atau entitas yang mempengaruhi kewajiban pajak tetapi bukan inti dari entitas itu sendiri.
Berikut adalah sembilan kategori aksiden yang diidentifikasi oleh Aristotle:
- Kuantitas (Quantity): Mengacu pada ukuran, jumlah, atau proporsi dari substansi. Dalam audit perpajakan, kuantitas sering diukur melalui nilai transaksi atau jumlah akun yang dikendalikan.
- Kualitas (Quality): Menjelaskan sifat atau karakteristik dari substansi. Dalam konteks pajak, ini dapat mencakup jenis barang atau jasa yang diperoleh atau dijual.
- Relasi (Relation): Mengacu pada hubungan antara substansi dengan substansi lain. Dalam sistem perpajakan, hal ini dapat meliputi hubungan antara pemodal dan penerima jasa atau kewajiban pajak antar entitas.
- Tempat (Place): Menunjukkan lokasi dari substansi. Dalam basis revisi perpajakan, lokasi transaksi dan tempat usaha dapat menentukan kewajiban pajak tertentu.
- Waktu (Date/Time): Berkaitan dengan kapan suatu entitas atau kejadian terjadi. Waktu pe laporan pajak, periode akuntansi, dan batas waktu pembayaran merupakan contoh penting dalam konteks ini.
- Posisi (Position/Posture): Mengacu pada posisi fisik atau keadaan dari entitas. Dalam audit, ini mungkin merujuk pada keadaan finansial suatu entitas pada titik tertentu dalam waktu.
- Kepemilikan (Possession/State): Menunjukkan status kepemilikan dari substansi. Dalam audit pajak, kepemilikan aset dapat mempengaruhi pengenaan pajak terhadap individu atau perusahaan.
- Aksi (Action): Mengacu pada tindakan yang dilakukan oleh substansi. Dalam konteks pajak, ini dapat mencakup transaksi yang dilakukan, pengeluaran, atau aktivitas ekonomi lainnya.
- Pasif (Passivity): Menggambarkan keadaan di mana substansi menerima pengaruh dari luar, yang mungkin penting dalam konteks tanggung jawab pajak.
Dengan memahami dua bagian besar ini beserta sembilan kategori aksiden, kita dapat lebih mendalam mengkaji dan menganalisis berbagai transaksi dan entitas dalam konteks audit perpajakan, untuk mencapai pengetahuan yang lebih menyeluruh mengenai kepatuhan dan kewajiban perpajakan yang ada.
WHY ?
Kenapa diperlukannya Penerapan Model Audit Perpajakan Trans Substansi menurut Pemikiran Aristotle ?
Penerapan Model Audit Perpajakan Transsubstansi menurut pemikiran Aristotle dapat dilakukan dengan mendalami dan menganalisis setiap kategori yang ada dalam kerangka substansi (ousia) dan aksiden (sumbebekos). Mari kita bahas bagaimana cara penerapan model ini dengan melihat setiap kategori dari sudut pandang audit perpajakan.
1. Substansi (Ousia)
Dalam konteks audit perpajakan, substansi merujuk kepada entitas utama yang diaudit, seperti individu, perusahaan, atau lembaga. Dalam tahap ini, auditor harus memahami karakteristik inti dari substansi yang diaudit, termasuk bisnis atau aktivitas yang dilakukannya.
Penerapan:
- Identifikasi Substansi: Tentukan entitas yang akan diaudit beserta jenis kegiatannya. Misalnya, apakah itu perusahaan dagang, jasa, produksI, atau lainnya.
- Analisis Tujuan Substansi: Pahami tujuan utama dari entitas, seperti mencari profit, memberikan layanan, atau memenuhi tanggung jawab sosial.
2. Aksiden (Sumbebekos)
Aksiden mencakup sembilan kategori yang memberikan informasi tambahan mengenai substansi yang diperiksa. Berikut adalah bagaimana masing-masing kategori dapat diterapkan dalam audit perpajakan:
a. Kuantitas (Quantity)
- Penerapan: Review laporan keuangan untuk memastikan jumlah pendapatan, pengeluaran, dan aset yang dilaporkan akurat dan disajikan sesuai dengan standar akuntansi yang berlaku.
b. Kualitas (Quality)
- Penerapan: Tinjau jenis dan sifat dari transaksi yang dilakukan. Misalnya, jenis barang atau jasa yang dijual dan dampaknya terhadap pajak yang harus dibayar.
c. Relasi (Relation)
- Penerapan: Analisis hubungan antara entitas yang diaudit dengan pihak lain, seperti klien, pemasok, dan entitas afiliasi. Tinjau potensi dampaknya terhadap struktur pajak.
d. Tempat (Place)
- Penerapan: Identifikasi lokasi di mana kegiatan bisnis berlangsung dan bagaimana lokasi tersebut mempengaruhi kewajiban perpajakan, seperti pajak daerah atau internasional.
e. Waktu (Date/Time)
- Penerapan: Tinjau periode akuntansi yang digunakan untuk pelaporan pajak. Pastikan bahwa pendapatan dan pengeluaran diakui pada periode yang tepat sesuai dengan prinsip akuntansi.
f. Posisi (Position/Posture)
- Penerapan: Evaluasi posisi keuangan entitas pada saat audit. Ini termasuk analisis rasio keuangan untuk mendeteksi potensi masalah yang mungkin mempengaruhi kewajiban pajak.
g. Kepemilikan (Possession/State)
- Penerapan: Tinjau kepemilikan aset (seperti properti, inventaris, dan investasi) yang dimiliki oleh entitas dan pengaruhnya terhadap pajak yang harus dibayar.
h. Aksi (Action)
- Penerapan: Analisis tindakan yang terjadi, yaitu transaksi ekonomi yang dilaporkan. Pastikan semua transaksi tercatat dengan benar dan sesuai dengan regulasi perpajakan.
i. Pasif (Passivity)
- Penerapan: Tinjau keadaan di mana entitas tidak mengambil tindakan aktif yang mungkin mempengaruhi kewajiban pajak. Misalnya, kehilangan kesempatan untuk memanfaatkan insentif pajak atau pengurangan pajak yang sah.
.
HOW ?
Bagaimana Contoh Studi Kasus Pemeriksaan dalam Rangka Penagihan Pajak Trans Substansi menurut Pemikiran Aristotle ?
Latar Belakang
PT. XYZ adalah perusahaan yang bergerak di bidang perdagangan barang elektronik. Selama audit tahunan, otoritas pajak menemukan beberapa indikasi yang memerlukan pemeriksaan lebih mendalam terkait kewajiban pajak mereka.
Indikator dan Penerapan berdasarkan Pemikiran Aristotle
1. Quantity (Kuantitas)
- Indikator: Jumlah penjualan dan pengeluaran.
- Data: Pada tahun 2022, PT. XYZ melaporkan penjualan sebesar Rp 10.000.000.000 dan pengeluaran sebesar Rp 8.000.000.000.
- Penerapan: Auditor memeriksa bukti transaksi penjualan dan pengeluaran. Ditemukan bahwa PT. XYZ hanya mencatat penjualan dari 400 faktur, padahal ada 600 transaksi penjualan yang teridentifikasi. Kenaikan potensi pajak terhutang dihitung dari penjualan yang tidak dilaporkan: [ Penjualan yang tidak dilaporkan = {Rp 2.000.000.000} (dari 200 transaksi)]
2. Quality (Kualitas)
- Indikator: Jenis barang yang dijual.
- Data: Dari Rp 10.000.000.000 penjualan, Rp 8.000.000.000 berasal dari kategori barang elektronik yang dikenakan PPN 10%.
- Penerapan: Auditor memeriksa status dan kualitas produk dari bukti penjualan. Ditemukan ada beberapa jenis barang yang tidak terdaftar dalam inventaris, mempengaruhi pengenaan pajak: [ PPN terhutang = 10% x Rp 8.000.000.000 = {Rp 800.000.000} ]
3. Being in a Position (Posisi)
- Indikator: Posisi keuangan perusahaan.
- Data: Total aset Rp 12.000.000.000, total kewajiban Rp 5.000.000.000.
- Penerapan: Auditor mengevaluasi posisi keuangan PT. XYZ. Ditemukan bahwa perusahaan, meskipun memiliki aset yang cukup, memiliki kewajiban pajak yang belum dibayar sebesar Rp 1.000.000.000.
4. Time (Waktu)
- Indikator: Periode akuntansi.
- Data: Tahun pajak 2022.
- Penerapan: Audit menunjukkan bahwa laporan pajak disampaikan satu bulan setelah batas waktu yang ditentukan (misalnya, 30 Maret 2023). Akibatnya, PT. XYZ dikenakan denda keterlambatan sebesar Rp 100.000.000.
5. Acting (Doing)
- Indikator: Tindakan transaksi.
- Data: 600 transaksi dicatat selama tahun 2022.
- Penerapan: Auditor meneliti aktivitas secara detail. Beberapa transaksi tidak didukung dokumen yang sah, sehingga dianggap di luar kepatuhan.
- Kenaikan pajak dari transaksi yang tidak sah: Rp 200.000.000.
6. Passion (Dikenakan)
- Indikator: Pajak yang dikenakan.
- Data: Pajak penghasilan (PPh) yang terutang:
- Penerapan: Auditor menghitung PPh terutang dari penghasilan bersih setelah dikurangi pajak dan ditemukan bahwa terdapat kelebihan bayar pajak sebesar Rp 150.000.000.
7. Situation (Situasi)
- Indikator: Kondisi ekonomi yang mempengaruhi operasional.
- Data: Penjualan menurun 20% dibandingkan tahun sebelumnya karena resesi ekonomi.
- Penerapan: Auditor mempertimbangkan dampak situasi ekonomi terhadap kas dan pola pembayaran pajak dan merekomendasikan penyesuaian terkait kewajiban pajak yang realistis.
8. Habit (Kebiasaan)
- Indikator: Kebiasaan pelaporan dan pembayaran pajak.
- Data: PT. XYZ biasa membayar pajak tepat waktu, tetapi terlambat tahun ini.
- Penerapan: Kebiasaan ini menggambarkan potensi penghindaran pajak di masa depan. Auditor mencatat ini sebagai area perhatian.
9. Relation (Relasi)
- Indikator: Hubungan perusahaan dengan mitra bisnis dan klien.
- Data: PT. XYZ memiliki hubungan dengan 50 pemasok dan 500 pelanggan.
- Penerapan: Ditemukan bahwa 10% transaksi dengan pemasok terkait transaksi afiliasi yang tidak dilaporkan. Auditor menandai kebutuhan untuk memeriksa lebih dalam untuk kepatuhan perpajakan.
Kesimpulan
Dari hasil audit tersebut, auditor merekomendasikan PT. XYZ untuk melakukan penyesuaian terhadap kewajiban pajak yang terutang, dengan potensi total pajak yang harus dibayar dihitung sebagai berikut:
- Pajak Terhutang: Rp 800.000.000 (PPN) + Rp 200.000.000 (Transaksi tidak terdaftar) + Rp 100.000.000 (Denda) = Rp 1.100.000.000.
- Kelebihan PPh terutang dapat dihitung lebih lanjut untuk diskusi dengan otoritas pajak.
Studi kasus ini menggambarkan penerapan pemikiran Aristotle dalam audit pajak, di mana setiap kategori digunakan untuk menganalisis dan mengevaluasi situasi pajak perusahaan untuk memastikan kepatuhan dan mengidentifikasi area potensial masalah.
Referensi :
- Aristotle. (1999). The Basic Works of Aristotle. (Dieditor oleh Richard McKeon). Random House. Â
- Modul Kuis 10_Model Pemeriksaan Penagihan Pajak Trans substansi Pemikiran Aristotle oleh Bapak Prof. Dr. Apollo Daito, S.E., Ak., M.Si., CIFM., CIABV., CIABG.
-Modul K10_Memahami dan Menjelaskan Manajemen Pajak atas Penagihan Utang Pajak oleh Bapak Prof. Dr. Apollo Daito, S.E., Ak., M.Si., CIFM., CIABV., CIABG.
- Peraturan Menteri Keuangan (PMK) No. 239/PMK.03/2014 Tentang Tata Cara Pemeriksaan Bukti Permulaan Tindak Pidana di Bidang Perpajakan
- Peraturan Menteri Keuangan (PMK) No. 189/PMK.03/2020 Tentang Langkah-langkah Penagihan Pajak.
- Peraturan Pemerintan (PP) No. 50 Tahun 2022 Pasal 45 ayat (1) Tentang Dasar Hukum Penagihan Pajak.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H