Mohon tunggu...
MUHAMMAD HAFID BACHTIAR
MUHAMMAD HAFID BACHTIAR Mohon Tunggu... Mahasiswa - MAHASISWA D3-KEPERAWATAN UNIVERSITAS AIRLANGGA 2021

🎗Trying to be what it is 🎗Simple but significant

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud Pilihan

Budaya Gotong Royong Masyarakat dalam Perubahan Sosial Saat Ini

20 Juni 2022   17:44 Diperbarui: 20 Juni 2022   18:39 1722
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Dalam situasi seperti itu, gotong royong jarang ditanya tentang membangun rasa persatuan dalam ranah kehidupan. Bahkan para pemimpin dan elit ragu-ragu menyebut gotong royong dan pancasila sebagai dasar kehidupan berbangsa.

Ada banyak instansi daerah yang dapat digunakan untuk memperkuat budaya gotong royong, seperti  Rukun Tetangga (RT), Rukun Warga (RW), Dusun, Desa, Dewan Desa, (BPD). Lembaga-lembaga formal di daerah-daerah tersebut seharusnya memperkuat peran mereka dalam pembangunan masyarakat lokal. Melalui lembaga-lembaga lokal tersebut, nilai modal sosial Gotong Royong dapat tumbuh dan  menjadi energi sosial dari gerakan  kohesi sosial. 

Selain lembaga formal lokal tersebut, lembaga informal juga dapat dimanfaatkan untuk meningkatkan budaya gotong royong yang sudah ada di masyarakat. Misalnya, Java memiliki institusi untuk Splice, Alisan, dan Jinpitan. Marc memiliki tradisi Peragadon. Tapanuli memiliki adat Dalihan Na Tolu. Minasaha memiliki Mapulse. Bali memiliki Seka, Banjar, dan seluruh suku bangsa di Nusantara ini, serta memiliki sistem sosial informal yang  menerapkan nilai-nilai gotong royong dan demokrasi dengan musyawarah dengan mufakat.

Untuk mencapai hal tersebut, kita perlu menciptakan suasana sosial yang membuka peluang untuk memperkuat budaya gotong royong. Salah satu upaya yang dapat meningkatkan kapasitas (capacity development) dengan mengedepankan kemandirian masyarakat yang partisipatif (demokratis) melalui adanya otonomi masyarakat (kemandirian), pemberdayaan dan pembelajaran sosial dalam pengambilan keputusan adalah salah satunya. Prosesnya ditekankan. 

Hal ini dapat diartikan sebagai upaya sistematis terencana untuk memberdayakan masyarakat (kota) untuk memberdayakan dan menentukan demokrasi partisipatif. Menjadi. Intervensi eksternal harus menyesuaikan dengan situasi dan keadaan masyarakat. Rasa persatuan, pemeliharaan moral/etika, integritas dan rasa saling percaya sebagai pintu gerbang penguatan (menghidupkan kembali) budaya gotong royong.

DATA PUSTAKA

A.B. Kusuma. 2004. Lahirnya Undang-undang Dasar 1945: Memuat Salinan Dokumen Otentik Badan Oentoek Menyelidiki Oesaha-Oesaha Persiapan Kemerdekaan. Jakarta:Penerbit Fakultas Hukum Universitas Indonesia.(https://jurnal.ugm.ac.id/jps/article/view/23403/pdf)

Arrow, Kenneth.J. 2000, “Observation on Social Capital”, dalam Dasgupta, Parta dan Serageldin, Ismail, Social Capital: Multifaceted Perspective. Washington DC: The World Bank.(https://jurnal.ugm.ac.id/jps/article/view/23403/pdf).

Jary, David dan Jary, Yulia, 1991, Dictionary of Sosiology, Glasgow, Harper Collin Publisher, hal.22-23.(https://jurnal.ugm.ac.id/jps/article/view/23403/pdf).

Kompas, 2013, Pengaruh Asing Makin Meluas, Minggu 19 Mei 2013, hal. 1.(https://jurnal.ugm.ac.id/jps/article/view/23403/pdf)

Tumenggung, Adeline May. 2005. “Kebudayaan (para) Konsumen”, dalam Muji Sutrisno dan Hendar Putranto (penyunting), Teori-Teori Kebudayaan. Yogyakarta: Penerbit Kanisius, hal. 257-270.(https://jurnal.ugm.ac.id/jps/article/view/23403/pdf).

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun