Pengertian Manusia Secara Umum
Banyak sekali sumber yang mendefinisikan makna dari arti Manusia. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), Manusia di artikan sebagai ma·nu·sia/ n makhluk yang berakal budi (mampu menguasai makhluk lain). (KEMENDIKBUD, 2012 - 2019)[1]
Secara bahasa manusia berasal dari kata “manu” (Sansekerta), “mens” (Latin), yang berarti berpikir, berakal budi atau makhluk yang berakal budi (mampu menguasai makhluk lain). Secara istilah manusia dapat diartikan sebuah konsep atau sebuah fakta, sebuah gagasan atau realitas, sebuah kelompok (genus) atau seorang individu[2]. (Indonesia, 2015)
Berdasarkan arti kata diatas. Manusia dapat di artikan sebagai makhluk yang mempunyai segala sifat, karena adanya akal dan pikiran. Yang mampu memberikan sebuah pemkiran berdasarkan gagasan yang realistis, perasaan yang harmonis, maupun amarah yang cenderung bengis. Dan mampu mengusai makhluk lain karena akal yang ia miliki.
Berdasarkan sifatnya yang unik, dan sebagai makhluk penguasa di bumi ini. Tentu banyak ahli yag mendefinisikan arti dari kata manusia. Diantara para ahli yang mendefinisikan arti dari kata manusia itu adalah; (Indonesia, 2015) (Ibrahim, 2018)
- Menurut Paula J. C. & Janet W. K. Manusia merupakan makhluk yang terbuka, bebas memilih makna di dalam setiap situasi, mengemban tanggung jawab atas setiap keputusan, yang hidup secara berkelanjutan, serta turut menyusun pola hubungan antar sesama dan unggul multidimensional dengan berbagai kemungkinan.
- Menurut Nicolaus D. & A. Sudiarja. Manusia adalah bhineka, tetapi tunggal. Bhineka karena ia adalah jasmani dan rohani akan tetapi tunggal karena jasmani dan rohani merupakan satu barang.
Menurut Kees Bertens, manusia adalah setiap makhluk yang terdiri dari dua unsur yang satuannya tidak dapat dinyatakan dalam bentuk apapun
Menurut Omar Mohammad Al – Toumi Al – Syaibany, pengertian manusia adalah makhluk yang mulia. Masuia merupakan makhluk yang mampu berpikir, dan menusia merupakan makhluk 3 dimensi (yang terdiri dari badan, ruh, dan kemampuan berpikir / akal). Manusia di dalam proses tumbuh kembangnya dipengaruhi oleh dua faktor utama yaitu faktor keturunan dan faktor lingkungan.
Menurut I Wayan Warta, manuisa merupakan makhluk yang dinamis yang menganut trias dinamika yaitu cipta, karsa, dan rasa
Menurut Agung P. P., Manusia dapat diartikan sebagai makhluk ciptaan Tuhan yang paling sempurna, yang tersusun atas kesatuan fisik, ruh / jiwa, dan akal pikiran yang tumbuh dan berkembang sesuai dengan lingkungannya.
Dari semua pendapat diatas di simpulkan bahwa manusia merupakan makhluk hidup yang dinamis. Dan di ciptakan oleh allah Subhanahu Wa Ta’ala dengan berbagai kelebihan. Seperti; akal pikiran, cipta, rasa, dan karsa. Untuk tumbuh dan berkembang sesuai dengan lingkungan dan ketentuan
Manusia menurut Islam
Allah Subhanahu Wa Taala menciptakan manusia dengan segala bentuk kesempurnaan yang ia miliki. Di awal di jelaskan, bahwa manusia adalah makhluk yang di berikan akal. Sehingga dengan akal tersebut mereka akan berfikir, Yang dengan berfikir manusia mengajukan pertanyaan serta dapat memecahkan masalah. Dan dengan adanya akal, manusia berbeda dengan makhluk makhluk allah yag lain.
Dalam islam, manusia di dorong untuk terus memanfaatkan apa yang ia telah allah berikan. Penggunaan potensi yang seimbang, akan membawa manusia ke drajat yang mulia. Karena jika akal yang di milikinya berlebih, akal tersebut akan mendorong manusia pada kemajuan materiil yang hebat. Namun memiliki kekosongan dalam hal ruhiyyah.[1] (Maria, 2015)
Dalam Al Qur’an kata manusia memiliki banyak arti dalam bahasa arab yaitu; Insan, An Nas, Basyar[2] (Hidayatullah, 2015). Masing masing dari kata terebut mempunyai arti yang berbeda beda secara maknawi,
Al-Basyar adalah gambaran manusia secara materi, yang dapat dilihat, memakan sesuatu, berjalan, dan berusaha untuk memenuhi kebutuhan kehidupannya. Manusia dalam pengertian ini terdapat dalam Al-Qur’an sebanyak sekitar 35 kali di berbagai surah.
Kata al-ins atau al-insan disebut dalam Al-Qur’an sebanyak 65 kali, kata al-ins senantiasa dipertentangkan dengan al-jinn (jin), yakni sejenis makhluk halus yang tidak bersifat materi yang hidup diluar alam manusia, dan tidak tunduk kepada hukum alam kehidupan manusia sebagaimana disebutkan oleh Allah dalam Al-Qur’an sebagai makhluk diciptakan dari api. Makhluk yang membangkang tatkala diperintahkan untuk bersujud kepada Adam.
Kata al-insan bukan berarti basyar dan bukan juga dalam pengertian al-ins. Dalam pemakaian Al-Qur’an, mengandung pengertian makhluk mukallaf (yang dibebani tanggung jawab) mengemban amanah Allah untuk menjadi khalifah dalam rangka memakmurkan bumi. Al-insan sebagaimana disebutkan dalam surat Al-Alaq adalah mengandung pengertian sebagai makhluk yang diciptakan dari segumpal darah, makhluk yang mulia sebab memiliki ilmu, dan makhluk yang melampaui batas karena telah merasa puas dengan apa yang ia miliki.[3]
Potensi manusia menurut konsep al-Insan diarahkan pada upaya mendorong manusia untuk berkreasi dan berinovasi (Jalaluddin, 2003: 23). Jelas sekali bahwa dari kreativitasnya, manusia dapat menghasilkan sejumlah kegiatan berupa pemikiran (ilmu pengetahuan), kesenian, ataupun benda-benda ciptaan. Kemudian melalui kemampuan berinovasi, manusia mampu merekayasa temuan-temuan baru dalam berbagai bidang. Dengan demikian manusia dapat menjadikan dirinya makhluk yang berbudaya dan berperadaban.Sementara itu, kata insan terambil dari
kata ins yang berarti jinak, harmonis, dan tampak. Musa Asy’arie menambahkan bahwa kata insan berasal dari tiga kata: anasa yang berarti melihat, meminta izin, dan mengetahui; nasiya yang berarti lupa; dan al-uns yang berarti jinak. Menurut M. Quraish Shihab, makna jinak, harmonis, dan tampak lebih tepat daripada pendapat yang mengatakan bahwa kata insan terambil dari kata nasiya (lupa) dan kata naasa-yanuusu (berguncang). Dalam Al-Qur’an, kata insaan disebut sebanyak 65 kali. Kata insaan digunakan Al-Qur’an untuk menunjuk kepada manusia dengan seluruh totalitasnya, jiwa dan raga. Bahkan, lebih jauh Bintusy Syathi’ menegaskan bahwa makna kata insaan inilah yang membawa manusia sampai pada derajat yang membuatnya pantas menjadi khalifah di muka bumi, menerima beban takliif dan amanat kekuasaan.
Dalam konsep an-naas pada umumnya dihubungkan dengan fungsi manusia sebagai makhluk sosial (Jalaluddin, 2003: 24). Tentunya sebagai makhluk sosial manusia harus mengutamakan keharmonisan bermasyarakat. Manusia harus hidup sosial artinya tidak boleh sendiri-sendiri Karena manusia tidak bisa hidup sendiri tanpa bantuan orang lain di sekitarnya. Jika kita kembali ke asal mula terjadinya manusia yang bermula dari pasangan laki-laki dan wanita (Adam dan Hawa), dan berkembang menjadi masyarakat dengan kata lain adanya pengakuan terhadap spesis di dunia ini, menunjukkan bahwa manusia harus hidup bersaudara dan tidak boleh saling menjatuhkan. Secara sederhana, inilah sebenarnya fungsi manusia dalam konsep an-naas.
Perbedaan Hakikat Manusia antara Filsafat Barat dan Islam
Ilmu filsafat adalah pengetahuan yang sangat luas. Memandang sesuatu dengan pandangan umum dan menyeluruh. Tentunya ilmu filsafat ini meluas ke berbagai bidang kehidupan. Mendefinisikan berbagai hal hal secara luas, termasuk definisi tentang manusia.
Dalam Filsafat barat kajian tentang manusia di sebut ke dalam kajian ontologi dan matafisika. Hal tersebut biasa disebut dengan antropologi metafisik atau psikologi metafisik.[1] (Susanto, 2014)
Para ahli pikir dan ahli filsafat memberikan sbuten kepada manusia sesuai dengan kemampuan yang dapat dilakukan manusia di bumi ini; [2](Ihsan, 2007)
- Manusia adalah Homo Sapiens, artinya makhluk yang mempunyai budi
- Manusia adalah Animal Rational, artinya binatang yang berpikir,
- Manusia adalah Homo Laquen, artinya makhluk yang pandai menciptakan bahasa dan menjelmakan pikiran manusia dan perasaan dalam kata-kata yang tersusun,
- Manusia adalah Homo Faber, artinya makhluk yang terampil. Dia pandai membuat perkakas atau disebut juga Toolmaking Animal yaitu binatang yang pandai membuat alat,
- Manusia adalah Zoon Politicon, yaitu makhluk yang pandai bekerjasama, bergaul dengan orang lain dan mengorganisasi diri untuk memenuhi kebutuhan hidupnya,
- Manusia adalah Homo Economicus, artinya makhluk yang tunduk pada prinsip-prinsip ekonomi dan bersifat ekonomis,
- Manusia adalah Homo Religious, yaitu makhluk yang beragama. Dr. M. J. Langeveld seorang tokoh pendidikan bangsa Belanda, memandang manusia sebagai Animal Educadum dan Animal Educable, yaitu manusia adalah makhluk yang harus dididik dan dapat dididik. Oleh karena itu, unsur rohaniah merupakan syarat mutlak terlaksananya program-program pendidikan.
Dari kesimpulan di atas di simpulkan pemahaman manusia dilihat dari berbagai sudut pandang, yaitu: pertama, masalah rohani dan jasmani; Aliran Serba zat (Faham Materialisme), Aliran Serba Ruh, Aliran Dualisme, dan Aliran Eksistensialisme. Kedua, sudut pandang antropologi; manusia sebagai makhluk individu (individual being), manusia sebagai makhluk sosial (sosial being) dan manusia sebagai makhluk susila (moral being). Ketiga, pandangan Freud tentang struktur jiwa (kepribadian); bagian dasar atau das Es (the Id), bagian tengah atau das Ich (aku) dan bagian atas atau das Uber Ich (superego). Keempat, sudut pandang asal-mula dan tujuan hidup manusia ; kehidupan ini berawal dari causa prima (Tuhan) dan pada akhirnya kembali kepada causa prima (Tuhan) pula.
Thomas Hobbes (1588 – 1679)
Manusia merupakan mahluk yang jahat (Homo Homini Lupus) sehingga harus diatur oleh hukum dan pemerintahan yang tak dapat digulingkan (Leviathan)
Sifat dasar manusia adalah bersaing, agresif, loba, anti sosial dan bersifat kebinatangan. Negara berfungsi untuk menyatukan manusia untuk tidak saling memebunuh.
Jean Jacques Rousseau (1712 – 1778)
Manusia merupakan mahluk baik, masyarakat yang membuat manusia jahat (mementingkan diri sendiri dan bersifat merusak) Negara berfungsi untuk memungkinkan manusia untuk mendapatkan kembali sifat kebaikannya yang asli.
Sedangkat Hakikat manusia menurut Ibnu Arabi adalah mahkluk yang sempurna karena mampu menghadirkan setiap nama Tuhan dalam kehidupan yang nyata. Manusia sempurna adalah tujuan Tuhan dalam menciptakan kosmos, karena manusia dimungkinkan menampakkan sifat-sifat-Nya secara total. Ibnu Arabi menyebutkan manusia paling sempurna adalah para wakil atau utusan Tuhan. Mereka mewarisi ilmu-ilmu pengetahuan dan akhlak mulia dan menempati kedudukan tertinggi dari seluruh situasi manusia. Kesempurnaan manusia ini bukan berarti akan sampai pada derajat ketuhanan, karena Tuhan tidak sama dengan siapa pun dan dengan apa pun.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H