Mohon tunggu...
MUHAMMAD FEBRIAN MUHARAM
MUHAMMAD FEBRIAN MUHARAM Mohon Tunggu... Mahasiswa - MAHASISWA TEKNIK SIPIL UNIVERSITAS MERCU BUANA

NIM: 41123110005

Selanjutnya

Tutup

Filsafat

Menjadi Sarjana dan Menciptakan Etika Kebahagiaan

27 Januari 2025   20:46 Diperbarui: 27 Januari 2025   20:46 141
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Power Point Pertemuan 1,2, 3 Mata kuliah Kode Etik Umd Hal. 3

Power Point Pertemuan 1,2, 3 Mata kuliah Kode Etik Umd Hal. 3
Power Point Pertemuan 1,2, 3 Mata kuliah Kode Etik Umd Hal. 3
Gelar sarjana merupakan suatu gelar yang sekarang sudah menjadi suatu taraf ataupun syarat untuk mendapatkan suatu pekerjaan yang lebih layak, sehingga orang orang baik itu yang berkemauan maupun hanya orang yang 'ingin ijazah sarjana saja' berbondong bonding mendapatkannya. Dengan adanya gelar sarjana yang tertera di akhir nama seseorang hal tersebut secara bersamaan meningkatkan standar kebahagiaan dari orang tersebut.

Menurut KBBI, kebahagiaan merupakan kesenangan serta kenteteraman di dalam suatu keadaan yang bebas dari segala kesulitan. Filsuf asal negeri Yunani yaitu, Aristotle mempercayai bahwa kebahagiaan sejati bisa tercapai dengan pengembangan kualitas moral dari diri manusia itu sendiri yang menuntun orang tersebut menuju arah yang lebih baik. Dimana aspek pengembangan yang dimaksud ialan landasan moral bagi setiap insan manusia seperti, rasa keadilan, sifat keberanian serta kebijaksanaan. Selain itu, manusia merupakan makhluk rasional yang memiliki kemampuan untuk berpikir secara logis dan membuat suatu keputusan, dimana mereka bisa memilih untuk mengembangkan kemampuan mereka ataupun tidak.

Aristotle menekankan bahwa eudaimonia tidak bisa dicapai tanpa usaha yang terus-menerus. Proses menjadi sarjana dapat dipahami sebagai bagian dari perjalanan menuju eudaimonia. Selama proses ini, seseorang harus belajar mengembangkan kebijaksanaan praktis (phronesis), yaitu kemampuan untuk membuat keputusan yang baik dalam situasi nyata. Pendidikan tidak hanya membangun intelektualitas, tetapi juga memperbaiki karakter seseorang agar ia mampu menjalani kehidupan yang bermakna.

Sebagai contoh, seorang sarjana teknik tidak hanya belajar bagaimana mendesain jembatan, tetapi juga belajar mempertimbangkan dampak sosial, lingkungan, dan ekonomi dari desain tersebut. Seorang sarjana hukum tidak hanya memahami hukum, tetapi juga bagaimana menerapkannya secara adil untuk kepentingan masyarakat. Pendekatan ini sejalan dengan pandangan Aristotle bahwa kebajikan harus diwujudkan dalam tindakan nyata, bukan hanya teori.

Dalam konteks kehidupan akademis, ada banyak nilai moral yang dapat dikembangkan oleh seorang sarjana. Beberapa kebajikan utama yang relevan dengan etika Aristotle meliputi:

Kejujuran
Kejujuran adalah salah satu kebajikan paling mendasar dalam kehidupan akademik. Seorang sarjana harus menghargai integritas intelektual dan menghindari plagiarisme, manipulasi data, atau tindakan tidak etis lainnya. Menjaga kejujuran berarti menghormati kebenaran dan komitmen terhadap standar moral yang tinggi.

Ketekunan
Aristotle menekankan pentingnya usaha dan konsistensi dalam mencapai tujuan. Dalam studi akademik, ketekunan adalah kebajikan yang membantu seseorang untuk terus belajar dan berusaha meskipun menghadapi kesulitan. Ketekunan juga menunjukkan rasa tanggung jawab terhadap tugas dan komitmen.

Keadilan
Seorang sarjana harus memahami pentingnya keadilan dalam berinteraksi dengan orang lain. Keadilan berarti memberikan hak kepada setiap orang, menghormati kontribusi orang lain, dan memastikan bahwa semua orang diperlakukan secara adil. Dalam konteks akademik, keadilan juga mencakup menghormati perbedaan pendapat dan bekerja secara kolaboratif.

Kerendahan Hati
Meskipun memiliki banyak pengetahuan, seorang sarjana harus tetap rendah hati dan terbuka terhadap pandangan atau kritik orang lain. Kerendahan hati memungkinkan seseorang untuk terus belajar dan berkembang tanpa merasa sombong atau tertutup terhadap masukan.

Keseimbangan (Moderasi)
Menurut Aristotle, kebajikan adalah jalan tengah antara dua ekstrem. Dalam kehidupan akademik, keseimbangan dapat diterapkan dengan menjaga keseimbangan antara studi, kehidupan sosial, dan kesehatan. Seorang sarjana yang bijaksana tahu kapan harus bekerja keras dan kapan harus beristirahat.

Dalam suatu kehidupan, pastinya kita berpikir bahwa mengapa kita harus menjadi seorang sarjana di dunia ini, berikut alasannya:

1. Memperoleh Pengetahuan Mendalam dan Keterampilan

Sebagai sarjana, seseorang memperoleh pengetahuan mendalam dalam bidang yang ditekuni, baik itu sains, teknologi, seni, atau humaniora. Pendidikan sarjana tidak hanya mengajarkan teori tetapi juga melatih keterampilan analitis, pemecahan masalah, dan berpikir kritis yang diperlukan untuk menghadapi berbagai tantangan di dunia nyata.

Contoh:

  • Seorang sarjana teknik memahami bagaimana membangun infrastruktur yang aman.
  • Seorang sarjana kedokteran mampu memberikan perawatan medis berbasis ilmu pengetahuan.

2. Membuka Peluang Karier yang Lebih Baik

Gelar sarjana sering kali menjadi syarat minimum untuk banyak pekerjaan profesional. Pendidikan ini membuka peluang untuk berkarier di berbagai bidang dengan gaji yang lebih tinggi dan prospek jangka panjang yang lebih baik.

Statistik menunjukkan bahwa tingkat pengangguran lebih rendah dan penghasilan lebih tinggi bagi lulusan perguruan tinggi dibandingkan mereka yang tidak memiliki gelar.

3. Menjadi Pemimpin yang Kompeten

Seorang sarjana memiliki peluang lebih besar untuk menjadi pemimpin dalam masyarakat atau di tempat kerja. Pendidikan tinggi membekali seseorang dengan kemampuan untuk memahami masalah kompleks, membuat keputusan yang bijaksana, dan memimpin orang lain menuju tujuan bersama.

4. Berkontribusi kepada Masyarakat

Sarjana memiliki tanggung jawab moral untuk menggunakan pengetahuannya demi kebaikan masyarakat. Gelar sarjana memungkinkan seseorang untuk:

  • Membuat inovasi yang bermanfaat.
  • Meningkatkan kesejahteraan masyarakat.
  • Menjadi agen perubahan dalam menyelesaikan masalah sosial, ekonomi, dan lingkungan.

Contoh: Sarjana pendidikan mencetak generasi baru yang cerdas; sarjana lingkungan membantu melestarikan alam.

5. Membentuk Pribadi yang Lebih Baik

Pendidikan sarjana tidak hanya tentang pengetahuan, tetapi juga tentang pembentukan karakter. Sarjana diajarkan:

  • Etika: Berperilaku jujur, adil, dan bertanggung jawab.
  • Kedisiplinan: Mengelola waktu dan menyelesaikan tugas dengan baik.
  • Kerendahan hati: Selalu belajar dari pengalaman dan menghormati orang lain.

6. Meningkatkan Taraf Kehidupan

Pendidikan sarjana membantu seseorang mencapai kualitas hidup yang lebih baik. Dengan pekerjaan yang lebih baik, seseorang dapat:

  • Menjamin stabilitas finansial.
  • Memberikan pendidikan dan kesejahteraan bagi keluarga.
  • Menikmati akses lebih baik terhadap fasilitas kesehatan, pendidikan, dan hiburan.

7. Membuka Pikiran dan Perspektif Baru

Selama masa kuliah, seorang sarjana berinteraksi dengan orang-orang dari berbagai latar belakang, budaya, dan pandangan. Hal ini memperluas wawasan dan mengajarkan toleransi serta pemahaman terhadap keragaman.

8. Membantu Mencapai Potensi Diri

Menjadi sarjana memungkinkan seseorang untuk memaksimalkan potensi yang dimiliki. Pendidikan memberikan platform untuk mengembangkan bakat, kreativitas, dan minat yang mungkin tidak ditemukan tanpa pendidikan formal.

9. Menginspirasi Orang Lain

Sebagai sarjana, seseorang dapat menjadi teladan bagi keluarga, teman, atau komunitasnya. Kesuksesan akademis sering kali memotivasi orang lain untuk mengejar pendidikan dan mencapai cita-citanya.

10. Memenuhi Tanggung Jawab Terhadap Diri Sendiri dan Bangsa

Menjadi sarjana adalah bentuk tanggung jawab terhadap diri sendiri untuk mencapai kebahagiaan dan kemajuan pribadi. Selain itu, seorang sarjana juga berkontribusi pada kemajuan bangsa, karena sumber daya manusia yang terdidik merupakan aset utama bagi pembangunan.

Mengapa kita harus menerapkan etika kebahagiaan yang dicanangkan Aristotle?

1. Mencapai Tujuan Tertinggi Hidup (Eudaimonia)

Menurut Aristotle, kebahagiaan sejati (eudaimonia) adalah tujuan tertinggi manusia. Kebahagiaan ini bukan sekadar kesenangan sesaat atau materi, tetapi kehidupan yang bermakna, sejahtera, dan sesuai dengan kebajikan.

  • Sebagai sarjana, menjalani kehidupan yang selaras dengan kebajikan membantu kita tidak hanya menjadi pintar secara intelektual tetapi juga bermoral.
  • Eudaimonia memungkinkan kita untuk menjalani kehidupan sebagai sarjana yang tidak hanya sukses, tetapi juga bahagia secara batiniah karena hidup sesuai dengan nilai-nilai moral.

2. Membentuk Karakter yang Bermoral

Etika kebahagiaan Aristotle berfokus pada pembentukan kebajikan moral melalui tindakan yang konsisten. Sebagai sarjana, karakter yang bermoral penting untuk:

  • Menjaga integritas akademik (menghindari plagiarisme atau kecurangan).
  • Menghormati hak dan pandangan orang lain, baik dalam diskusi ilmiah maupun kehidupan sehari-hari.
  • Menjadi panutan bagi orang lain di masyarakat, termasuk keluarga dan teman.

3. Menggunakan Ilmu untuk Kebaikan Bersama

Aristotle percaya bahwa manusia adalah makhluk sosial, sehingga kebahagiaan sejati melibatkan hubungan dengan orang lain. Sebagai sarjana, kita memiliki tanggung jawab untuk menggunakan ilmu pengetahuan kita demi kebaikan bersama.

  • Dengan menerapkan etika kebahagiaan, kita tidak hanya berfokus pada kesuksesan pribadi tetapi juga dampak positif bagi masyarakat.
  • Contoh: Seorang sarjana teknik yang mempertimbangkan keselamatan dan keberlanjutan dalam membangun infrastruktur, atau seorang sarjana hukum yang memperjuangkan keadilan.

4. Membantu Mengambil Keputusan yang Bijaksana

Salah satu aspek penting dari etika Aristotle adalah phronesis (kebijaksanaan praktis), yaitu kemampuan untuk mengambil keputusan yang tepat berdasarkan situasi.

  • Sebagai sarjana, kita sering dihadapkan pada keputusan penting, baik dalam hal studi, pekerjaan, maupun hubungan sosial.
  • Dengan menerapkan phronesis, kita dapat membuat keputusan yang tidak hanya logis tetapi juga bermoral, mempertimbangkan dampaknya terhadap diri sendiri dan orang lain.

5. Menghindari Ekstrem dan Menemukan Jalan Tengah (Golden Mean)

Aristotle mengajarkan konsep jalan tengah (golden mean), yaitu kebajikan yang berada di antara dua ekstrem. Sebagai sarjana, kita dapat menerapkan prinsip ini dalam berbagai aspek kehidupan:

  • Belajar dengan seimbang: Tidak terlalu malas (kurang usaha) tetapi juga tidak berlebihan hingga mengorbankan kesehatan atau hubungan sosial.
  • Berinteraksi dengan orang lain: Menjadi tegas tanpa menjadi agresif, atau bersikap baik tanpa terlalu pasif.
  • Manajemen waktu: Menyeimbangkan studi, pekerjaan, dan waktu luang untuk menjaga kesehatan mental dan fisik.

Bagaimana Kita dapat menerapkan etika kebahagiaan dengan

Setelah menyelesaikan pendidikan, seorang sarjana dihadapkan pada tantangan untuk mengintegrasikan nilai-nilai etika kebahagiaan ke dalam kehidupan profesional. Dunia kerja sering kali penuh dengan tekanan, persaingan, dan godaan untuk mengorbankan prinsip-prinsip moral demi keuntungan pribadi. Namun, dengan berpegang pada pandangan Aristotle tentang kebajikan, seorang sarjana dapat menjadi profesional yang tidak hanya sukses, tetapi juga bermartabat.

Kebijaksanaan dalam Pengambilan Keputusan

Dalam dunia kerja, kebijaksanaan (phronesis) adalah kemampuan untuk membuat keputusan yang tidak hanya menguntungkan secara finansial, tetapi juga adil dan bermoral. Misalnya, seorang manajer yang bijaksana tidak hanya fokus pada keuntungan perusahaan, tetapi juga mempertimbangkan kesejahteraan karyawan dan dampak sosial dari keputusan bisnisnya.

Etika Kebajikan dalam Kepemimpinan

Seorang sarjana yang menjadi pemimpin harus memahami pentingnya kebajikan dalam kepemimpinan. Pemimpin yang baik adalah seseorang yang memiliki integritas, keadilan, dan empati. Ia mampu menginspirasi orang lain untuk mencapai tujuan bersama tanpa mengorbankan nilai-nilai etis.

Kontribusi kepada Masyarakat

Sebagai bagian dari masyarakat, seorang sarjana memiliki tanggung jawab untuk menggunakan ilmunya untuk kebaikan bersama. Misalnya, seorang dokter yang memahami etika kebahagiaan Aristotle tidak hanya fokus pada pengobatan penyakit, tetapi juga pada peningkatan kualitas hidup pasien secara keseluruhan.

*  Aristotle. (2009). Nicomachean Ethics (Terj. W.D. Ross). Oxford University Press.
(Sumber utama tentang etika kebahagiaan dan konsep eudaimonia)

*  Broadie, S., & Rowe, C. (2002). Aristotle: Nicomachean Ethics: Translation, Introduction, and Commentary. Oxford University Press.
(Penjelasan mendalam tentang etika Aristotle dan relevansinya di era modern)

*  Kraut, R. (2018). Aristotle on the Human Good. Princeton University Press.
(Analisis konsep kebahagiaan menurut Aristotle sebagai tujuan hidup manusia)

*  Urmson, J. O. (1988). Aristotle's Ethics. Basil Blackwell.
(Pembahasan tentang kebajikan dalam pandangan Aristotle)

*  MacIntyre, A. (2007). After Virtue: A Study in Moral Theory (3rd ed.). University of Notre Dame Press.
(Relevansi etika kebajikan Aristotle dalam kehidupan modern)

*  Pakaluk, M. (2005). Aristotle's Nicomachean Ethics: An Introduction. Cambridge University Press.
(Pengantar bagi pembaca pemula untuk memahami etika Aristotle)

*  Pangle, L. S. (2002). Virtue Is Knowledge: The Moral Foundations of Socratic Political Philosophy. University of Chicago Press.
(Analisis tentang hubungan kebajikan, pengetahuan, dan kebahagiaan dalam filsafat Yunani klasik)

*  Irwin, T. H. (1999). Aristotle's First Principles. Oxford University Press.
(Pembahasan prinsip dasar filsafat Aristotle, termasuk etika dan kebahagiaan)

*  Annas, J. (1993). The Morality of Happiness. Oxford University Press.
(Kebahagiaan sebagai prinsip moral dalam tradisi filsafat kuno, termasuk Aristotle)

*  Blackburn, S. (2001). Ethics: A Very Short Introduction. Oxford University Press.
(Pendekatan praktis untuk memahami konsep dasar etika, termasuk kebajikan dalam tradisi Aristotle)

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun